Bahas Sertifikat Tanah Elektronik, Febri Diansyah Singgung e-KTP: Utamakan Asesmen Risiko Korupsi
Pegiat antikorupsi sekaligus pendiri firma hukum Visi Integritas, Febri Diansyah, menyoroti wacana digitalisasi sertifikat tanah.
TRIBUNTERNATE.COM - Pegiat antikorupsi sekaligus pendiri firma hukum Visi Integritas, Febri Diansyah, menyoroti wacana digitalisasi sertifikat tanah.
Diketahui, pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) akan memulai penggunaan sertifikat elektronik tahun ini.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian ATR/BPN Yulia Jaya Nirmawati mengatakan, pemberlakuan sertifikat elektronik didasarkan pada Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN.
"Telah terbit Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik sebagai dasar pemberlakuan sertifikat elektronik," kata Yulia, Senin (25/1/2021) sebagaimana diwartakan Kompas.com.
Program ini telah dimulai di kantor pertanahan yang siap dan mudah diawasi, seperti Jakarta dan Surabaya.
• Anies Baswedan Dinobatkan Sebagai Pahlawan Transportasi Dunia 2021 Versi TUMI, Ini Pertimbangannya
• Arab Saudi Larang Seluruh WN 20 Negara Masuk ke Wilayahnya, tetapi Ada Pengecualian, untuk Siapa?
• Andi Arief Sebut Moeldoko Sudah Ditegur Jokowi: Mudah-mudahan Tidak Mengulangi Lagi
Wacana sertifikat tanah elektronik ini pun mendapat tanggapan dari Febri Diansyah.
Melalui utas cuitan di akun Twitter-nya, @febridiansyah, lelaki kelahiran Padang, 8 Februari 1983 itu menyebut wacana mengubah dokumen kertas menjadi elektronik atau digitalisasi adalah hal yang bagus.
Namun, ia mengingatkan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dianggap penting jika menilik kasus KTP elektronik beberapa waktu lalu.
Beberapa hal itu mencakup aspek korupsi, keamanan data terkait pihak yang bisa mengakses data, kesiapan peralatan, kapasitas dan integritas pegawai, hingga validitas.
Kemudian, Febri Diansyah menilai pentingnya 'asesmen risiko korupsi' jika melihat begitu banyaknya perkara korupsi terkait kebijakan dan anggaran yang besar.
Termasuk asesmen risiko korupsi terhadap proyek sertifikat tanah elektronik.
Menurut dia, asesmen risiko korupsi harus ditempatkan sebagai hal yang utama dan harus diumumkan, karena kebijakan yang diambil pemerintah menggunakan dana publik.
Hal ini bertujuan supaya pencegahan korupsi tidak hanya sekadar slogan ataupun seremonial.

Selain itu, Febri Diansyah juga sudah merasa yakin ada beberapa perubahan di BPN tentang pelayanan publik pendaftaran tanah.
Namun, jika ingin mengetahui ada tidaknya korupsi dalam proses pelayanan publik, maka harus bertanya dengan notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), seperti kajian yang pernah dilakukan Ombudsman RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mantan Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Kabiro Humas) KPK ini menekankan, kasus KTP Elektronik harus menjadi pembelajaran.
Yakni, sebelum mengambil kebijakan yang berdampak besar terhadap publik dengan anggaran besar pula, hal penting yang harus dilakukan adalah mitigasi risiko korupsi sejak awal.

Dalam kesempatan membahas sertifikat tanah elektronik, Febri Diansyah juga mengingatkan KPK untuk terus memproses kasus korupsi KTP elektronik.
Sebab, kasus tersebut dirancang begitu sempurna dan melibatkan persekongkolan antara tiga elemen, yakni politikus, pebisnis, dan birokrasi.

• Kenali Beberapa Gejala Covid-19 yang Tak Biasa, Mulai dari Anosmia, Iritasi Kulit, hingga Delirium
• Ujian Nasional 2021 Dihapus, Ini Syarat Kelulusan Siswa Terbaru dan Empat Opsi Pengganti UN
Febri Diansyah pun berharap semoga sertifikat tanah elektronik tidak menimbulkan krisis komunikasi yang baru.
Ia juga menyoroti alasan sertifikat tanah dijadikan elektronik supaya tidak bisa digadaikan.
Terkait hal itu, Febri menyebut prinsip dasar hubungan hukum perdata dalam bentuk gadai, atau jaminan pinjam-meminjam.
Yakni, hak yang bernilai dan diakui nilainya, bukan keberadaan fisik benda yang digadaikan atau dijadikan jaminan.
• Update WNI Positif Covid-19 di Luar Negeri Jumat, 5 Februari 2021: Tambahan Kasus di Tiga Negara
• Bupati Terpilih Sabu Raijua Orient Patriot Riwu Kore Minta Maaf dan Tegaskan Dirinya adalah WNI
Menutup utas cuitannya, Febri Diansyah menegaskan dirinya tidak menolak maupun menyetujui sertifikat tanah elektronik.
Namun, ia menyoroti dua hal yang harus dimitigasi sebelum menimbulkan masalah di kemudian hari.
Pertama, asesmen risiko korupsi atau penyimpangan, keamanan data, dan kesiapan internal BPN.
Kedua, aspek komunikasi publik, di mana pesan yang disampaikan ke masyarakat harus jelas, konsisten, dan partisipatif.

Sertifikat Tanah Elektronik, Tak Lagi Berwujud Kertas
Diberitakan sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil belum lama ini mengeluarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang (Permen ATR) Nomor 1/2021 tentang Sertipikat Elektronik.
Dikutip dari Kompas.com, Rabu (3/2/2021), menurut Sofyan, tujuan dari aturan tersebut adalah untuk meningkatkan indikator berusaha dan pelayanan kepada masyarakat.
Sekaligus juga mewujudkan pelayanan pertanahan berbasis elektronik.
Ke depan, tidak ada lagi sertifikat tanah berwujud kertas, semuanya bakal berbentuk sertifikat tanah elektronik atau Sertifikat-el.
Memang untuk bisa mewujudkan sertifikat elektronik ini instansi terkait harus membuat validasi terlebih dahulu dengan sertifikat tanah sebelumnya, dari sisi data, ukuran tanah, dan sebagainya.
Setelah validasi selesai dan tuntas, barulah sertifikat tanah bisa berganti dengan sertifikat elektronik.

Nantinya, sertifikat akan disimpan dalam database secara elektronik menuju ke alamat penyimpanan masing-masing.
Dengan sertifikat elektronik yang tersimpan di database, masyarakat pemilik tanah bisa mencetak sertifikat miliknya kapan saja dan di mana saja.
(TribunTernate.com/Rizki A) (Kompas.com/Mela Arnani, Muhammad Idris)