Wajah Politisi di Jajaran Pengurus PBNU yang Baru, Pengamat: NU Lebih Tepat Jadi Kekuatan Inklusif
Menurut pengamat politik Septa Dinata, dengan mengakomodasi politisi dari berbagai macam warna bendera, membuat kekuatan NU lebih besar.
TRIBUNTERNATE.COM - Pengamat Politik Universitas Paramadina, Septa Dinata, menanggapi adanya sejumlah wajah politisi di jajaran kepengurusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masa khidmat 2022-2027.
Diketahui, susunan pengurus PBNU periode 2022-2027 telah diumumkan melalui konferensi pers pada Rabu (12/1/2022) lalu.
Ada hal yang menarik dalam susunan kepengurusan PBNU yang baru ini.
Sejumlah nama menarik perhatian lantaran merupakan kader partai, di antaranya Nusron Wahid selaku Waketum PBNU yang merupakan politisi Partai Golkar, Mardani Maming selaku Bendum PBNU yang merupakan politisi PDIP, dan Nasyirul Falah Amru selaku Ketua Tanfidziyah PBNU yang juga politisi PDIP.
Septa Dinata melihat bahwa apa yang terjadi merupakan wujud konsistensi dengan pendirian Ketum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf untuk menjadikan NU rumah bagi semua.
“Sepintas memang bertolak belakang dengan misi Gus Yahya untuk menjaga NU dari politik praktis. Tapi jika dilihat lebih jauh, ini bagian dari strategi agar NU tidak lagi dikooptasi oleh PKB,” ujar Septa dalam siaran pers yang diterima, Kamis (13/1/2022).
Baca juga: Merasa Kemiskinannya Dimanfaatkan, Warga Temanggung Kembalikan Bantuan dari Ganjar Pranowo
Baca juga: OTT Bupati Abdul Gafur Masud, KPK Turut Amankan Sejumlah ASN Pemkab Penajam Paser Utara, Kaltim
Baca juga: Ruhut Sitompul: Dosen UNJ yang Laporkan Gibran dan Kaesang Bisa Terancam Hukuman 7 Tahun Penjara
Septa menilai strategi ini merupakan langkah cerdas.
Menurut dia, dengan mengakomodasi politisi dari berbagai macam warna bendera, membuat kekuatan NU lebih besar.
“Strategi ini akan membuat kekuatan NU tersebar di mana-mana. Di sisi lain juga tidak realistis bagi NU untuk tidak mengakomodir politisi di kepengurusannya,” kata Septa.
Lebih dari itu dia menilai NU lebih tepat menjadi kekuatan inklusif ketimbang eksklusif.
“NU lebih tepat menjadi kekuatan inklusif seperti garam yang ada rasanya, tapi tidak kelihatan dan menggarami semua aspek politik," kata dia.
Jika menjadi kekuatan eksklusif, menurut Septa, NU justru menjadi kecil.
"Ya jadinya sebanyak suara PKB itu. Ibarat raksasa besar yang selama ini dipaksa pakai baju kecil, yaitu PKB. Pasti akan robek,” kata Septa.
Namun, menurut Septa, yang perlu menjadi catatan adalah posisi sekretaris jenderal yang diisi oleh Saifullah Yusuf yang merupakan kepala daerah aktif.
“Gus Ipul itu kan wali kota. Aktivitasnya banyak di daerah. Ini mesti diantisipasi,” tandas dia.
Baca juga: Pertama Kali dalam Sejarah, 11 Perempuan di Susunan PBNU Masa Khidmat 2022-2027, Ini Profil Mereka
Baca juga: Kasus Sesajen Ditendang di Gunung Semeru Naik ke Penyidikan, Pelaku Masih Diburu