Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Wanita Terlibat Aksi Teror Bom Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Latar Belakang Psikososial-nya Rapuh

Beberapa tersangka terkait peristiwa bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar yang terjadi pada Minggu (28/3/2021) lalu merupakan perempuan.

TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR
Petugas Kepolisian melakukan olah TKP ledakan di Gereja Hati Yesus Yang Mahakudus atau Katedral Makassar, Minggu (28/3/2021). Polisi menyatakan bom yang meledak tersebut merupakan bom bunuh diri. 

Ketika kecil dirundung, dibuly dan dibuat tidak percaya diri.

Sehingga mereka akhirnya cari cara untuk mencapai penghargaan diri mereka dalam hidup.

Self-esteem mereka tak terbentuk, bahkan mendapatkan bahaya.

“Mereka akan mencari kelompok yang bisa mengakomodasi keinginan mereka. Salah benar mulai terpinggirkan dari pikiran mereka,” ujar Reno Fitria.

Karena itu deradikalisasi harus dilakukan semua elemen. Semua harus bergandengan agar menjadikan orang yang teradikalisasi bisa diturunkan level radikalnya.  

“Highlight, data awal harus dibawa sampai akhir. Akhirnya punya perbandingan. Kita harus cari core (inti, red.) masalah seseorang itu mengapa sehingga terpapar radikalisme,” kata Reno.

Baca juga: VIDEO Terduga Teroris Ditembak di Mabes Polri, Petugas Lakukan Penyisiran untuk Antisipasi Bom

Baca juga: Terduga Teroris yang Nekat Masuk Mabes Polri Berjenis Kelamin Perempuan, Barang Bawaan Diperiksa

Baca juga: Pemerintah Tolak Partai Demokrat Kubu Moeldoko, Ibas Yudhoyono: Keadilan Masih Ada di Negeri Kita

Baca juga: Ada Kasus Kelainan Pembuluh Darah Otak, Jerman Batasi Penggunaan Vaksin Covid-19 dari AstraZeneca

“Ini yang harus dibawa ke posisi netral. Tak bisa langsung jadikan nol. Butuh banyak elemen lain untuk deradikalisasi seseorang,” kata Reno Fitria.

Mengenai munculnya persepsi dan pandangan kasus teror di Indonesia ini konspiratif, menurut Reno, secara psikis masyarakat cenderung sulit menerima sesuatu yang sebelumnya lekat dengan mereka.  

"Misalnya soal pelaku teror yang Islam, dari dalam diri ini ada penyangkalan (denial), agamaku tak seperti itu kok. Akhirnya yang muncul penyangkalan berulang-ulang,” jelasnya.

“Sekali menyangkap, berikutnya akan terulang. Orang seperti ini rentan dimasuki paham radikal. Mereka benci pemerintah, lalu mereka dimainkanlah. Ini sangat dekat dengan kehidupan kita,” imbuhnya.

Indoktrinasi Orang Jadi Radikal Bisa Cepat 

Sementara itu, menurut Nasir Abbas yang pernah jadi instruktur jihadis di Jamaah Islamiyah (JI), meradikalisasi seseorang itu tidak sulit.

Cara indoktrinasinya disentuh lewat pertanyaan paling sederhana.

“Simpelnya begini. Kita muslim, orang yang ingin mempengaruhi kita bertanya, Anda muslim? Kitab sucinya apa? Alquran. Sudah baca semua. Tahu gak ada perintah-perintah Allah yang belum kita lakukan,” beber Nasir.

“Ini ada ayat Quran yang memerintahkan kita membunuh orang kafir di manapun berada. Baca saja ayat ini. Ini perintah Allah, Anda muslim, Anda harus jalankan perintah Allah…..dan seterusnya . Ayat-ayat perang dipakai di tempat damai. Ini kekeliruan karena salah konteks,” lanjut Nasir Abas.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved