Terkini Internasional
Laporan PBB: Korea Utara Masih Terus Mengembangkan Nuklir dan Rudal Balistik
Diketahui, Korea Utara telah lama dilarang melakukan uji coba nuklir dan peluncuran rudal balistik oleh Dewan Keamanan PBB.
TRIBUNTERNATE.COM - Sebuah laporan rahasia Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada Sabtu (5/2/2022) menyebut, Korea Utara terus mengembangkan program nuklir dan rudal balistiknya selama setahun terakhir.
Selain itu, serangan siber pada pertukaran mata uang kripto menjadi sumber pendapatan penting bagi Pyongyang.
Laporan tahunan oleh yang dibuat oleh pemantau sanksi independen ini diserahkan pada Jumat (4/2/2022) malam kepada komite sanksi Korea Utara Dewan Keamanan PBB.
“Meskipun tidak ada uji coba nuklir atau peluncuran ICBM (rudal balistik antarbenua) yang dilaporkan, DPRK (Democratic People's Republic of Korea) terus mengembangkan kemampuannya untuk produksi bahan fisil nuklir,” tulis para ahli dalam laporan tersebut, sebagaimana dikutip dari Al Jazeera.
Korea Utara, yang secara resmi dikenal sebagai Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK), telah lama dilarang melakukan uji coba nuklir dan peluncuran rudal balistik oleh Dewan Keamanan PBB.
“Pemeliharaan dan pengembangan infrastruktur nuklir dan rudal balistik DPRK terus berlanjut, dan DPRK terus mencari materi, teknologi, dan pengetahuan untuk program-program ini di luar negeri, termasuk melalui sarana dunia maya dan penelitian ilmiah bersama,” kata laporan itu.

Sejak 2006, Korea Utara telah dikenai sanksi PBB, yang diperkuat oleh Dewan Keamanan selama bertahun-tahun terkait upaya menargetkan pendanaan untuk program nuklir dan rudal balistik Pyongyang.
Pemantau sanksi mencatat bahwa telah terjadi "percepatan yang sudah ditandai" dari adanya pengujian rudal oleh Pyongyang.
Amerika Serikat dan sejumlah negara lainnya mengatakan pada Jumat lalu bahwa Korea Utara telah melakukan sembilan peluncuran rudal balistik pada Januari 2020.
Angka tersebut menjadi jumlah bulanan terbesar dalam sejarah senjata pemusnah massal dan program rudal di negara itu.
“DPRK menunjukkan peningkatan kemampuan untuk peluncuran rudal secara cepat, mobilitas luas (termasuk di laut), dan peningkatan ketahanan pasukan misilnya,” kata pemantau sanksi.
Sementara itu, misi PBB Korea Utara di New York belum menanggapi permintaan komentar Al Jazeera terkait laporan ini.
Baca juga: Selama Peringatan Hari Kematian Kim Jong Il, Warga Korea Utara Dilarang untuk Tertawa
Baca juga: Antisipasi Serangan Korea Utara, Korea Selatan Kembangkan Sistem Pertahanan Mirip Iron Dome Israel
Baca juga: Sempat Menolak Vaksin AstraZeneca, Kini Korea Utara Tolak 3 Juta Dosis Vaksin Covid-19 Sinovac
Serangan siber, perdagangan gelap
Para pemantau sanksi Korea Utara juga mengatakan, “Serangan siber, khususnya pada aset mata uang kripto, menjadi sumber pendapatan penting” bagi Korea Utara.
Selain itu, mereka telah menerima informasi bahwa peretas Korea Utara terus membidik lembaga keuangan, perusahaan mata uang kripto, dan bursa, sebagai targetnya.
“Menurut negara anggota, pelaku siber DPRK mencuri lebih dari 50 juta dolar AS antara tahun 2020 dan pertengahan 2021 dari setidaknya tiga pertukaran mata uang kripto di Amerika Utara, Eropa, dan Asia,” kata laporan itu.
Pemantau sanksi juga mengutip laporan bulan lalu oleh perusahaan keamanan siber Chainalysis yang mengatakan, Korea Utara meluncurkan setidaknya tujuh serangan terhadap platform cryptocurrency yang mengekstraksi aset digital senilai hampir 400 juta dolar AS tahun lalu.
Pada 2019, pemantau sanksi PBB melaporkan bahwa Korea Utara telah mendapatkan sekitar 2 miliar dolar AS untuk program senjata pemusnah massalnya dengan menggunakan serangan siber yang meluas dan semakin canggih.
Laporan terbaru mengatakan, blokade ketat Korea Utara sebagai respon terhadap pandemi Covid-19 juga bermakna “perdagangan gelap, termasuk barang-barang mewah, sebagian besar telah berhenti.”
Selama bertahun-tahun, Dewan Keamanan PBB telah melarang ekspor Korea Utara, termasuk batu bara, besi, timah, tekstil, dan makanan laut, dan membatasi impor minyak mentah dan produk minyak olahan.
“Meskipun ekspor maritim dari DPRK untuk batubara meningkat pada paruh kedua tahun 2021, angkanya masih pada tingkat yang relatif rendah,” kata para pemantau sanksi.
“Jumlah impor gelap minyak sulingan meningkat tajam pada periode yang sama, tetapi pada tingkat yang jauh lebih rendah daripada tahun-tahun sebelumnya,” kata laporan itu.
Baca juga: Punya Hobi Mahal dan Mobil Jeep Wrangler Rubicon, Natalius Pigai Ungkap Alasannya Suka Barang Mewah
Baca juga: Anaknya Jadi Bupati Kediri di Usia 28 Tahun, Pramono Anung Mengaku Takut Putranya Terlibat Korupsi
Baca juga: Pengamat: Duet Ganjar Pranowo-Puan Maharani akan Sulit Menang di Pilpres 2024
“Pengiriman langsung oleh kapal tanker non-DPRK ke DPRK telah dihentikan, kemungkinan sebagai respon atas pencegahan Covid-19. Dan sebagai gantinya, hanya kapal tanker DPRK yang mengirimkan minyak.”
Situasi kemanusiaan Korea Utara pun “terus memburuk,” kata laporan itu.
Para pemantau mengatakan, kondisi itu mungkin karena pembatasan Covid-19, tetapi kurangnya informasi dari Korea Utara menyebabkan sulitnya menentukan berapa banyak sanksi PBB yang secara tidak sengaja merugikan warga sipil.
Sumber: Al Jazeera
(TribunTernate.com/Rizki A.)