ICW Tagih Luhut soal Transparansi Big Data Penundaan Pemilu 2024, Singgung soal Pertanggungjawaban
Luhut diminta untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah ia sampaikan. Terlebih, ICW menilai Luhut memegang jabatan penting di Indonesia.
TRIBUNTERNATE.COM - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendatangi kantor Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, untuk menagih transparansi Big Data pengguna internet yang diduga mendukung penundaan Pemilu 2024.
Kurnia Ramadhana, peneliti ICW menyampaikan, ICW telah secara resmi mengirimkan surat permintaan informasi publik kepada Luhutpada Rabu (30/3/2022) hari ini.
"ICW resmi mengirimkan surat permintaan informasi publik kepada saudara Luhut Binsar Pandjaitan, perihal pernyataannya tentang Big Data pengguna internet yang diduga mendukung penundaan pemilu tahun 2024," kata Kurnia dalam wawancaranya yang disiarkan di kanal YouTube KompasTV, Rabu (30/3/2022).
Baca juga: Tanggapi Isu Presiden 3 Periode, Joko Widodo: Kita Harus Taat, Patuh terhadap Konstitusi
Baca juga: Luhut Binsar Pandjaitan Tegaskan Tak Ingin Jadi Presiden RI: Bukan Mimpi Saya, Biar Saja yang Lain
Baca juga: Ragukan Klaim Luhut 110 Juta Warganet Ingin Tunda Pemilu, Ketua PPP: Itu 110 Juta Orang atau Akun?
Selain itu, Kurnia juga menjelaskan mengapa hal ini menjadi perhatian bagi ICW.
Menurutnya, setiap informasi yang disampaikan oleh pejabat publik, dalam hal ini yang disampaikan oleh Luhut, berdasarkan undang-undang keterbukaan, harus mampu dijelaskan.
Selain itu, ICW juga melihat bahwa peraturan perundang-undangan kementerian yang dibawahi oleh Luhut tidak ada yang mengatakan untuk mengatur tentang politik.
"Bagaimana metodologinya, kapan dilakukan, dan untuk apa dilakukan."
"Sebab kami mencermati sejumlah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi tidak terdapat klausula tugas untuk berbicara soal politik," papar Kurnia.
"Sehingga, ini menjadi concern ICW sekaligus masyarakat sipil luas untuk menagih apa yang disampaikan oleh Luhut," ujarnya.
Selain itu, Kurnia juga menyampaikan ketidaksetujuan ICW jika informasi tersebut tidak dapat diibuka kepada publik.
"Kami juga tidak sependapat dengan pernyataan juru bicara Luhut Binsar Pandjaitan yang mengatakan informasi itu tidak dapat dibuka kepada publik," lanjut Kurnia.
Baca juga: Marcus Gideon Jalani Operasi Tulang Tumbuh di Ankle, Minions Mundur dari Dua Turnamen
Baca juga: 3 Eks Ketua MK Tanggapi Rencana Pernikahan Anwar Usman dengan Adik Jokowi, Dinilai Tak Perlu Mundur
Baca juga: Jaksa Agung Sebut Korupsi di Bawah Rp50 Juta Cukup Dikembalikan, Ini Kritik dari Pukat UGM dan ICW
Alasannya, informasi tersebut telah disampaikan kepada publik dan telah menyebar luas di masyarakat.
Oleh karena itu, Luhut diminta untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah ia sampaikan.
Terlebih, ICW menilai Luhut memegang jabatan penting di Indonesia.
"Karena informasi itu secara terang dan bisa didengar oleh masyarakat luas berdasarkan salah satu video di Youtube, yang kita lihat, mestinya ia dapat mempertanggungjawabkan apa yang ia sampaikan."
"Apalagi yang bersangkutan menduduki jabatan struktur penting di republik ini," tegasnya.
Kemudian, ICW juga menilai, tidak ada hal mendesak yang mengharuskan Pemilu 2024 ditunda.
"Sebab kalau kita berbicara soal penundaan pemilu, sudah jelas dalam konstitusi kita, pergantian presiden lima tahun sekali, dan tidak ada urgensi satu pun untuk menunda pemilu tersebut."
ICW pun menanti tanggapan Luhut atas surat permintaan yang telah dikirim olehnya hari ini.
"Kami menunggu jawaban dari Luhut bagaimana tanggapan mereka terkait dengan permintaan informasi publik yang disampaikan oleh ICW," pungkasnya.
Video selengkapnya.
Luhut klaim punya data 110 juta warganet ingin tunda pemilu 2024
Sebelumnya, Luhut mengklaim bahwa dirinya tak mengada-ada soal big data 110 juta warganet yang meminta supaya Pemilu 2024 ditunda.
Ia menepis tudingan sejumlah pihak yang meragukan validitas data tersebut maupun yang menyebut bahwa big data itu tidak benar.
"Ya pasti adalah, masa bohong," kata Luhut usai menghadiri acara Kick-off DEWG Presidensi G-20 2022 di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Selasa (15/3/2022) seperti dikutip dari Kompas.com.
Luhut mengaku, dirinya banyak mendengar aspirasi dari rakyat soal penundaan pemilu.
Dia bilang, masyarakat banyak yang bertanya ke dirinya mengapa harus menghabiskan dana begitu besar untuk pemilu, padahal pandemi virus corona belum selesai.
Tak hanya itu, kepada Luhut, banyak yang menyatakan bahwa kondisi saat ini relatif tenang tanpa pergantian kepemimpinan.
"(Masyarakat bertanya), kenapa mesti kita buru-buru? Kami capek juga dengar istilah kadrun lawan kadrun. Kayak gitu, ya apa istilahnya dulu itulah. Kita mau damai, itu aja sebenarnya," ujar Luhut.
Meski mengeklaim adanya big data soal 110 juta warganet yang menolak pelaksanaan Pemilu 2024, Luhut mengaku tidak pernah memanggil elite partai politik untuk berkonsolidasi membahas ini.
Luhut mengaku paham bahwa upaya menunda pemilu butuh proses yang panjang, perlu persetujuan DPR hingga MPR.
Dia mengklaim bakal menyambut baik jika wacana tersebut terealisasi. Namun, seandainya tidak berjalan, itu pun tak menjadi soal.
"(Kalau) MPR nggak setuju ya berhenti. Ya itulah demokrasi kita, kenapa mesti marah-marah? Ada yang salah?," kata Luhut.
Sebelumnya, dalam wawancara yang diunggah di sebuah akun YouTube, Luhut mengaku memiliki data aspirasi rakyat Indonesia yang ingin Pemilu 2024 ditunda.
Menurut dia, masyarakat ingin kondisi sosial politik yang tenang serta perbaikan kondisi perekonomian nasional.
Luhut mengklaim bahwa terdapat big data yang berisi percakapan 110 juta orang di media sosial mendukung penundaan Pemilu 2024.
Klaim serupa lebih dulu disampaikan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar.
Dia mengatakan, banyak akun di media sosial setuju dengan usulannya agar pelaksanaan Pemilu 2024 ditunda.
Menurut analisis big data perbincangan di media sosial, kata Muhaimin, dari 100 juta subjek akun di medsos, 60 persen di antaranya mendukung penundaan pemilu dan 40 persen menolak.
"Big data mulai jadi referensi kebijakan dalam mengambil keputusan. Pengambilan sikap bergeser dari sebelumnya mengacu pada survei, beralih pada big data," kata Muhaimin dalam keterangannya, Sabtu (26/2/2022).
Baik klaim Luhut maupun Muhaimin itu pun menuai kritik dan validitasnya diragukan banyak pihak.
(TribunTernate.com/Qonitah)