DERAP NUSANTARA
Proklim Alternatif Wujudkan Kemandirian Sumber Daya Air Saat Kemarau
Selain untuk menjaga lingkungan tetap bersih, mengatasi masalah air ini juga menumbuhkan gerakan nasional adaptasi dan mitigasi perubahan iklim
Penulis: Content Writer | Editor: Munawir Taoeda
TRIBUNTERNATE.COM, TERNATE - Air merupakan bagian tak terpisahkan dari manusia dan makhluk hidup, serta alam sekitarnya. Tanpa air, manusia dan makhluk hidup lainnya tidak bisa hidup.
Sementara lingkungan tanpa air juga tidak nyaman ditinggali, karena lingkungan menjadi tidak terawat.
Seiring pertambahan penduduk, kebutuhan air bersih kian meningkat. Bersamaan dengan itu, daerah resapan air atau disebut kawasan tangkapan air hujan kian menyempit, sehingga kita perlu memberikan perhatian terhadap kelangsungan sumber daya air.
Daerah tangkapan air atau catchmen area sebagai kawasan imbuhan air hujan memiliki nilai penting bagi mata air, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas, sehingga daerah tersebut juga berperan menyimpan air untuk kelangsungan makhluk hidup, terutama saat kemarau.
Baca juga: Rakerda Bangga Kencana 2024: Menyongsong Indonesia Emas dengan SDM Unggul
Warga di beberapa daerah di Kabupaten Demak mengalami kesulitan air bersih saat musim kemarau, karena sumurnya juga ikut mengering.
Untuk itulah, Dinas Lingkungan Hidup Pemkab Demak menggalakkan Program Kampung Iklim (Proklim) dari pemerintah pusat. Selain untuk menjaga lingkungan tetap bersih, mengatasi masalah air ini juga menumbuhkan gerakan nasional adaptasi dan mitigasi perubahan iklim melalui pelaksanaan kegiatan berbasis masyarakat yang bersifat aplikatif, adaptif, dan berkelanjutan.
Salah satu desa yang menjadi percontohan adalah Dusun Mangunan Lor, Desa Mangunan, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Demak.
Hariyono, salah satu warga Desa Mangunan, yang dinobatkan sebagai pegiat lingkungan tingkat perdesaan oleh Pemkab Demak mengakui masyarakat peduli lingkungan, hingga akhirnya desa itu dinobatkan sebagai kampung iklim. Perjuangan itu memang tidak mudah.
Permasalahan utama yang menjadi tantangan untuk mengubah kebiasaan masyarakat, salah satunya soal membuang sampah. Jika sebelumnya masyarakat masih abai, kini sudah mencapai kesadaran tinggi karena tidak sekadar dibuang pada tempatnya, tetapi sudah meningkat, hingga adanya pengelolaan sampah tingkat rumah tangga.
Sampah yang masih bisa dimanfaatkan kembali, disortir oleh warga, seperti kertas atau plastik bisa dijual kembali, sedangkan sampah organik bisa diolah menjadi berbagai jenis pupuk.
Keberhasilan tersebut juga berbuah manis karena aliran sungai yang menjadi andalan masyarakat sebagai sumber air bersih tidak tercemar oleh sampah yang dibuang sembarangan.
Hariyono yang didapuk sebagai Ketua Pokja Proklim Dusun Mangunan Lor juga mengajak warga untuk menanam pohon di lingkungan sekitarnya, sebagai salah satu upaya meningkatkan tutupan lahan untuk penyediaan air, sekaligus untuk memperbaiki sumber air yang ada di sekitar.
Selama ini, warga Desa Mangunan Lor hanya mengandalkan sumur galian untuk mendapatkan air bersih, namun saat kemarau tak ada airnya karena mengering.
Untuk mendapatkan air bersih, warga sekitar terpaksa mengangsu dari aliran sungai yang juga mulai mengering. Sementara warga lainnya ada yang menggantungkan droping air bersih, namun belum mencukupi.
Tidak ingin selalu menghadapi permasalahan serupa setiap tahunnya, pemerintah desa bersama warga sekitar mengajukan bantuan pembuatan embung untuk penampungan air serta program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS).