Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Virus Corona

Kandidat Vaksin Corona AstraZeneca Diklaim 90 Persen Efektif, Ini Bedanya dengan Vaksin Moderna

Kandidat vaksin Covid-19 tersebut dilaporkan berhasil mencegah infeksi virus corona terhadap 70 persen sukarelawan dalam uji coba tahap akhir.

Editor: Sansul Sardi
HANDOUT / RUSSIAN DIRECT INVESTMENT FUND / AFP
Ilustrasi vaksin - Foto yang diambil pada 6 Agustus 2020 dan disediakan oleh Dana Investasi Langsung Rusia ini memperlihatkan vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh Institut Penelitian Epidemiologi dan Mikrobiologi Gamaleya. 

Pada akhir Oktober, vaksinasi relawan baru sempat dihentikan sementara, karena tingginya permintaan dan kekurangan dosis.

Vaksin Sputnik V dirancang untuk memicu respons dari dua suntikan yang diberikan dengan selang waktu 21 hari masing-masing berdasarkan vektor virus berbeda yang biasanya menyebabkan flu biasa: adenovirus manusia Ad5 dan Ad26.

Nama Sputnik V berasal dari peluncuran satelit pertama di dunia oleh Uni Soviet pada tahun 1957.

Seorang juru bicara mengatakan ada dua bentuk vaksin Sputnik V - cairan, yang harus disimpan pada suhu minus 18 derajat Celcius dan diliofilisasi (dikeringkan dengan beku), yang dapat disimpan pada suhu 2-8 derajat Celcius.

Vaksin Covid-19 Moderna

Selanjutnya, produsen obat AS Moderna Inc juga menyatakan vaksinnya 94,5 persen efektif, menurut data awal dari studi perusahaan yang masih berlangsung.

Uji coba vaksin ini melibatkan 30.000 orang di AS. Setengah dari mereka diberi dua dosis vaksin dengan jarak empat pekan. Sisanya mendapat suntikan placebo.

Analisis ini berdasar pada 95 orang pertama yang mengidap gejala Covid-19.

Hanya lima kasus Covid-19 terjadi pada mereka yang diberi vaksin, sementara 90 kasus tercatat pada mereka yang diberi suntikan placebo. Dengan demikian, perusahaan mengatakan, vaksin itu melindungi 94,5 persen dari seluruh relawan.

Data itu juga menunjukkan adanya 11 kasus Covid-19 parah dalam uji coba ini, namun itu tidak terjadi pada mereka yang diberi vaksin.

Meski demikian, data tersebut masih awal dan belum ditinjau oleh ilmuwan lain.

Vaksin Moderna, yang dibuat dengan National Institutes of Health, sedang dipelajari pada 30.000 sukarelawan.

Meski tidak ada efek samping yang signifikan, relawan melaporkan efek samping seperti kelelahan, nyeri otot, dan nyeri di tempat suntikan setelah dosis kedua vaksin.

Uji coba tahap akhir Moderna sebenarnya dimulai pada hari yang sama dengan uji coba Pfizer pada akhir Juli, tapi Pfizer maju lebih dulu.

Hal ini terjadi karena dua dosis vaksin Moderna diberikan selang empat minggu, berbeda dengan Pfizer yang memberi vaksin dengan jeda tiga minggu

Sama seperti Pfizer, vaksin Moderna juga mengandalkan messenger RNA, atau mRNA, molekul genetik yang dibaca oleh mesin sel untuk membangun protein di dalam sel.

Pada vaksin Moderna, mRNA berisi instruksi untuk membangun protein spike virus corona, bagian yang membantu virus memasuki sel manusia.

Vaksin menginduksi sel manusia untuk membuat protein spike, dan sistem kekebalan kemudian membuat antibodi untuk menempel pada protein spike.

Antibodi yang distimulasi vaksin tersebut, bertugas untuk mencegah virus asli menginfeksi sel sehat pada tubuh di masa mendatang.

Meski memiliki pendekatan yang sama, vaksin Moderna tampaknya lebih mudah disimpan, karena tetap stabil pada suhu minus 20C hingga enam bulan dan dapat disimpan di lemari es standar hingga satu bulan.

Sedangkan vaksin Pfizer membutuhkan penyimpanan sangat dingin pada suhu sekitar minus 75C-80C, tetapi dapat disimpan di lemari es selama lima hari.

Vaksin Covid-19 Oxford AstraZeneca

Vaksin yang dinamai AZD1222 atau ChAdOx1 nCoV-19 ini dibuat didasarkan pada adenovirus simpanse, yang dimodifikasi untuk menghasilkan protein di dalam sel manusia yang juga diproduksi oleh Covid-19.

Dengan kata lain, vaksin vektor virus dibuat dari versi yang dilemahkan dari virus flu biasa yang menyebabkan infeksi pada simpanse.

Virus flu simpanse telah diubah secara genetik untuk memasukkan urutan genetik dari apa yang disebut protein spike yang digunakan virus korona untuk masuk ke sel manusia.

Harapannya, tubuh manusia akan menyerang virus corona SARS-CoV-2 jika melihatnya lagi.

Vaksin buatan Oxford yang akan diproduksi oleh AstraZeneca ini ditemukan dapat menimbulkan respons imunitas pada lebih dari 99 persen partisipan setelah pemberian dosis kedua.

Kabar baiknya, itu termasuk pada partisipan lansia berusia 60-an dan 70-an, yang mana merupakan kelompok paling rentan Covid-19.

Dari 560 partisipan, termasuk kelompok lansia, tidak menunjukkan adanya efek samping buruk yang tidak terduga.

Namun perlu menjadi catatan, bahwa uji coba vaksin Oxford dan Astrazeneca belum berakhir. Dalam uji fase tiga ini, tim peneliti masih akan mencari tahu apakah vaksin ini benar-benar efektif mencegah Covid-19.

Melansir BBC, Prof Andrew Pollard, pemimpin studi dari Universitas Oxford, mengaku sangat senang dengan hasil vaksin yang menunjukkan respons kekebalan yang kuat, bahkan pada mereka yang berusia di atas 70 tahun.

Prof Pollard menekankan, tak ada persaingan dengan vaksin lain, justru banyak vaksin harus berhasil.

Tantangan dalam mengembangkan vaksin Covid-19 adalah bagaimana memicu tubuh melawan virus corona, tidak peduli berapa pun umurnya.

Sistem kekebalan orang tua yang lebih lemah, membuat vaksin cenderung tidak berfungsi sebaik yang mereka lakukan pada orang yang lebih muda.

Hasil uji coba dari Universitas Oxford ini, telah ditinjau oleh rekan sejawat di Lancet, menunjukkan bahwa kemungkinan tidak akan ada masalah.

Orang dewasa tua berusia 56-69 dan lebih dari 70 tahun memiliki respons kekebalan yang serupa dengan orang dewasa muda berusia 18-55 dengan vaksin ini.

Untuk penyimpanan, vaksin Oxford harus disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 2-8 derajat Celcius.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kabar Baik, Kandidat Vaksin Corona AstraZeneca Dilaporkan 90 Persen Efektif"
Penulis : Danur Lambang Pristiandaru
Editor : Danur Lambang Pristiandaru

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Vaksin Covid-19 Pfizer, Sputnik V, Moderna, dan Oxford AstraZeneca, Apa Bedanya?"
Penulis : Bestari Kumala Dewi
Editor : Bestari Kumala Dewi

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved