Anies Baswedan: Kalau Berada di Wilayah Publik, Maka Kuping Kita Tidak Boleh Tipis
Anies Baswedan menyarankan agar para pejabat publik dapat menerima dan mendengarkan sebuah kritik.
TRIBUNTERNATE.COM - Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menyebutkan, seseorang yang berada di wilayah publik harus tahan dan siap menerima kritik.
Hal ini ia sampaikan dalam menanggapi adanya kritikan dari masyarakat yang ditujukan kepada para pejabat publik.
Untuk itu, Anies Baswedan menyarankan agar para pejabat publik dapat menerima dan mendengarkan sebuah kritik.
"Jadi kalau berada di wilayah publik maka kuping kita tidak boleh tipis, kita dengarkan saja," kata Anies dalam sebuah diskusi di akun YouTube TV One, Senin (15/2/2021) malam.
Menurut Anies, pada dasarnya sebuah kritikan itu sama dengan pendapat rakyat, termasuk sebuah kritik yang disampaikan dengan kata-kata kasar hingga cacian.
"Bila ungkapan disampaikan dengan akademik, baik-baik saja, bila ungkapan kritik dilakukan secara kasar, itu ekspresi kemampuan dia dalam mengungkapkan," kata Anies.
Baca juga: Soroti Isu Radikal, Febri Diansyah: Pernah Serang Novel Baswedan, Menutupi Kasus yang Lebih Penting
Baca juga: Anies Baswedan Dinobatkan Sebagai Pahlawan Transportasi Dunia 2021 Versi TUMI, Ini Pertimbangannya

"Tapi bagi saya yang sedang bekerja, ini semua adalah ungkapan pendapat rakyat."
"Baik yang mendukung, baik yang tidak mendukung, baik yang mencaci, baik yang kata-katanya kasar," tambah Anies.
Bedanya, lanjut Anies, kritikan yang diungkapkan dengan kata-kata kasar justru membuat malu pengkritik itu sendiri.
Ia mengungkapkan, semua kritik yang diterimanya dari masyarakat tidak akan membuat dia merasa malu.
Justru, ia akan menanggapi dengan santai ketika ada buzzer yang melakukan makian kepadanya.
"Makin kasar kata-katanya itu makin mempermalukan dirinya sendiri, bukan ke saya. Jadi saya tidak perlu merasa masalah," ujar Anies.
Baca juga: Mardani Ali Sera: UU ITE Digunakan untuk Bungkam Suara yang Kritik Pemerintah
Baca juga: Jokowi Buka Peluang Revisi UU ITE, Fahri Hamzah Bersyukur: Usul Saya, Cabut Saja!
Baca juga: Tegaskan Pemerintah Tak Revisi UU Pemilu dan UU Pilkada, Pratikno: Yang Sudah Baik, Tetap Dijalankan
Ia pun mengingatkan kepada para pendengung atau buzzer di media sosial saat mengungkapkan kritik.
Pasalnya, kritik yang diungkapkan di masa sekarang berbeda dengan kritik di zaman dahulu.
Di masa sekarang, kritikan itu justru bisa menjadi bumerang oleh anak cucunya di masa depan.
"Ketika saya melihat ada kritikan keras dan caci maki, makin keras itu sebetulnya catatan yang akan dibaca oleh anaknya dan cucunya di kemudian hari," ungkap Anies.
Untuk itu, ia mengingatkan kepada para pejabat yang berada di wilayah publik, harus siap untuk menerima kritik.
"Kritik itu bukan hal baru, kalau dia berada di wilayah publik maka dia harus siap menjadi kotak pos kritik dari siapa pun," tegas Anies.
Jokowi Bebaskan Kritik kepada Pemerintah
Sebelumnya diketahui, persoalan mengenai kritikan terhadap pemerintah tengah menjadi sorotan.
Hal itu setelah Presiden Joko Widodo meminta masyarakat untuk mengkritik pemerintah dalam acara peluncuran laporan tahunan Ombudsman RI tahun 2020, secara virtual pada Senin, (8/2/2021).
"Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik masukan ataupun potensi mall administrasi."
"Dan para penyelenggara pelayanan publik juga harus terus meningkatkan upaya perbaikan-perbaikan," kata Presiden.
Sementara, beberapa pihak menganggap, mengkritik justru bisa dipanggil oleh aparat kepolisian.
Satu di antara pihak yang merespons soal kritikan itu ialah mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
Dalam sebuah diskusi, JK mempertanyakan bagaimana cara mengkritik pemerintah tanpa dipanggil oleh aparat kepolisian.
Merespons hal itu, Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengatakan masyarakat perlu mempelajari sejumlah peraturan dalam menyampaikan kritik pada pemerintah.

Menurutnya, menyatakan pendapat atau pun mengkritik memang dijamin konstitusi sesuai dengan UUD 1945 pasal 28E ayat 3.
Namun kebebasan tersebut wajib tunduk pada pembatasan yang telah ditetapkan UU sesuai yang tercantum dalam pasal 28J.
"Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang."
"Dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil."
"Sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis," tulis Fadjroel kepada Tribunnews.com, Sabtu, (13/2/2021).
Lebih lanjut, Fadjroel juga mengatakan, apabila pendapat disampaikan dalam media digital harus memperhatikan UU Nomor 19/2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Perhatikan baik-baik ketentuan pidana pasal 45 ayat (1) tentang muatan yang melanggar kesusilaan; ayat (2) tentang muatan perjudian; ayat (3) tentang muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik; ayat (4) tentang muatan pemerasan dan/atau pengancaman," kata dia.
(Tribunnews.com/Maliana/Taufik Ismail)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Siap Terima Kritik, Anies Baswedan: Kalau di Wilayah Publik, Kuping Tak Boleh Tipis, Dengarkan Saja