Luhut Tolak Permintaan Mahasiswa UI untuk Beberkan Big Data: Kamu Nggak Berhak Nuntut Saya
Luhut mengatakan, ia beda pendapat dengan para mahasiswa, dan menolak membuka big data itu.
TRIBUNTERNATE.COM - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menolak tuntutan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang memintanya untuk membuka big data terkait penundaan Pemilu 2024.
Pemintaan ini disampaikan oleh mahasiswa UI saat acara aksi protes di Balai Sidang UI, Depok, Selasa (12/4/2022).
Saat itu, mahasiswa mengatakan bahwa mereka sepakat untuk minta transparansi big data kepada Luhut.
Namun, Luhut mengatakan, ia beda pendapat dengan para mahasiswa, dan menolak membuka big data itu.
"Kamu nanti sama istrimu, pacarmu aja bisa beda pendapat. Jadi saya mau bilang, kita itu beda pendapat silakan."
"Kamu pasti beda pendapat, nanti dengan istrimu beda pendapat kalau nikah, tidak harus keberatan," kata Luhut.
Namun, mahasiswa masih terus mendesak Luhut untuk membuka big data.
Mereka mengatakan bahwa Luhut adalah seorang pejabat publik yang harus mempertanggungjawabkan transparansi big data kepada masyarakat.
Baca juga: Pakar Keamanan Siber Tanggapi Klaim Big Data Luhut 110 Juta Warganet Setuju Pemilu 2024 Ditunda
Baca juga: Tambah Jabatan, Luhut Binsar Pandjaitan Kini Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional, Ini Tugasnya
Selain itu, menurut mahasiswa, pernyataan Luhut yang mmengatakan memiliki big data masyarakat yang menginginkan penundaan Pemilu 2024 seakan-akan seperti pejabat publik sedang mengizinkan masa jabatan Presiden menjadi 3 periode.
"Kamu berasumsi. Nggak boleh," tepis Luhut.
"Sudah terjawab. Presiden sudah bilang, pemilu tetap tanggal 14 Februari 2024."
Ketika kembali ditanya apakah pejabat publik mengizinkan penundaan pemilu, Luhut menjawab bahwa ia hanya sekedar menyampaikan bahwa ada data masyarakat yang menginginkan penundaan.
"Tidak. Saya hanya menyampaikan ini ada data begini," papar Luhut.
Namun, mahasiswa tetap bersikeras menginginkan agar Luhut memberikan transparansi big data itu.
"Kalian sepakat tapi kalau saya tidak sepakat boleh, kan? Kita boleh beda pendapat nggak?"
"Dengerin kamu anak muda, kamu enggak berhak nuntut saya."
"Karena saya juga punya hak untuk tidak memberi tahu," tegas Luhut.
Jawaban Luhut itu sontak mendapat tanggapan oleh para mahasiswa yang menganggap dirinya otoriter.
Namun, Luhut kembali menepis pernyataan itu dan mengatakan bahwa dirinya tidak otoriter.
"Kalau otoriter saya enggak samperin kamu," pungkas Luhut.
Video selengkapnya.
Baca juga: Curiga Narsisistik Megalomania, Amien Rais Sarankan Luhut dan Jokowi Periksa ke Psikolog
Baca juga: ICW Tagih Luhut soal Transparansi Big Data Penundaan Pemilu 2024, Singgung soal Pertanggungjawaban
Tanggapan pakar siber
Terkait klaim Luhut soal kepemilikan big data masyarakat yang meminta penundaan Pemilu 2024, pakar keamanan siber Pratama Persadha memberikan tanggapannya.
Dalam keterangannya pada Senin (11/4/2022), Pratama menjelaskan bahwa harus jelas proses bagaimana dan darimana data ini diambil, sehingga tidak menimbulkan polemik di masyarakat.
“Secara teknis, ada banyak cara mengetahui perbincangan publik di media sosial atau platform internet lainnya. Karena itu, kita perlu bertanya 110 juta yang disampaikan Pak Luhut ini mengambil data dari platform apa dan bagaimana metodologinya. Perlu disampaikan ke publik, agar kita bisa menilai sejauh mana, sekaligus membuka ruang diskusi,” terang Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) itu seperti dikutip dari Tribunnews.
Digarisbawahi Pratama, harus jelas sumber data dari pembicaraan masyarakat ini.
Misalnya bila mengambil dari Twitter, karena pemakai aktif twitter di Indonesia kini hanya di angka 15 jutaan saja, itupun juga masih banyak akun-akun anonim.
Jadi, tidak mungkin data 110 juta tersebut berasal dari Twitter.
“Bila mengambil dari Twitter ini jelas tidak cukup, bahkan dari hasil riset CISSReC menggunakan Open Source Intelligence (OSINT) akun Twitter yang membicarakan soal perpanjangan jabatan dan 3 kali periode di kisaran 117.746 (Tweet, Reply, Retweet) dan mencapai 11.868 pemberitaan online."
"Dari data keduanya diketahui yang kontra penundaan pemilu pada Twitter sebesar 83,60 persen dan pro 16,40 persen. Sedangkan pada Media Online dengan kontra sebesar 76,90 persen dan pro 23,10 persen. Dari data ini saja sudah terlihat jelas lebih banyak yang menolak penundaan pemilu,” jelas Pratama.
Lebih lanjut, data tersebut diambil dan dianalisis saat setelah ada statemen dari Menko Marves Luhut Panjaitan, pada periode analisis tanggal 15 Februari sampai dengan 15 Maret 2022 dengan sejumlah tokoh dan organisasi yang pro dan kontra.
Tokoh kontra penundaan pemilu yang paling banyak terdapat pada artikel berita yaitu Agus Harimurti Yudhoyono, Ketua Umum Partai Demokrat sebanyak 1.420, disusul Surya Paloh Ketua Umum Partai Nasdem sebanyak 555.
Lalu tokoh pro penundaan pemilu yang terbanyak yaitu Muhaimin Iskandar 3.892 artikel berita, diikuti Zulkifli Hasan Ketua Umum PAN.
Ada juga 10 organisasi yang pro penundaan pemilu seperti PKB, Golkar, dan Kemenkomarves.
Lalu yang kontra sebanyak 71 organisasi yaitu PPP, PDIP, LSI (Lembaga Survei Indonesia), Partai Demokrat, Muhammadiyah, dan yang lainnya.
“Berbeda bila 110 juta ini mengambil pembicaraan dari FB, Instagram dan TikTok, jumlah pemakainya memang sangat banyak. FB di Indonesia pemakai bisa jadi lebih dari 130 juta, Instagram sudah hampir menembus 100 juta pemakai, belum lagi TikTok yang pemakainya bertambah dengan cepat di Indonesia. Namun tidak semuanya membicarakan penundaan pemilu, banyak yang tidak perduli. Lebih banyak membicarakan hal yang lain,” terangnya.
(TribunTernate.com/Qonitah)