MA Beri Diskon Hukuman Edhy Prabowo 4 Tahun, Febri Diansyah: Saya pun Termasuk yang Kecewa
Menurut hakim, Edhy Prabowo dianggap telah bekerja dengan baik sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.
TRIBUNTERNATE.COM - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang terjerat kasus dugaan suap izin budidaya dan izin ekspor benih lobster (benur) mendapat diskon hukuman sebanyak empat tahun.
Mahkamah Agung (MA) memangkas hukuman Edhy Prabowo, dari sembilan tahun penjara menjadi lima tahun penjara pada tingkat kasasi.
Sementara di tingkat banding, terdakwa Edhy Prabowo divonis sembilan tahun penjara.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Edhy Prabowo dengan penjara lima tahun dan denda sebesar Rp400 juta," demikian bunyi petikan putusan MA, diwartakan Tribunnews.com, Rabu (9/3/2022).
Tak hanya megurangi pidana kurungan, MA juga mengurangi pencabutan hak politik mantan politikus Partai Gerindra itu, yakni dari tiga tahun menjadi dua tahun.
Hukuman tersebut dihitung setelah Edhy Prabowo menjalani masa kurungan.
Baca juga: Merunut Perjalanan Keputusan Jokowi Memilih Kepala Otorita IKN, Bambang Susantono yang Terpilih
Baca juga: Mendag RI Ungkap Penyebab Harga Minyak Goreng Mahal, DMO Jadi Jurus Baru Pemerintah
Baca juga: Dikenal sebagai Crazy Rich Medan, Keluarga Indra Kenz di Mata Tetangga: Tidak Pernah Sapa Orang
Dalam pertimbangannya, hakim beralasan pengurangan hukuman Edhy Prabowo dilakukan karena hakim di tingkat banding tidak mempertimbangkan keadaan yang meringankan Edhy Prabowo.
Menurut hakim, Edhy Prabowo dianggap telah bekerja dengan baik sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.
Dia memberikan harapan bagi nelayan untuk memanfaatkan benih lobster sebagai sumber ekonomi bagi masyarakat, khususnya nelayan.
"Terdakwa sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan sudah bekerja dengan baik dan memberikan harapan kepada nelayan," tulis putusan tersebut.
Putusan kasasi dibacakan pada Senin (7/3/2022).
Susunan hakimnya antara lain Sofyan Sitompul, Gazalba Saleh, dan Sinintha Yuliansih Sibarani.
Febri Diansyah: Saya Termasuk yang Kecewa
Diskon hukuman dari MA yang diterima oleh Edhy Prabowo mendapat tanggapan dari pegiat antikorupsi sekaligus mantan Kepala Biro Hubungan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah.
Hal ini diketahui dari sebuah cuitan di akun Twitter-nya, @febridiansyah, pada Kamis (10/3/2022) hari ini.
Dalam cuitannya, Febri Diansyah me-retweet dengan komentar, sebuah artikel berita online yang berjudul Ternyata Vonis Edhy Prabowo yang Disunat Sama dengan Tuntutan KPK.
Kemudian, Febri Diansyah menyoroti hukuman Edhy Prabowo pasca-diskon ternyata sama dengan tuntutan KPK.
Menurut Febri Diansyah, tentu banyak pihak yang terkejut dengan putusan MA yang dinilai rendah tersebut.
Apalagi, putusan itu sama dengan tuntutan KPK yang sejak awal menuntut hukuman lima tahun penjara terhadap Edhy Prabowo.
Febri Diansyah pun mengaku bahwa dirinya termasuk dalam pihak yang kecewa dengan putusan tersebut.
Baca juga: Kasus Suap Benur, Edhy Prabowo Divonis 5 Tahun Penjara: Saya Sedih, Saya Mau Pikir-pikir
Baca juga: Baca Pleidoi Kasus Ekspor Benur, Edhy Prabowo Minta Maaf pada Joko Widodo dan Prabowo Subianto

ICW Sebut Alasan Hakim MA Beri Diskon Hukuman Edhy Prabowo Absurd
Alasan MA memberi diskon hukuman Edhy Prabowo karena telah bekerja dengan baik saat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan dinilai sebagai absurditas oleh Indonesia Corruption Watch (ICW)
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, jika Edhy Prabowo berbuat baik maka tidak bakal ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"ICW melihat hal meringankan yang dijadikan alasan Mahkamah Agung untuk mengurangi hukuman Edhy Prabowo benar-benar absurd. Sebab, jika ia sudah baik bekerja dan telah memberi harapan kepada masyarakat tentu Edhy tidak diproses hukum oleh KPK," kata Kurnia dalam keterangannya sebagaiman diberitakan Tribunnews.com, Rabu (9/3/2022).
Kurnia mengingatkan bahwasanya Edhy Prabowo adalah seorang pelaku tindak pidana korupsi.
Edhy Prabowo telah memanfaatkan jabatannya untuk meraup keuntungan secara melawan hukum.
Oleh karena itu, dia ditangkap dan divonis dengan sejumlah pemidanaan, mulai dari penjara, denda, uang pengganti, dan pencabutan hak politik.
"Lagi pun, majelis hakim seolah mengabaikan ketentuan Pasal 52 KUHP yang menegaskan pemberatan pidana bagi seorang pejabat tatkala melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya," katanya.
"Regulasi itu secara spesifik menyebutkan penambahan hukuman sepertiga, bukan justru dikurangi," lanjut Kurnia.
Kurnia juga bingung dengan pertimbangan majelis kasasi yang menyebut Edhy Prabowo telah memberi harapan kepada masyarakat.
"Sedangkan pada waktu yang sama, Edhy melakukan praktik korupsi di tengah kesengsaraan masyarakat akibat pandemi Covid-19," katanya.
Hukuman 5 tahun tersebut, ujar Kurnia, kemudian menjadi sangat janggal.
Sebab, hanya 6 bulan lebih berat jika dibandingkan dengan staf pribadi Edhy, Amiril Mukminin.
Terlebih, dengan kejahatan korupsi yang Edhy lakukan, mantan politikus Partai Gerindra itu juga melanggar sumpah jabatannya sendiri.
Kurnia menyebutkan bahwa salah dua ciri korupsi dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa adalah karena dampak viktimisasinya sangat luas dan merupakan perbuatan tercela serta dikutuk oleh masyarakat.
"Tentu dengan dasar ini, masyarakat sangat mudah untuk melihat betapa absurdnya putusan kasasi MA terhadap Edhy," katanya.
Kurnia khawatir pemotongan hukuman oleh MA ini menjadi multivitamin sekaligus penyemangat bagi pejabat yang ingin melakukan praktik korupsi.
"Sebab, mereka melihat secara langsung bagaimana putusan lembaga kekuasaan kehakiman jarang memberikan efek jera," ujar Kurnia.
(TribunTernate.com/Rizki A.) (Tribunnews.com)