DPR Minta Menkes Turun Tangan soal Pemecatan Terawan, Singgung soal Kekurangan Dokter Spesialis
Menurut anggota Komisi IX DPR RI, kejadian pemecatan Dokter Terawan ini dapat merugikan masyarakat.
Video selengkapnya:
3 kontroversi Terawan
Sebelumnya, beredar kabar bahwa Terawan Agus Putranto diberhentikan sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Video rekomendasi pemberhentian yang dibacakan saat sidang khusus Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dalam Muktamar ke-31 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PBDI) di Banda Aceh, beredar luas di media sosial.
Ketua IDI Aceh Safrizal Rahman mengatakan, rekomendasi pemberhentian Terawan dari keanggotaan IDI berdasarkan hasil evaluasi kinerja pengurus sebelumnya.
“Rekomendasi pemberhentian dokter Terawan itu bukan produk baru saat muktamar di Aceh, tapi sudah sama itu dibahas pada saat muktamar lalu,” ujar Safrizal, Sabtu (26/3/2022).
Meski begitu, tidak dijelaskan alasan dan pertimbangan MKEK yang merekomendasikan pemberhentian mantan menteri kesehatan ini dari anggota IDI secara permanen.
Melansir Kompas.com, sosok Terawan sebelumnya sudah beberapa kali membuat kontroversi dengan pernyataan-pernyataannya mulai dari metode cuci otak, vaksin nusantara, dan peraturan mengenai radiologi.
1. Terapi cuci otak
Melansir Kompas.com, 4 April 2018, Terawan mengaku inovasi terapi cuci otak yang dilakukannya dapat menyembuhkan penyakit stroke.
Dalam riset ilmiahnya, dipaparkan bahwa terapi ini menggunakan obat heparin untuk menghancurkan plak yang menyumbat pembuluh darah.
Heparin dimasukkan lewat kateter yang dipasang di pangkal paha pasien, menuju sumber kerusakan pembuluh darah penyebab stroke di otak.
Cairan ini juga menimbulkan efek anti pembekuan di pembuluh darah. Namun, klaim ini telah lama mengundang pro kontra.
Para ahli saraf berpendapat bahwa metode yang dilakukan oleh Terawan tidak dapat mengobati stroke karena hanya alat diagnosis saja.
"Brain wash itu bukan istilah kedokteran. Metode yang digunakan DSA itu alat diagnostik, sama seperti alat rontgen. Jadi bukan untuk terapi," ujar mantan Ketua Umum Perdossi Prof M Hasan Machfoed dalam Seminar Neurointervensi di Jakarta pada 2014.