Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Pakar Keamanan Siber Tanggapi Klaim Big Data Luhut 110 Juta Warganet Setuju Pemilu 2024 Ditunda

Pihak Luhut Binsar Pandjaitan belum bersedia untuk membuka Big Data tersebut, padahal banyak pihak mendorong agar data tersebut dibuka.

YouTube/KompasTV
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. 

TRIBUNTERNATE.COM - Akhir-akhir ini, wacana penundaan Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 sedang hangat diperbincangkan.

Apalagi saat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (MenkoMarves) Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim bahwa ada 110 juta pengguna internet yang mendukung penundaan Pemilu 2024.

Menurut Luhut, angka tersebut diketahui lewat Big Data.

Namun, klaim Luhut Binsar Pandjaitan seolah terpatahkan dengan adanya penegasan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut bahwa Pemilu tetap digelar pada 14 Februari 2024.

Sementara itu, sampai saat ini pihak Luhut Binsar Pandjaitan belum bersedia untuk membuka data tersebut, padahal banyak pihak mendorong agar data tersebut dibuka.

Baca juga: Tambah Jabatan, Luhut Binsar Pandjaitan Kini Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional, Ini Tugasnya

Baca juga: Curiga Narsisistik Megalomania, Amien Rais Sarankan Luhut dan Jokowi Periksa ke Psikolog

Baca juga: ICW Tagih Luhut soal Transparansi Big Data Penundaan Pemilu 2024, Singgung soal Pertanggungjawaban

Terkait hal ini, pakar keamanan siber Pratama Persadha memberikan tanggapannya.

Dalam keterangannya pada Senin (11/4/2022), Pratama menjelaskan bahwa harus jelas proses bagaimana dan darimana data ini diambil, sehingga tidak menimbulkan polemik di masyarakat.

“Secara teknis, ada banyak cara mengetahui perbincangan publik di media sosial atau platform internet lainnya. Karena itu, kita perlu bertanya 110 juta yang disampaikan Pak Luhut ini mengambil data dari platform apa dan bagaimana metodologinya. Perlu disampaikan ke publik, agar kita bisa menilai sejauh mana, sekaligus membuka ruang diskusi,” terang Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) itu.

Digarisbawahi Pratama, harus jelas sumber data dari pembicaraan masyarakat ini.

Misalnya bila mengambil dari Twitter, karena pemakai aktif twitter di Indonesia kini hanya di angka 15 jutaan saja, itupun juga masih banyak akun-akun anonim.

Jadi, tidak mungkin data 110 juta tersebut berasal dari Twitter.

Baca juga: Ketua Partai Nasdem Tapanuli Utara Diduga Tipu Kontraktor Senilai Hampir Rp1 Miliar

Baca juga: Sosok Parsadaan Harahap, 1 dari 7 Anggota KPU yang Dilantik Jokowi Hari Ini

“Bila mengambil dari Twitter ini jelas tidak cukup, bahkan dari hasil riset CISSReC menggunakan Open Source Intelligence (OSINT) akun Twitter yang membicarakan soal perpanjangan jabatan dan 3 kali periode di kisaran 117.746 (Tweet, Reply, Retweet) dan mencapai 11.868 pemberitaan online."

"Dari data keduanya diketahui yang kontra penundaan pemilu pada Twitter sebesar 83,60 persen dan pro 16,40 persen. Sedangkan pada Media Online dengan kontra sebesar 76,90 persen dan pro 23,10 persen. Dari data ini saja sudah terlihat jelas lebih banyak yang menolak penundaan pemilu,” jelas Pratama.

Lebih lanjut, data tersebut diambil dan dianalisis saat setelah ada statemen dari Menko Marves Luhut Panjaitan, pada periode analisis tanggal 15 Februari sampai dengan 15 Maret 2022 dengan sejumlah tokoh dan organisasi yang pro dan kontra.

Tokoh kontra penundaan pemilu yang paling banyak terdapat pada artikel berita yaitu Agus Harimurti Yudhoyono, Ketua Umum Partai Demokrat sebanyak 1.420, disusul Surya Paloh Ketua Umum Partai Nasdem sebanyak 555.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved