Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Opini

Kepemimpinan dalam Pelayanan Kesehatan

Kepemimpinan dalam sektor kesehatan memainkan peran yang sangat krusial dalam menciptakan sebuah sistem pelayanan kesehatan yang tidak hanya efektif

Dok : Alwia Assagaf
OPINI - Kepemimpinan dalam Pelayanan Kesehatan oleh dr. Alwiah Assagaf, M.Kes 

dr. Alwiah Assagaf, M.Kes

Mahasiswa Program Doktoral FKM Universitas Hasanuddin

Kepemimpinan dalam sektor kesehatan memainkan peran yang sangat krusial dalam menciptakan sebuah sistem pelayanan kesehatan yang tidak hanya efektif dan efisien, tetapi juga berorientasi pada kebermanfaatan sosial yang luas.

Dalam konteks ini, seorang pemimpin kesehatan tidak hanya dituntut untuk mengelola sumber daya yang ada, tetapi juga untuk memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil dapat memberikan dampak positif yang maksimal bagi seluruh lapisan masyarakat.

Khususnya dalam lingkungan rumah sakit, kepemimpinan yang efektif menjadi kunci dalam menciptakan suasana kerja yang harmonis dan meningkatkan kualitas pelayanan medis. Rumah sakit sebagai pusat pelayanan kesehatan harus dipimpin oleh individu yang memiliki visi yang jelas, mampu merespon dinamika kebutuhan kesehatan masyarakat, dan mengelola berbagai tantangan operasional.

Seorang pemimpin rumah sakit harus dapat menyeimbangkan kepentingan klinis dengan efisiensi operasional, serta mampu mengelola hubungan antara tenaga medis, staf administratif, dan pasien untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kesembuhan dan kesejahteraan.

Oleh karena itu, penerapan prinsip-prinsip etika kepemimpinan yang mengedepankan rasa hormat, pelayanan, keadilan, kejujuran, dan pembentukan komunitas memegang peranan penting dalam memperkuat struktur dan kualitas pelayanan kesehatan.

Tulisan ini akan menguraikan tentang betapa pentingnya penerapan nilai-nilai etis tersebut dalam pembangunan sistem kesehatan yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan. Penulis akan menguraikan prinsip-prinsip etika kepemimpinan disertai dengan implemntasinya dalam manajemen Rumah Sakit yang dipimpin oleh penulis.

1. Rasa Hormat terhadap Individu (Respect for Others)

Di dalam ranah kepemimpinan kesehatan, rasa hormat terhadap individu menjadi landasan utama yang tidak dapat ditawar. Seorang pemimpin kesehatan wajib memahami bahwa setiap aktor dalam sistem pelayanan baik pasien, tenaga medis, maupun staf administratif memiliki hak dan martabat yang harus dihormati sepenuhnya.

Rasa hormat ini tercermin tidak hanya dalam interaksi sehari-hari yang penuh sopan santun, tetapi juga dalam kebijakan yang mengutamakan kesejahteraan individu dan kelompok secara adil dan merata.

Sebagai contoh, dalam pengambilan keputusan mengenai alokasi sumber daya kesehatan, seorang pemimpin yang mengedepankan rasa hormat terhadap hak individu akan mempertimbangkan secara cermat kebutuhan masing-masing pihak, tanpa mengutamakan kepentingan segelintir kelompok saja.

Keputusan-keputusan semacam ini harus mengutamakan keadilan dan tidak mendiskriminasi pihak manapun, baik itu tenaga medis, pasien, maupun masyarakat secara umum.

Pemimpin yang memiliki sikap hormat terhadap orang lain akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan kondusif, yang pada akhirnya mampu meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien serta memotivasi tenaga kerja untuk bekerja dengan dedikasi dan tanggung jawab yang tinggi.

Saat mengawali tugas sebagai Direktur Rumah Sakit, Penulis pernah menghadapi situasi yang mengharuskan adanya pengambilan keputusan tentang alokasi sumber daya yang terbatas, seperti obat-obatan dan bahan habis pakai. Dalam situasi tersebut, ada beberapa pasien yang membutuhkan obat – obatan dan bahan medis habis pakai seperti pasien hemodialisa.

Selaku Direktur Rumah Sakit Penulis tidak hanya mempertimbangkan kondisi medis pasien secara objektif, tetapi juga mendengarkan masukan dari tenaga medis dan staf lainnya untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil tetap mengutamakan rasa hormat terhadap martabat semua pihak yang terlibat.

Direktur mengadakan pertemuan dengan tim medis, tenaga kesehatan,  dan manajemen, untuk mendiskusikan secara terbuka situasi yang dihadapi dan bagaimana sumber masalah dapat diselesaikan secepatnya.

Keputusan akhir yang diambil adalah berdasarkan prinsip keadilan dan transparansi, dengan memberikan perhatian yang sama terhadap setiap pasien yang membutuhkan perawatan, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau status lainnya.

Selaku leader Penulis juga memastikan bahwa tenaga medis dan staf merasa dihargai dan didukung dalam pekerjaan mereka, serta memberikan pelatihan dan fasilitas yang diperlukan untuk mendukung kinerja mereka dalam kondisi yang penuh tekanan. Dengan demikian, rasa hormat terhadap individu bukan hanya tercermin dalam keputusan-keputusan medis yang adil, tetapi juga dalam pengelolaan hubungan antar manusia di lingkungan rumah sakit yang lebih humanis.

Hasil dari pendekatan yang humanis tersebut maka secara bertahap problem keterbatasan kebutuhan obat – obatan dan bahan medis habis pakai dapat dapat terselaikan.

2. Pelayanan untuk Orang Lain (Service for Others)

Kepemimpinan dalam sektor kesehatan hendaknya selalu berfokus pada prinsip pelayanan terhadap orang lain. Fokus utama sistem kesehatan harus selalu mengutamakan kesejahteraan masyarakat, terutama mereka yang berada dalam kondisi rentan dan membutuhkan layanan kesehatan.

Oleh karena itu, seorang pemimpin dalam sistem kesehatan harus memiliki orientasi publik yang kuat, dengan menempatkan kepentingan masyarakat dan pasien sebagai prioritas utama, jauh di atas kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Pelayanan ini tidak hanya terbatas pada kualitas medis yang diberikan, tetapi juga mencakup dimensi aksesibilitas, keadilan, dan penghargaan terhadap hak-hak pasien. Pemimpin yang mendasarkan kebijakan pada prinsip pelayanan publik akan selalu berusaha untuk menciptakan sistem pelayanan yang inklusif dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, tanpa memandang status sosial, ekonomi, atau latar belakang budaya.

Lebih jauh lagi, komitmen terhadap pelayanan ini tercermin dalam upaya terus-menerus untuk mengembangkan inovasi dan meningkatkan kualitas pelayanan, dengan merancang kebijakan yang mendukung akses yang lebih luas dan penguatan sistem pencegahan penyakit, serta memberdayakan masyarakat untuk lebih mandiri dalam menjaga kesehatan mereka.

Fokus utama pelayanan di Rumah Sakit adalah Patient Safety. Berdasarkan pengalaman selama menjadi pimpinan di Rumah Sakit RSUD dr. H. Chasan Boesoirie Ternate, penulis berupaya untuk meningkatkan mutu layanan Rumah Sakit. Peningkatan mutu layanan dilakukan dengan pemenuhan Standar Pelayanan Minimal dan Optimalisasi Pelayanan Publik.

Pada masa awal kepemimpinan penulis berupaya keras untuk memenuhi standar pelayanan melalui Akreditasi Sakit tahun 2023 dan berhasil meraih predikat paripurna. Kemudian disusul dengan penilaian pelayanan publik dan pelayanan publik kelompok rentan dengan hasil baik. Pencapaian ini bisa terwujud karena adanya paradigma yang sama antara pimpinan dan staf Rumah Sakit untuk melakukan Service For Others.

3. Keadilan untuk Orang Lain (Justice for Others)

Prinsip keadilan dalam kepemimpinan kesehatan mengedepankan hak setiap individu untuk mendapatkan pelayanan yang setara dan tanpa diskriminasi. Keadilan tidak hanya mengacu pada aspek perlakuan yang adil terhadap setiap individu, tetapi juga pada distribusi sumber daya kesehatan yang merata.

Dalam sistem kesehatan yang masih sering dihadapkan pada ketidakmerataan akses, baik dalam hal fasilitas, tenaga medis, maupun pengobatan, keadilan menjadi suatu keharusan yang harus ditegakkan.

Seorang pemimpin yang berpihak pada prinsip keadilan akan merancang kebijakan yang mampu mengurangi disparitas akses terhadap layanan kesehatan, serta memastikan distribusi sumber daya yang lebih adil, baik di perkotaan maupun di daerah terpencil.

Keberpihakan terhadap keadilan ini tercermin dalam upaya untuk memastikan bahwa fasilitas kesehatan berkualitas tersedia secara merata bagi seluruh lapisan masyarakat. Dalam jangka panjang, penerapan keadilan ini akan menciptakan sebuah sistem kesehatan yang tidak hanya efisien tetapi juga inklusif, di mana manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat.

Dalam konteks pelayanan Rumah Sakit prinsip diatas dapat diterapkan dengan optimalissasi pelayanan publik. Lebih spesifik lagi yaitu pelayanan publik pada kelompok rentan. Rumah Sakit yang dipimpin oleh penulis telah berupaya untuk menyediakan layanan publik untuk kelompok rentan seperti penyandang disabiltas, ibu hamil dan menyusui, anak dan kelompok geriatri.

Terhadap kelompok rentan ini Rumah Sakit menyediakan fasilitasi khusus seperti tempat parkir, tempat duduk prioritas, pojok menyusui, tempat bermain anak dan fasilitas lainnya.

4. Kejujuran terhadap Orang Lain (Honesty toward Others)

Kejujuran merupakan nilai fundamental yang tidak dapat terpisahkan dari konsep kepemimpinan, terlebih dalam konteks pelayanan kesehatan. Dalam dunia medis, di mana setiap keputusan yang diambil dapat berdampak langsung terhadap kehidupan individu, kejujuran menjadi pondasi utama dalam membangun kepercayaan antara pemimpin, tenaga medis, dan masyarakat.

Seorang pemimpin yang jujur akan selalu terbuka dalam pengambilan keputusan, menjelaskan kebijakan dan proses yang diambil secara transparan, serta bertanggung jawab atas konsekuensi dari setiap tindakan yang dilakukan.

Kejujuran juga berperan penting dalam membangun hubungan antara tenaga medis dan pasien. Pemimpin yang berintegritas akan mendorong tenaga medis untuk bersikap terbuka dan jujur dalam memberikan informasi kepada pasien mengenai diagnosis, pilihan pengobatan, serta risiko yang mungkin terjadi.

Kejujuran ini tidak hanya meningkatkan tingkat kepercayaan pasien terhadap sistem kesehatan, tetapi juga memberdayakan pasien untuk membuat keputusan yang lebih tepat mengenai pengobatan mereka.

Di samping itu, budaya kejujuran yang dibangun dalam institusi kesehatan juga dapat memperkuat integritas organisasi, menghasilkan sistem kesehatan yang lebih dipercaya dan dihormati oleh masyarakat.

Salah satu aspek kejujuran yang perlu diterapkan adalah kejujuran dalam berkomunikasi. Beberapa kasus yang terjadi di Rumah Sakit disebabkan karena para pemberi pelayanan tidak terbuka dalam memberikan informasi. Ketidakefektifan infromasi ini kemudian berujung adanya komplain pelanggan kepada pihak Rumah Sakit.

Langkah yang penulis ambil sebagai pimpinan adalah mendalami setiap persoalan dengan meminta infromasi kepada pihak yang terkait dengan suatu masalah dengan mengedepanpan prinsip keterbukaan dan kejujuran dalam menyampaikan informasi.

5. Membangun Komunitas dengan Orang Lain (Building Community with Others)

Seorang pemimpin kesehatan yang sejati tidak hanya dituntut untuk mengelola institusi atau organisasi kesehatan, tetapi juga untuk membangun komunitas yang inklusif dan solid. Prinsip ini menekankan pentingnya kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan dalam sistem kesehatan—mulai dari tenaga medis, pemerintah, hingga masyarakat dan sektor swasta.

Dengan membangun komunitas yang kokoh, pemimpin dapat menciptakan sinergi yang mendalam, yang memungkinkan terciptanya solusi inovatif terhadap berbagai permasalahan kesehatan yang ada.

Komunitas yang kuat akan lebih mudah beradaptasi terhadap perubahan dan lebih responsif dalam menghadapi tantangan kesehatan yang muncul. Pemimpin yang efektif dalam membangun komunitas akan mengedepankan kerja sama dan komunikasi yang produktif antar semua pihak, memperkuat hubungan antara penyedia layanan dan pasien, serta membangun rasa saling peduli dan tanggung jawab bersama.

Lebih dari itu, membangun komunitas juga mencakup upaya untuk menciptakan kesadaran kolektif tentang pentingnya menjaga kesehatan, yang pada gilirannya akan mengarah pada partisipasi masyarakat yang lebih aktif dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan kesehatan.

Komunitas dalam konteks Rumah Sakit adalah pihak yang terkait dengan Rumah Sakit baik pemilik maupun stakeholder Rumah Sakit lainnya. Dalam strategi penyelesaian problem Rumah Sakit seorang pemimpin harus punya kemampuan untuk melakukan konsolidasi dan negosiasi dengan pihak pihak lainnya untuk penyelesaian masalah dan dalam rangka pencapaian visi dan misi Rumah Sakit.

Rumah Sakit yang penulis pimpin pernah mengalami dinamika yang pelik pada masa sebelum penulis masuk menjadi pimpinan. Problem utama yang ditemukan adalah peningkatan utang Rumah Sakit yang berujung pada keterbatasan sarana dan kebutuhan Rumah Sakit.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah konsolidasi dengan pemilik Rumah Sakit yaitu Pemerintah Daerah yang kemudian bersedia mengakomodir pembayaran utang Rumah Sakit secara bertahap.

Langkah ini penulis anggap sangat strategis mengingat kemampuan Rumah Sakit untuk membiayai operasional Rumah Sakit masih sangat terbatas.

Penutup

Kepemimpinan dalam sektor kesehatan yang mengedepankan prinsip-prinsip etika, seperti rasa hormat terhadap orang lain, pelayanan kepada orang lain, keadilan untuk orang lain, kejujuran terhadap orang lain, dan membangun komunitas bersama orang lain, akan menghasilkan sistem pelayanan kesehatan yang lebih efektif, inklusif, dan berkeadilan.

Pemimpin yang mampu menerapkan nilai-nilai etika ini akan lebih bijaksana dalam mengelola sumber daya, meningkatkan kualitas pelayanan, serta menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan sejahtera.

Oleh karena itu, pengembangan kepemimpinan berbasis etika harus menjadi prioritas dalam setiap upaya reformasi sistem kesehatan di Indonesia, untuk mencapai pelayanan kesehatan yang berkelanjutan dan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. (*)

Sumber: Tribun Ternate
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved