Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Konflik Rusia vs Ukraina

Sadap Telepon Tentara Rusia, Terekam Seorang Prajurit Curhat ke Neneknya Ingin Kabur dari Ukraina

Isi percakapan yang berhasil disadap oleh pemerintah Ukraina ialah seorang tentara Rusia menelepon neneknya dan curhat ingin segera pergi dari Ukraina

AFP via BBC
Pemerintah Ukraina baru-baru ini merilis sebuah file rekaman suara. Rekaman suara tersebut berisi percakapan seorang tentara Rusia dengan keluarganya yang ada di rumah. 

TRIBUNTERNATE.COM - Operasi militer spesial Rusia di Ukraina telah genap berlangsung selama satu bulan dan masih terus berlangsung hingga Jumat (25/3/2022).

Pemerintah Rusia sempat menyatakan serangan di Ukraina berlangsung sesuai rencana.

Namun pemerintah Ukraina mengklaim memiliki beragam informasi yang menyatakan bahwa para tentara Rusia telah kehilangan semangat juang dan tewas karena perlawanan tentara Ukraina yang kuat.

Dikutip dari The Sun, Jumat (25/3/2022), pemerintah Ukraina baru-baru ini merilis sebuah file rekaman suara.

Rekaman suara tersebut berisi percakapan seorang tentara Rusia dengan keluarganya yang ada di rumah.

Pemerintah Ukraina mengklaim berhasil menyadap percakapan tentara Rusia tersebut.

Isi percakapan yang berhasil disadap oleh pemerintah Ukraina adalah seorang tentara Rusia menelepon neneknya dan curhat ingin segera pergi dari Ukraina.

Tentara Rusia yang tidak diketahui namanya itu mengira perang akan berakhir dalam waktu dua minggu.

Baca juga: AS Sebut Pasukan Rusia telah Lakukan Kejahatan Perang di Ukraina

Baca juga: Belum Usai Perang Rusia vs Ukraina, Konflik Korea Utara-Korea Selatan Mulai Memanas

Di awal percakapan, terdengar suara seorang perempuan mengucapkan "Tuhan, kapan ini akan berakhir," ujarnya.

Kemudian tentara Rusia tersebut menjawab "Ini menyeramkan nenek," ucapnya.

Tentara Rusia itu lanjut bercerita, seluruh rekannya hancur diserang dan dia tidak tahu mengapa dirinya masih hidup.

"Jujur saja saya mau pergi dari sini sekarang juga dan saya tidak peduli," ucap tentara Rusia tersebut.

"Hal yang terpenting saat ini adalah bertahan di neraka ini. Kami kira semua akan berakhir dalam waktu dua minggu. Kini sudah hampir satu bulan berlalu," kata dia.

Rekaman percakapan ini kemudian disebarluaskan oleh Pemerintah Ukraina.

AS nilai Rusia telah lakukan kejahatan perang di Ukraina

Amerika Serikat (AS) menilai bahwa anggota pasukan Rusia telah melakukan kejahatan perang di Ukraina.

Hal ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Rabu (23/3/2022), dikutip dari Channel News Asia.

Blinken juga menambahkan bahwa kesimpulan Washington ini didasarkan pada "tinjauan cermat" dari informasi yang tersedia dari publik dan sumber intelijen.

Blinken mengatakan ada "banyak laporan kredibel tentang serangan tanpa pandang bulu dan serangan yang sengaja menargetkan warga sipil, serta kekejaman lainnya," oleh pasukan Rusia di Ukraina.

Ia pun merujuk serangan di Kota Mariupol.

Sementara itu, Rusia membantah pihaknya menargetkan warga sipil.

Baca juga: Satu Lagi Jenderal Rusia Tewas di Wilayah Ukraina, Total 4 Jenderal Rusia Gugur, Pukulan bagi Putin?

Empat Jenderal Rusia sudah tewas dalam konflik Rusia dengan Ukraina - Dalam foto: Anggota layanan Ukraina terlihat di lokasi pertempuran dengan kelompok penyerang Rusia di ibukota Ukraina, Kyiv, pada pagi hari 26 Februari 2022, menurut personel layanan Ukraina di tempat kejadian.
Empat Jenderal Rusia sudah tewas dalam konflik Rusia dengan Ukraina - Dalam foto: Anggota layanan Ukraina terlihat di lokasi pertempuran dengan kelompok penyerang Rusia di ibukota Ukraina, Kyiv, pada pagi hari 26 Februari 2022, menurut personel layanan Ukraina di tempat kejadian. (Sergei SUPINSKY / AFP)

Dalam sebuah pernyataan, Blinken mengatakan Amerika Serikat akan terus melacak laporan kejahatan perang yang dilakukan Rusia dan akan berbagi informasi yang dikumpulkannya dengan sekutu dan lembaga internasional.

Pengadilan hukum pada akhirnya akan bertanggung jawab dalam menentukan dugaan kejahatan perang, kata Blinken.

"Kami berkomitmen untuk mengejar akuntabilitas, menggunakan setiap alat yang tersedia, termasuk penuntutan pidana," kata Blinken.

Pekan lalu, Presiden AS Joe Biden menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai "penjahat perang" karena menyerang Ukraina.

Pernyataan Joe Biden ini pun disebut oleh Kementerian Luar Negeri Rusia sebagai pernyataan yang "tidak layak bagi seorang negarawan berpangkat tinggi."

Diketahui, invasi Rusia yang digencarkan mulai Kamis, 24 Februari 2022 lalu ke Ukraina merupakan serangan terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II.

Namun, hingga kini Moskow belum merebut kota terbesar Ukraina.

Pasukan militer Ukraina sedang mengumpulkan roket milik Rusia yang gagal meledak di Kiev/Kyiv, pada Sabtu (26/2/2022).
Pasukan militer Ukraina sedang mengumpulkan roket milik Rusia yang gagal meledak di Kiev/Kyiv, pada Sabtu (26/2/2022). (Sergei Supinsky/AFP)

Baca juga: Presiden Ukraina Sebut Kyiv Hanya Bisa Direbut dengan Cara Membunuh Semua Orang, Tantang Rusia?

Baca juga: Kisah Warga Ukraina yang Bawa Hewan Peliharaan Saat Mengungsi: Kami Tak Bisa Tinggalkan Mereka

Vladimir Putin menyebut serangan ini sebagai "operasi militer khusus" untuk demiliterisasi dan "denazifikasi" negara.

Korban sipil diperkirakan mencapai ribuan orang, sementara PBB memperkirakan lebih dari 3,5 juta orang telah keluar dari Ukraina untuk menyelamatkan diri.

Awal Maret 2022, Penyelidik dari Pengadilan Kriminal Internasional berangkat untuk mulai menyelidiki kemungkinan kejahatan perang di Ukraina.

Washington mengatakan pihaknya menyambut baik keputusan itu, meskipun tidak memiliki tugas kerja sama karena bukan anggota pengadilan.

Beth Van Schaack, Duta Besar Besar untuk Peradilan Pidana Global di Departemen Luar Negeri, mengatakan Washington sedang melihat berbagai kegiatan yang dilakukan pasukan Rusia di Ukraina.

Penghancuran sebuah teater di Mariupol minggu lalu "tampaknya merupakan serangan langsung terhadap (target) warga sipil," katanya.

"Ini sangat jelas ditandai dengan kata 'anak-anak' ... Ini bukan tujuan militer," katanya pada briefing di Departemen Luar Negeri.

Sementara, Rusia telah membantah mengebom teater itu.

Van Schaack mengatakan, bukti seperti sinyal intelijen dan laporan dari orang dalam Rusia dapat digunakan oleh pengadilan untuk menunjukkan bahwa warga sipil sengaja dijadikan sebagai sasaran.

Bukti tersebut disimpan untuk tujuan itu, katanya.

Pakar hukum itu pun mengatakan penuntutan terhadap Vladimir Putin atau pemimpin Rusia lainnya akan menghadapi rintangan tinggi dan bisa memakan waktu bertahun-tahun.

(TribunTernate.com/Qonitah/Rizki A.)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved