Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Beyond Health Indonesia Serukan Konsumsi Bijak di Ramadan untuk Tekan Sampah Makanan

Di Maluku Utara, KLHK menyebutkan bahwa sampah makanan mendominasi dengan komposisi 26-41?ri total sampah pada 2020–2022

Dokumentasi Pribadi
KONSUMSI BIJAK - Tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Takome, Kota Ternate, Maluku Utara. Beyond Health Indonesia serukan konsumsi bijak di Ramadan untuk tekan sampah makanan 

Nadhir Wardhana Salama

(Mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat, Peminatan Promosi Kesehatan dan Ilmu Peilaku Universitas Indonesia/Founder Beyondhealth Indonesia)

TRIBUNTERNATE.COM, TERNATE - Lonjakan konsumsi makanan selama bulan Ramadan di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Kota Ternate, sering kali berujung pada peningkatan sampah makanan.

Meskipun tidak ada data spesifik mengenai jumlah sampah makanan di Ternate, tren nasional menunjukkan bahwa menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2024, Susut dan Sisa Pangan (SSP) meningkat 10 hingga 20 persen selama Ramadan. 

Laporan Bappenas 2021 juga mencatat bahwa timbulan SSP di Indonesia mencapai 23-48 juta ton per tahun. Di Maluku Utara, KLHK menyebutkan bahwa sampah makanan mendominasi dengan komposisi 26-41 persen dari total sampah pada 2020–2022.

Menurut Nadhir Wardhana Salama, Direktur Eksekutif Beyond Health Indonesia, fenomena ini mendesak untuk segera mendapat perhatian karena berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan kesehatan yang serius jika tidak segera dikendalikan.

"Sampah makanan yang membusuk dapat menjadi tempat berkembang biaknya bakteri dan vektor penyakit seperti lalat dan tikus, yang berisiko menyebabkan penyakit infeksi," jelas Nadhir.

Dari sisi lingkungan, ia menambahkan bahwa akumulasi sampah organik yang tidak terkelola dengan baik akan menghasilkan gas metana yang mempercepat perubahan iklim serta mencemari tanah dan air.

"Jika kita melihat dengan pendekatan trias epidemiologi, ada tiga faktor utama yang memperburuk masalah ini: agen berupa sampah organik yang menumpuk, lingkungan yang kurang mendukung pengelolaan limbah, serta host yang dalam hal ini adalah kebiasaan masyarakat yang masih cenderung boros makanan," paparnya.

“Ramadan seharusnya menjadi momentum untuk lebih menghargai makanan, bukan justru menjadi ajang berlebihan dalam konsumsi. Banyak masyarakat yang membeli makanan berlebihan saat berbuka puasa, yang akhirnya terbuang sia-sia,” ujar Nadhir.

Menurut Nadhir, salah satu solusi untuk mengurangi sampah makanan adalah dengan membangun kebiasaan membeli makanan secukupnya dan menyimpan sisa makanan dengan baik.

“Masyarakat bisa mulai dengan membuat daftar belanja sebelum membeli makanan berbuka dan sahur, serta memanfaatkan kembali sisa makanan dengan cara yang kreatif,” sarannya.

Selain edukasi dari sisi kesehatan dan lingkungan, Nadhir juga menekankan pentingnya peran tokoh agama dalam menyampaikan pesan untuk menghindari perilaku mubazir. 

"Saya ingat sejak kecil selalu diajarkan untuk tidak menyisakan makanan di piring. Bukan hanya soal menghargai rezeki, tapi juga karena ada banyak orang yang masih kekurangan. Saya yakin jika tokoh agama lebih sering mengangkat isu ini dalam ceramah, masyarakat akan lebih sadar dan bijak dalam mengelola makanan," ujar Nadhir.

Membangun Ekosistem Pengelolaan Sampah Makanan di Rumah Tangga Sebagai langkah lebih lanjut, Nadhir juga mendorong adanya pengelolaan sampah makanan di tingkat rumah tangga dengan dukungan penuh dari pemerintah Kota Ternate hingga tingkat RT/RW.

Halaman
12
Sumber: Tribun Ternate
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved