Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Fadli Zon Usul Densus 88 Dibubarkan, Polri: Kita Tidak Mendengarkan Hal-hal Tersebut

Kombes Ahmad Ramadhan menegaskan, Polri tidak akan mendengar usulan tersebut dan tetap akan bekerja untuk melakukan pemberantasan terorisme.

KOMPAS.com / ANDREAS LUKAS ALTOBELI
ILUSTRASI Petugas Densus 88 Antiteror Polri. 

Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Kompolnas mengaku kaget karena Fadli Zon meminta Densus 88 Antiteror Polri untuk bisa dibubarkan oleh negara.

Kompolnas menilai, pernyataan anak buah Prabowo Subianto ini tidak berdasar.

"Kami sangat kaget, heran dan menyayangkan statement anggota DPR RI, Bapak Fadli Zon, yang menyatakan Densus 88 sebaiknya dibubarkan karena Islamofobia dan menjadikan teroris sebagai komoditi," kata Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti saat dikonfirmasi, Kamis (7/10/2021).

Kompolnas, kata Poengky, mengapresiasi kinerja Densus 88 yang efektif dan profesional dalam memberantas terorisme.

Bahkan dengan prestasinya, Densus 88 dikenal sebagai detasemen anti teror terbaik di dunia.

"Bagi kami, statement tersebut sangat tidak berdasar. Tidak didukung data, tidak didukung penelitian, dan ahistoris. Apalagi Bapak Fadli Zon tidak masuk dalam komisi yang menjadi mitra atau pengawas Polri," jelasnya.

Di sisi lain, Poengky mengaku heran biasanya narasi pembubaran Densus 88 diungkapkan oleh kelompok teroris atau radikal.

"Selama ini narasi-narasi yang menyatakan Densus 88 harus dibubarkan adalah narasi-narasi dari kelompok teroris dan kelompok radikal, sehingga menyesatkan dan sangat berbahaya jika seorang anggota dewan mendukung narasi tersebut," tukasnya.

Pengamat: Saya Melihat Narasi Islamofobia yang Digulirkan itu Sangat Berbahaya

Sementara itu, pengamat sosial politik yang juga Koordinator Jaringan Muslim Madani (JMM), Syukron Jamal menilai usul pembubaran Densus 88 dengan narasi islamofobia di tengah masyarakat saat ini sangat berbahaya. 

Hal itu juga menggambarkan penilaian yang sempit tentang dinamika gerakan sosial terkait penyebaran paham radikal yang sudah berkembang sedemikian rupa.

“Saya melihat narasi islamofobia yang digulirkan itu sangat berbahaya. Kita negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia yang menganut demokrasi. Menggulirkan isu islamophobia dalam penanganan aksi terorisme oleh Densus 88 menggambarkan bagaimana yang bersangkutan tidak memahami dan sekaligus menafikan karakteristik mayoritas masyarakat muslim Indonesia yang ramah, toleran dan anti-kekerasan,” kata Syukron, dalam keterangannya, Rabu (6/10/2021).

Baca juga: 57 Pegawai KPK yang Dipecat Beri Sinyal Bersedia Tanggapi Tawaran Kapolri: Asal di Dittipikor

Baca juga: Rektor UI Diizinkan Rangkap Jabatan, Mardani Ali Sera hingga Fadli Zon Layangkan Kritik Pedas

Baca juga: Wacana Presiden 3 Periode, Fadli Zon: Dua Periode Sudah Benar, Fahri Hamzah: Apa Tak Ada Karir Baru?

“Tidak ada islam itu mengajarkan kekerasan, radikalisme dan terorisme. Justru paham dan gerakan-gerakan tersebut justru yang merusak citra Islam sebagai agama rahmatan lil alamin. Upaya memerangi paham dan kelompok-kelompok tersebut justru harus kita dukung bersama bukan sebaliknya,” tambahnya.

Syukron menegaskan bahwa narasi yang digulirkan seolah-olah Densus 88 islamofobia sangat berbahaya dan berpotensi memecah belah bangsa Indonesia yang majemuk. 

“Janganlah dibuat narasi aparat dalam hal ini Densus 88 seolah-olah membenci dan memerangi salah satu agama, bahaya itu,” tegasnya.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved