Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Wakil Ketua KPK Langgar Kode Etik, Febri Diansyah: Dewas Sebenarnya Punya Pilihan Sanksi Berat Lain

Pendiri firma hukum Visi Integritas itu pun mengatakan bahwa tidak ada yang bisa diharapkan dari kondisi KPK saat ini.

Tribunnews/Irwan Rismawan
Febri Diansyah, saat masih menjabat sebagai Kepala Biro Humas KPK, berpose usai wawancara khusus dengan Tribunnews.com di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/12/2019). Terkait sanksi ringan yang dijatuhkan pada pimpinan KPK yang terbukti melanggar kode etik, pendiri firma hukum Visi Integritas itu mengatakan bahwa tidak ada yang bisa diharapkan dari kondisi KPK saat ini. 

Diketahui, isi Pasal 10 ayat (4) Peraturan Dewas No.2 Tahun 2020 mencakup dua sanksi berat yang bisa dijatuhkan kepada Dewan Pengawas dan Pimpinan yang melanggar kode etik.

Sanksi Berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c bagi Dewan Pengawas dan Pimpinan terdiri atas:

a. pemotongan gaji pokok sebesar 40% (empat puluh persen) selama 12 (dua belas) bulan;
b. diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai Dewan Pengawas dan Pimpinan.

"Dewan Pengawas KPK sebenarnya punya pilihan menjatuhkan SANKSI BERAT lain seperti diatur di Pasal 10 ayat (4) Peraturan Dewas No.2 Tahun 2020, yaitu: meminta Pimpinan mundur dari KPK Tp itu tidak dilakukan.." lanjut Febri, dalam cuitannya.

Baca juga: 4 Fakta OTT di Probolinggo: Dugaan Jual-beli Jabatan, Bupati Terjaring, Partai Nasdem Angkat Bicara

Baca juga: Jangan Lakukan Ini Jika Tak Ingin Gugur Jadi Peserta CPNS 2021, Berikut Tata Tertib Tes SKD

Baca juga: Ibaratkan KPK Kini Seperti Dinosaurus, Abraham Samad: Sekarang KPK Sudah Mulai Runtuh

Selanjutnya, Pendiri firma hukum Visi Integritas itu pun mengatakan bahwa tidak ada yang bisa diharapkan dari kondisi KPK saat ini.

Bahkan menurutnya, Dewan Pengawas KPK yang tujuannya dibentuk untuk memperkuat KPK tidak menjalankan fungsi sebagaimana mestinya.

Ia pun menyinggung kasus pelanggaran kode etik Ketua KPK Firli Bahuri yang naik helikopter saat melakukan kunjungan kerja ke Baturaja, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan.

Kasus tersebut diketahui memunculkan dugaan gaya hidup mewah sang Ketua KPK.

Namun, terkait kasus helikopter, Ketua KPK hanya diberi sanksi ringan.

Menurut Febri Diansyah, hal ini tidak adil, terlebih mengingat polemik kasus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) para pegawai KPK yang jelas melanggar aturan dinilai tidak memiliki bukti yang cukup untuk disebut pelanggaran kode etik.

"Tapi apa lagi yg bisa diharapkan pd KPK saat ini, termasuk Dewas yg katanya dibuat utk memperkuat KPK. Dulu saat Ketua KPK terbukti melanggar etik naik helikopter jg dihukum ringan.. Sementara kebijakan TWK yg jelas2 melanggar aturan dkatakan tdk cukup bukti pelanggaran etik." kata Febri Diansyah.

Melihat ringannya sanksi yang dijatuhkan kepada pimpinan KPK yang terbukti melanggar kode etik, Febri pun mengungkapkan, bahwa tujuan Dewas KPK dibentuk sejak awal masih diragukan untuk memberlakukan standar yang kuat dan menjaga integritas KPK.

Ia menilai Dewas KPK tidak bisa memutuskan untuk memberhentikan atau meminta pimpinan KPK diberhentikan jika terbukti melanggar kode etik.

"Dari Peraturan Dewas ini saya berpikir, sejak awal Dewas mmg diragukan niatnya menerapkan standar yg kuat menjaga Integritas KPK. Terlihat dr pengaturan sanksi yg ringan utk Pimpinan, sekalipun pelanggaran berat. Dewas jg tdk bs berhentikan atau meminta Pimpinan diberhentikan," lanjutnya.

Febri Diansyah pun menceritakan, dulu ketika pimpinan KPK melanggar kode etik, dibentuklah Komite Etik KPK yang komposisinya dominan eksternal dari unsur tokoh masyarakat.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved