UU Cipta Kerja Dinilai Tak Lindungi Lingkungan, Komisi IV DPR RI: Harus Ada Keadilan Ekologi
Sejumlah kalangan pun menilai UU Cipta Kerja tidak memberikan perlindungan terhadap lingkungan hidup.
Tanggapan Greenpeace Indonesia
Senior Forest Campaigner Greenpeace Indonesia, Asep Komarudin mengatakan, sejak awal UU Omnibus Law Ciptaker bermasalah.
Baik DPR dan Pemerintah tidak melibatkan partisipasi publik dalam proses penyusunan sejak awal.
Aktor utama di balik RUU tersebut adalah asosiasi bisnis yang telah membentuk tim beranggotakan 127 orang yang disebut Satgas Omnibus Law, yang sebagian besar adalah pengusaha. Sisanya akademisi dan pejabat negara.
Merujuk Naskah Akademik Omnibus Law, halaman 181, dinyatakan bahwa keterlibatan masyarakat oleh sebagian pihak dianggap menjadi faktor penghambat investasi.
Baca juga: Polemik Vaksin Nusantara, Menkes Budi Gunadi Enggan Berkomentar, Presiden Jokowi Diminta Menengahi
Baca juga: Update Isu Reshuffle Kabinet: Menantu Wapres RI dan Cak Imin Disebut, Muhammad Lutfi Digeser?
Baca juga: Dugaan Penistaan Agama, Jozeph Paul Zhang Mengaku Nabi ke-26, Ini Tanggapan MUI dan Nahdlatul Ulama
“Partisipasi publik dalam proses penyusunan tidak dilibatkan, terlebih jika dilihat ada 74 UU yang dijadikan menjadi satu dalam sebuah UU. Itu didalamnya terdapat banyak perubahan signifikan dalam UU tersebut,” kata Asep Komarudin.
Asep juga menyoroti pendekatan investasi yang ingin dicapai didalam Omnibus Law.
Menurutnya, pemerintah masih memprimadonakan investasi industri ekstaraktif yang akan diundang di Indonesia. Seperti, tambang, perkebunan, dan lainnya.
“Kita harus merubah pendekatan terkait dengan investasi pengelolaan lingkungan hidup. Pasti tidak ada ekonomi yang maju di atas ekologi yang rusak,” ujarnya.
Tanggapan Anggota Komisi IV DPR RI
Anggota Komisi IV DPR RI, Luluk Nur Hamidah mengatakan ada prinsip-prinsip yang seharusnya ada di dalam UU Cipta Kerja agar tidak berdampak kepada lingkungan hidup dan masyarakat.
Pertama, prinsip keadilan dalam satu generasi.
Menurutnya, keadilan dalam satu generasi yang ditujukan pada mereka yang hidup hari ini, tetapi keadilan antargenerasi itu juga harus ada.
Kedua, prinsip kehati-hatian harus ada di dalam UU Cipta Kerja untuk mencegah kerusakan atau dampak apa pun.
"Sekiranya menimbulkan kerusakan pada lingkungan, masyarakat, ekologi dan ekonomi dan masa depan generasi," lanjutnya.
Legislator PKB itu menegaskan para pelaku pencemaran wajib membayar akibat dari perbuatannya.