Indeks Persepsi Korupsi 2020 Melorot, Ini Tanggapan Mantan Pimpinan KPK, ICW, hingga Pemerintah
Transparency International Indonesia (TII) merilis skor indeks persepsi korupsi (IPK) yang turun menjadi 37 dari skor 40 pada 2019.
TRIBUNTERNATE.COM - Korupsi di Indonesia tak pernah lepas dari sorotan publik, terlebih saat ini skor indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia tahun 2020 melorot.
Transparency International Indonesia (TII) merilis skor indeks persepsi korupsi (IPK) atau corruption perception index (CPI) Indonesia 2020 sebesar 37.
Skor ini menurun cukup drastis dari skor 40 untuk tahun 2019 lalu.
Secara peringkat, posisi Indonesia juga melorot dari peringkat 85 menjadi peringkat 102 dari 180 negara yang diukur oleh IPK-nya.
"Jika tahun 2019 lalu kita berada pada skor 40 dan ranking 85, ini 2020 kita berada di skor 37 dan ranking 102. Negara yang mempunyai skor dan ranking sama dengan Indonesia adalah Gambia," kata Manajer Departemen Riset TII Wawan Suyatmiko, Kamis (28/1/2021).
Jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara, IPK Indonesia berada di peringkat lima di bawah Singapura (85), Brunei Darussalam (60), Malaysia (51), dan Timor Leste (40).
Baca juga: Tanggapan Satgas Covid-19 Saat IDI Minta Pemerintah Lakukan Tes Serempak: Kapasitas Belum Mampu
Baca juga: Muncul Update dari WhatsApp di Tampilan Status Pengguna hingga Trending di Twitter, Apa Isinya?
Baca juga: Penjelasan PVMBG tentang Gunung Merapi dan Gunung Raung yang Sama-sama Erupsi
Sekretaris Jenderal TII Danang Widoyoko mengatakan, turunnya IPK tersebut membuktikan bahwa kebijakan yang bertumpu pada kacamata ekonomi dan investasi tanpa mengindahkan faktor intergritas akan memicu terjadinya korupsi.
Berdasarkan temuan TII, menurunnya skor IPK disebabkan oleh stagnansi pada indikator penyusun IPK yang berhubungan dengan sektor ekonomi, investasi, dan kemudahan berusaha, serta turunnya indikator terkait politik dan demokrasi yang menandakan sektor politik masih rentan terhadap korupsi.
"Penurunan terbesar yang dikontribusikan oleh Global Insight dan PRS dipicu oleh relasi korupsi yang masih lazim dilakukan oleh pebisnis kepada pemberi layanan publik untuk mempermudah proses berusaha," kata Danang.
"Sementara itu, pada sisi demokrasi, penurunan dua poin dikontribusikan pada Varieties of Democracy yang menandakan bahwa korupsi politik masih terjadi secara mendalam dalam sistem politik di Indonesia," kata Danang melanjutkan.
Adapun TII mencatat kenaikan pada indikator penegakan hukum yang dinilai sebagai upaya perbaikan pada penegakan supremasi hukum.
Baca juga: Penjagalan Kucing di Medan, Polisi Jerat Pelaku dengan Pasal Pencurian, Ancaman 5 Tahun Penjara
Baca juga: Surat Keberatan atas Review Produknya Viral di Twitter, Eiger Akhirnya Sampaikan Permintaan Maaf
Jangan Dianggap Biasa
Mantan pimpinan KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan, turunnya skor IPK harus dipandang serius karena ini kali pertama skor IPK turun sejak 12 tahun terakhir.
Laode mengatakan, skor IPK memang sempat stagnan pada 2017 dengan skor 37 seperti pada tahun sebelumnya, tetapi tidak terjadi penurunan skor.
"Berarti kita kembali ke 2016, 37, itu lima tahun ke belakang. Jadi jangan kita anggap ini sesuatu yang biasa-biasa saja, ini betul bukan lagi lampu kuning, tapi lampu merah," ujar Laode.