Fakta-fakta Kasus Dugaan Pelecehan Seksual di KPI, Pengakuan Korban hingga Tanggapan Komnas HAM
Kasus dugaan pelecehan seksual terjadi di lingkungan kerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat.
Dalam rilis yang disebarkan MS, diketahui ada 7 nama terduga pelaku yang keseluruhannya berjenis kelamin pria.
Mereka adalah, RM alias O (Divisi Humas bagian Protokol di KPI Pusat); TS dan SG (Divisi Visual Data); RT (Divisi Visual Data); FP (Divisi Visual Data); EO (Divisi Visual Data); CL (ex Divisi Visdat, sekarang divisi Humas Bagian Desain Grafis); TK (Divisi Visual Data).
Baca juga: Akhirnya Buka Suara, Gofar Hilman Tak Temukan Bukti Keterlibatannya dalam Kasus Pelecehan Seksual
Baca juga: Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Kepsek di Bima terhadap Muridnya, 20 Murid Mengaku Jadi Korban
5. Tanggapan Komnas HAM
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan memastikan agar proses hukum dugaan pelecehan seksual yang dialami pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berjalan.
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara meminta agar tidak ada pembiaran dari aparat penegak hukum terkait kasus tersebut.
“Kepolisian harus menangani kasus ini. Komnas HAM akan memastikan supaya proses hukumnya berjalan,” terang Beka dihubungi Kompas.com, Kamis (2/9/2021).
Beka menyebut Komnas HAM sudah mengindikasikan adanya tindakan pidana dalam perundungan dan kekerasan seksual yang dialami pegawai KPI Pusat berinisial MS.
Saat ini pihaknya sedang mendalami sikap dan kebijakan dari KPI dan kepolisian terkait perkara tersebut.
“Karena sudah bertahun-tahun terjadi tetapi tidak ada tindakan atau penanganan yang berarti,” kata dia.
Beka menegaskan bahwa indikasi pelanggaran HAM dapat terjadi pada penanganan perkara ini jika diketahui adanya pembiaran dari kedua lembaga tersebut.
“Tapi harus dipastikan dulu dari proses permintaan keterangan dan lain sebagainya,” jelas dia.
Beka menyebut bahwa aduan kekerasan seksual tidak banyak diterima Komnas HAM. Namun ia percaya perkara yang dialami MS merupakan fenomena puncak gunung es.
Sebab banyak korban atau keluarga korban pelecehan seksual yang tidak berani melapor ke aparat penegak hukum.
“Hanya sedikit yang berani speak up. Latar belakangnya banyak, misal dianggap aib, ketidakpercayaan kepada institusi hukum, dan trauma berkepanjangan,” imbuh dia.
(TribunTernate.com, Tribunnews.com, Kompas.com)