Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Wakil Ketua KPK Langgar Kode Etik, Febri Diansyah: Dewas Sebenarnya Punya Pilihan Sanksi Berat Lain

Pendiri firma hukum Visi Integritas itu pun mengatakan bahwa tidak ada yang bisa diharapkan dari kondisi KPK saat ini.

Tribunnews/Irwan Rismawan
Febri Diansyah, saat masih menjabat sebagai Kepala Biro Humas KPK, berpose usai wawancara khusus dengan Tribunnews.com di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/12/2019). Terkait sanksi ringan yang dijatuhkan pada pimpinan KPK yang terbukti melanggar kode etik, pendiri firma hukum Visi Integritas itu mengatakan bahwa tidak ada yang bisa diharapkan dari kondisi KPK saat ini. 

TRIBUNTERNATE.COM - Mantan Kepala Biro Hubungan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menanggapi sanksi yang dijatuhkan Dewan Pengawas (Dewas) KPK) kepada Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.

Melalui sebuat utas cuitan yang diunggah pada Senin (30/8/2021), Febri Diansyah menyoroti ringannya sanksi berupa pemotongan gaji sebesar 40 persen dari gaji pokok yang diterima Lili Pintauli Siregar.

Dalam cuitan pertama, Febri Diansyah menyebut bukti pelanggaran kode etik pimpinan KPK.

Pertama, pimpinan KPK menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi.

Dan kedua, pimpinan KPK berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya ditangani oleh KPK.

Kemudian, ia menyebut bahwa sanksi yang dijatuhkan kepada Wakil Ketua KPK berupa pemotongan gaji sebesar 40 persen dari gaji pokok sebagai hal yang menyedihkan.

Padahal, total gaji per bulan yang diterima pimpinan KPK tersebut berjumlah lebih dari Rp80 juta.

"Pimpinan KPK terbukti melanggar Etik:

1. Menyalahgunakan pengaruh utk kepentingan pribadi;

2. Berhubungan langsung dg pihak yg perkaranya ditangani KPK

Tapi hanya dihukum potong gaji Rp1,85 juta/bulan (40% gapok) dari total penerimaan lebih dari Rp80juta/bulan. Menyedihkan.." tulis Febri Diansyah.

Baca juga: Juliari Batubara Cuma Dituntut 11 Tahun Penjara, Ini Tanggapan Febri Diansyah dan Giri Suprapdiono

Baca juga: Ada Usulan Rumah Sakit Covid-19 Khusus Pejabat, Febri Diansyah: Ide Paling Brilian dalam 100 Tahun

Dalam lanjutan utasnya, Febri Diansyah mengatakan sebenarnya Dewan Pengawas KPK memiliki pilihan untuk menjatuhkan sanksi yang berat lainnya.

Hal ini sesuai dengan Pasal 10 ayat (4) Peraturan Dewas No.2 Tahun 2020.

Yakni, meminta pimpinan yang terbukti melanggar kode etik untuk mundur dari KPK.

Namun, Febri Diansyah menyayangkan pilihan tersebut tidak diambil oleh Dewas KPK.

Diketahui, isi Pasal 10 ayat (4) Peraturan Dewas No.2 Tahun 2020 mencakup dua sanksi berat yang bisa dijatuhkan kepada Dewan Pengawas dan Pimpinan yang melanggar kode etik.

Sanksi Berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c bagi Dewan Pengawas dan Pimpinan terdiri atas:

a. pemotongan gaji pokok sebesar 40% (empat puluh persen) selama 12 (dua belas) bulan;
b. diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai Dewan Pengawas dan Pimpinan.

"Dewan Pengawas KPK sebenarnya punya pilihan menjatuhkan SANKSI BERAT lain seperti diatur di Pasal 10 ayat (4) Peraturan Dewas No.2 Tahun 2020, yaitu: meminta Pimpinan mundur dari KPK Tp itu tidak dilakukan.." lanjut Febri, dalam cuitannya.

Baca juga: 4 Fakta OTT di Probolinggo: Dugaan Jual-beli Jabatan, Bupati Terjaring, Partai Nasdem Angkat Bicara

Baca juga: Jangan Lakukan Ini Jika Tak Ingin Gugur Jadi Peserta CPNS 2021, Berikut Tata Tertib Tes SKD

Baca juga: Ibaratkan KPK Kini Seperti Dinosaurus, Abraham Samad: Sekarang KPK Sudah Mulai Runtuh

Selanjutnya, Pendiri firma hukum Visi Integritas itu pun mengatakan bahwa tidak ada yang bisa diharapkan dari kondisi KPK saat ini.

Bahkan menurutnya, Dewan Pengawas KPK yang tujuannya dibentuk untuk memperkuat KPK tidak menjalankan fungsi sebagaimana mestinya.

Ia pun menyinggung kasus pelanggaran kode etik Ketua KPK Firli Bahuri yang naik helikopter saat melakukan kunjungan kerja ke Baturaja, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan.

Kasus tersebut diketahui memunculkan dugaan gaya hidup mewah sang Ketua KPK.

Namun, terkait kasus helikopter, Ketua KPK hanya diberi sanksi ringan.

Menurut Febri Diansyah, hal ini tidak adil, terlebih mengingat polemik kasus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) para pegawai KPK yang jelas melanggar aturan dinilai tidak memiliki bukti yang cukup untuk disebut pelanggaran kode etik.

"Tapi apa lagi yg bisa diharapkan pd KPK saat ini, termasuk Dewas yg katanya dibuat utk memperkuat KPK. Dulu saat Ketua KPK terbukti melanggar etik naik helikopter jg dihukum ringan.. Sementara kebijakan TWK yg jelas2 melanggar aturan dkatakan tdk cukup bukti pelanggaran etik." kata Febri Diansyah.

Melihat ringannya sanksi yang dijatuhkan kepada pimpinan KPK yang terbukti melanggar kode etik, Febri pun mengungkapkan, bahwa tujuan Dewas KPK dibentuk sejak awal masih diragukan untuk memberlakukan standar yang kuat dan menjaga integritas KPK.

Ia menilai Dewas KPK tidak bisa memutuskan untuk memberhentikan atau meminta pimpinan KPK diberhentikan jika terbukti melanggar kode etik.

"Dari Peraturan Dewas ini saya berpikir, sejak awal Dewas mmg diragukan niatnya menerapkan standar yg kuat menjaga Integritas KPK. Terlihat dr pengaturan sanksi yg ringan utk Pimpinan, sekalipun pelanggaran berat. Dewas jg tdk bs berhentikan atau meminta Pimpinan diberhentikan," lanjutnya.

Febri Diansyah pun menceritakan, dulu ketika pimpinan KPK melanggar kode etik, dibentuklah Komite Etik KPK yang komposisinya dominan eksternal dari unsur tokoh masyarakat.

Saat itu, sanksi yang dijatuhkan untuk pimpinan KPK diatur lebih berat dibandingkan untuk para pegawai.

Namun, Febri menegaskan, saat ini pengawasan terhadap KPK semakin lemah meski Dewan Pengawas KPK sudah dibentuk.

"Sebelum ada Dewas, dulu jk Pimpinan KPK melanggar etik maka dbentuk Komite Etik KPK. Komposisinya dominan eksternal dr unsur tokoh masyarakat. Sanksi untuk Pimpinan bahkan diatur lebih berat dibanding Pegawai. Tp sekarang, justru pengawasan semakin melemah skalipun ada Dewas," pungkas Febri dalam utas cuitannya, per artikel ini ditulis pada Senin (30/8/2021) pukul 15.06 WIB.

Terbukti Langgar Kode Etik, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar Hanya Dijatuhi Sanksi Potong Gaji 40 Persen

Diberitakan Kompas.com, Dewan Pengawas KPK menyatakan, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar terbukti melakukan pelanggaran etik.

Lili terbukti melakukan komunikasi dengan pihak yang beperkara di KPK, yakni Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial, terkait dugaan suap lelang jabatan.

“Mengadili, terperiksa Lili Pintauli Siregar bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku selaku pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK yang diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) Huruf b dan a Peraturan Dewan Pengawas Nomor 02 Tahun 2020 tentang penegakan kode etik dan pedoman perilaku KPK,” ujar Ketua Dewas Tumpak Panggabean dalam konferensi pers, Senin (30/8/2021).

“Menghukum terperiksa dengan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan,” ucap dia.

Adapun hal-hal yang meringankan putusan terhadap Lili yakni mengakui perbuatannya dan tidak pernah dijatuhi sanksi etik sebelumnya.

Sedangkan yang memberatkan yakni Lili tidak menunjukkan penyesalan atas perbuatannya dan, selaku pimpinan KPK, Lili seharusnya menjadi contoh dan teladan dalam pemeriksaan di KPK, tetapi justru melakukan sebaliknya.

Adapun laporan pelanggaran etik terhadap Lili Pintauli dilayangkan oleh mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko dan dua penyidik KPK, yaitu Novel Baswedan dan Rizka Anungnata.

(TribunTernate.com/Rizki A.) (Kompas.com/Irfan Kamil)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved