Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Fadli Zon Mengaku Belum Terima Naskah UU Cipta Kerja: Tak Tahu Naskah Apa yang Disahkan

Fadli Zon mengaku tak mendapatkan naskah RUU Cipta Kerja saat rapat paripurna dan ia tidak tahu naskah apa yang telah disahkan.

Editor: Sansul Sardi
Chaerul Umam/Tribunnews.com
Wakil Ketua DPR, Fadli Zon 

TRIBUNTERNATE.COM - Anggota Komisi I DPR, Fadli Zon kembali mempertanyakan perihal Undang-undang (UU) Cipta Kerja.

Seperti diketahui, DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-undang.

Hal tersebut diputuskan dalam rapat paripurna masa persidangan I Tahun Sidang 2020-2021 di gedung Nusantara DPR, Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (5/10/2020).

Fadli Zon mengaku tak mendapatkan naskah RUU Cipta Kerja saat rapat paripurna.

Sehingga ia tak mengetahui persis naskah apa yang telah disahkan.

Tak hanya itu, Fadli Zon juga menyebut jika rapat paripurna digelar sangat mendadak.

Anggota DPR dari fraksi Gerindra itu baru mengetahui 15 menit sebelum rapat dimulai.

Diakui Fadli Zon, hingga saat ini ia belum juga menerima naskah UU Cipta Kerja.

Jokowi Minta 40 Aturan Turunan UU Cipta Kerja Diselesaikan dalam 1 Bulan

Angkat Bicara Soal Upah Minimum hingga Pesangon di UU Cipta Kerja, Airlangga Hartarto: Tidak Dihapus

Hal itu diungkapkan Fadli Zon melalui akun Twitter pribadinya, @fadlizon, Kamis (8/10/2020).

"Pd Rapur 5 Okt 2020, sbg anggota @DPR_RI sy tdk terima naskah RUU.

Biasanya dibagikan n dicerna dulu. Jadi tak tau naskah apa yg disahkan.

Blm lg rapat paripurna sangat mendadak, hanya tau 15 menit sebelum dimulai.

Smp skrg pun blm terima naskah UU itu," tulis Fadli Zon.

Fadli Zon Minta Maaf

Sebelumnya, Fadli Zon meminta maaf karena tidak dapat mencegah pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja oleh DPR.

"Sebagai anggota DPR, saya termasuk yang tidak dapat mencegah disahkannya undang-undang ini," ujar Fadli Zon dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (7/10/2020), seperti dilansir dari Tribunnews.com

Fadli Zon menjelaskan, dirinya bukan merupakan Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR yang bertugas melakukan pembahasan RUU Cipta Kerja sejak awal hingga disahkan.

"Selain bukan anggota Baleg, saya pun termasuk yang terkejut adanya pemajuan jadwal Sidang Paripurna kemarin, sekaligus mempercepat masa reses. Ini bukan apologi, tapi realitas dari konfigurasi politik yang ada. Saya mohon maaf," kata Fadli Zon.

Komentar Pedas Fadli Zon pada Mahfud MD Soal Pernyataan DKI Juara 1 Covid-19 Mesti Tak Gelar Pilkada

Fadli Zon, Sandiaga Uno, hingga Edhie Prabowo Jadi Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra 2020-2025

Fadli Zon menilai, omnibus law Cipta Kerja menjadi preseden buruk bagi demokrasi karena beberapa alasan.

Pertama, kata Fadli, omnibus law telah membuat parlemen kurang berdaya.

Di mana, undang-undang tersebut mengubah 1.203 pasal dari 79 undang-undang yang berbeda-beda.

"Bagaimana parlemen bisa melakukan kajian dan sinkronisasi pasal sekolosal itu dalam tempo singkat? Sangat sulit," ucapnya.

"Sehingga, yang kemudian terjadi parlemen menyesuaikan diri dengan keinginan Pemerintah," sambungnya.

Kedua, omnibus law telah mengabaikan partisipasi masyarakat, karena membahas seluruh materi dalam tempo yang singkat di tengah berbagai keterbatasan dan pembatasan semasa pandemi.

"Sehingga, pembahasan omnibus law ini kurang memperhatikan suara dan partisipasi masyarakat," tuturnya.

Terakhir, Fadli menyebut omnibus law ini bisa memancing instabilitas, karena massifnya penolakan buruh dan mogok nasional.

"Ini menunjukkan omnibus law hanya akan melahirkan kegaduhan saja. Kalau terus dipaksa untuk diterapkan, ujungnya sudah pasti hanya akan merusak hubungan industrial," kata Fadli Zon.

Tidak Tepat Waktu dan Sasaran

Politikus Partai Gerindra Fadli Zon menilai disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja tidak tepat waktu dan sasaran.

Fadli Zon mengatakan, UU Cipta Kerja disebut tidak tepat waktu karena Indonesia saat ini sedang dilanda pandemi Covid-19.

Sehingga fokus semua pihak saat ini adalah isu kesehatan dan kemanusiaan seperti yang dikatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Tingkat kematian dokter kita saat ini tertinggi di Asia, setidaknya ada 130 dokter. Menurut IDI, meninggal akibat menangani Covid-19 sejauh ini. Angka-angka ini tentu saja tak bisa disepelekan," kata Fadli Zon dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (7/10/2020).

"Begitu juga dengan tingkat kematian akibat Covid-19 di Indonesia, berada di atas rata-rata dunia. Artinya, ada hal lain yang jauh lebih serius untuk ditangani dibanding omnibus law," sambung Fadli.

Melansir Tribunnews.com, UU Cipta Kerja juga dinilai Fadli Zon tidak tepat sasaran.

Menurutnya, jika tujuan dari UU Cipta Kerja untuk mendatangkan investasi seharusnya hal-hal yang menghambat investasi yang perlu ditertibkan.

Menurut dia, berdasarkan World Economic Forum (WEF), kendala utama investasi di Indonesia adalah korupsi, inefisiensi birokrasi, ketidakstabilan kebijakan, serta regulasi perpajakan.

"Tapi yang disasar omnibus law kok isu ketenagakerjaan? Bagaimana ceritanya? Jadi, antara diagnosa dengan resepnya sejak awal sudah tak nyambung," ucap Fadli.

Karena itu, Fadli Zon dapat memahami kenapa saat ini masyarakat banyak yang gelisah dan marah terhadap omnibus law.

"Mereka melihat kalau kepentingan dan suara mereka sama sekali kurang diperhatikan. Kaum buruh, yang saat ini berada dalam posisi sulit akibat Covid-19, posisinya jadi kian terpojok," kata Anggota Komisi I DPR itu.

Dalam catatannya, kata Fadli, ada beberapa isu yang memang mengusik rasa keadilan buruh.

Misalnya, skema pesangon kepada pekerja yang di-PHK diubah dari sebelumnya 32 bulan upah, kini menjadi 25 bulan upah.

Kemudian, penghapusan UMK (Upah Minimum Kabupaten) menjadi UMP (Upah Minimum Provinsi).

Padahal, kata Fadli, menurut data lapangan, besaran UMP pada umumnya adalah di bawah UMK.

"Sehingga, alih-alih meningkatkan kesejahteraan buruh, omnibus law ini belum apa-apa sudah akan menurunkan kesejahteraan mereka," ujar Fadli.

Selain itu, Fadli juga melihat hak-hak pekerja yang sebelumnya dijamin, seperti hak istirahat panjang, uang penghargaan masa kerja, serta kesempatan untuk bekerja selama 5 hari dalam seminggu, kini tidak ada lagi.

"Sehingga, secara umum, omnibus law ini memang tak memberi rasa keadilan, bukan hanya buat buruh, tapi juga buat masyarakat secara umum," ucapnya.

(TribunTernate.com/Tribunnews.com)

Sumber: Tribun Ternate
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved