Opini
Kesehatan Taliabu: Saatnya Membangun Sistem, Bukan Sekedar Bangunan
Alfitra Halil: Membangun fisik tanpa menata sistem hanya akan menghasilkan bangunan kosong
dr. Alfitra Halil, S.Ked
Praktisi kesehatan Maluku Utara
KABUPATEN Pulau Taliabu kini menapaki fase baru kepemimpinan. Di tengah harapan besar masyarakat, pemerintah daerah merencanakan pembangunan rumah sakit baru dengan anggaran yang tidak kecil mencapai puluhan miliar rupiah.
Ini adalah langkah strategis yang patut diapresiasi sebagai wujud komitmen terhadap pemenuhan hak dasar rakyat: akses layanan kesehatan yang layak.
Namun kita juga harus jujur. Membangun fisik tanpa menata sistem hanya akan menghasilkan bangunan kosong. Bahkan hingga kini, penentuan lokasi rumah sakit masih simpang siur.
Tidak ada kejelasan soal tata ruang, akses, sistem operasional, hingga siapa yang akan mengelola dan bertanggung jawab terhadap kualitas pelayanannya.
Karena pertanyaan mendasarnya bukan sekadar “kapan gedung berdiri,” melainkan:
Siapa dokter dan perawatnya?
Apakah tenaga kesehatan sudah disiapkan sesuai kebutuhan?
Bagaimana sistem insentif dan gaji?
Apakah logistik obat dan alat medis berjalan efisien?
Apakah sistem digital rujukan dan pencatatan medis sudah tersedia?
Membangun rumah sakit bisa diselesaikan dalam dua tahun. Tetapi membangun sistem pelayanan kesehatan yang hidup, profesional, dan berkeadilan adalah pekerjaan lintas generasi dan itu harus dimulai dari sekarang.
Meneladani Rohana Kudus: Membangun Pikiran, Bukan Sekadar Dinding
Jika hari ini kita mencari figur inspiratif yang mampu menggugah kesadaran akan pentingnya membangun sistem, maka Rohana Kudus adalah salah satu teladan paling kuat dari sejarah Indonesia.
Di masa kolonial, ketika perempuan bahkan tidak diberi kesempatan bersekolah, Rohana justru membangun sekolah dari ruang rumahnya, menulis dari pemikirannya, dan menyusun sistem dari keyakinannya.
Ia tidak menunggu jabatan atau anggaran. Ia tahu bahwa yang dibutuhkan rakyat bukan sekadar bangunan, tetapi sistem yang mencerdaskan, memberdayakan, dan membuka jalan bagi anak negeri sendiri untuk ikut membangun bangsanya.
Rohana tidak membangun monumen fisik ia membangun fondasi peradaban.
Dalam konteks Taliabu hari ini, semangat Rohana harus menjadi inspirasi. Bahwa membangun rumah sakit tidak cukup jika tidak dibarengi dengan penataan SDM, tata kelola yang transparan, dan keberpihakan terhadap tenaga lokal yang kompeten.
Kesehatan adalah Hak Konstitusional, Bukan Hadiah Politik
Konstitusi kita dengan tegas menyebutkan dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 bahwa “Setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
Hal ini diperkuat dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 5 Tahun 2023 dan Permenkes No. 33 Tahun 2019 pun mewajibkan pemanfaatan Dana BOK yang tepat sasaran, berbasis kebutuhan riil, dan transparan.
Namun, semua regulasi itu tidak akan berarti jika birokrasi yang menjalankannya tidak profesional, tidak memahami regulasi, atau lebih parah mengutamakan loyalitas pribadi di atas kompetensi teknis.
Rotasi ASN: Bukan Larangan, Tapi Pilihan Strategis yang Diatur Hukum
Di tengah dinamika pemerintahan, muncul anggapan bahwa kepala daerah dilarang melakukan rotasi pejabat selama enam bulan pertama masa jabatan.
Padahal, ketentuan ini bukan larangan mutlak. Berdasarkan Pasal 132A ayat (1) PP No. 49 Tahun 2008 dan Surat Edaran Mendagri No. 821/5292/SJ Tahun 2020, kepala daerah tetap dapat melakukan rotasi atau mutasi pejabat sebelum enam bulan dengan syarat:
Didahului dengan evaluasi kinerja dan analisis kebutuhan jabatan
Terdapat alasan strategis untuk efektivitas pembangunan
Disertai permohonan resmi kepada Menteri Dalam Negeri.
Artinya, jika (PJ) dapat merotasi dengan ketentuan ini maka pimpinan Taliabu saat ini dapat melakukannya karena ada kebutuhan mendesak dalam sektor teknis seperti kesehatan, dan terjadi stagnasi pelayanan, maka rotasi bukan hanya diperbolehkan, tapi bisa menjadi langkah pembenahan sistem yang sah dan bertanggung jawab.
Mengapa Dinas Kesehatan Harus Segera Dibenahi
Realitas di lapangan selama bertahun-tahun menunjukkan bahwa:
Banyak tenaga kesehatan yang kompeten tidak diberi kepercayaan.
SDM tidak diberdayakan sesuai keilmuannya.
Forum pelatihan hanya diisi oleh “orang dalam”.
Mereka yang punya inisiatif justru dimarginalkan.
Lebih menyakitkan lagi, tenaga lokal dianggap benalu: digunakan tenaganya, tapi tidak dihargai posisinya, tidak dilibatkan dalam
kebijakan, dan tidak dilatih untuk berkembang. Sistem ini bukan hanya tidak adil, tapi juga merusak masa depan Taliabu sendiri.
Pemimpin Butuh Pembantu yang Paham, Bukan Sekadar Loyal
Seorang pemimpin tidak bisa bekerja sendiri. Ia memerlukan pembantu yang paham isi lapangan, bukan hanya yang pandai menyusun laporan.
Dibutuhkan orang yang tahu mengapa rujukan lambat, mengapa BOK tidak terserap, dan mengapa masyarakat terus kehilangan kepercayaan.
Yang dibutuhkan:
ASN yang bisa menjelaskan realita di desa, bukan hanya retorika di forum.
Tim teknis yang paham regulasi dan siap menyusun kebijakan berbasis data.
Orang yang membangun sistem, bukan sekadar mengisi jabatan.
Jika pemimpin memilih pembantu hanya berdasarkan kedekatan, maka yang dibangun bukan sistem, tapi lingkaran yang rapuh dan mudah runtuh.
Reformasi ASN dan Digitalisasi: Pilar Profesionalisme Baru
Sudah saatnya sistem kesehatan Taliabu dibangun bukan berdasarkan kedekatan personal, tetapi berdasarkan hukum, data, dan keberpihakan terhadap kompetensi.
Gunakan instrumen hukum yang tersedia:
UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN
PP No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen ASN
PermenPANRB No. 40 Tahun 2018 tentang Sistem Merit
Permenkes No. 43 Tahun 2019 tentang Puskesmas
Dorong digitalisasi sistem rujukan, pencatatan medis, logistik, dan pelaporan. Taliabu tidak perlu berjalan sendiri.
Gunakan dasar hukum PP No. 28 Tahun 2018 tentang Kerja Sama Daerah untuk menjalin kolaborasi lintas kabupaten.
Penutup: Seruan Dari Pinggiran
Tulisan ini lahir dari kepedulian yang nyata. Ini tidak datang dari ruang seminar atau meja kantor berpendingin udara, melainkan dari lorong-lorong Puskesmas yang sepi dokter, dari ruang tunggu keluarga pasien yang kehabisan biaya rujukan, dan dari suara-suara sunyi para tenaga kesehatan yang merasa tak dianggap di tanahnya sendiri.
Kami menulis karena kami peduli. Kami menulis karena kami percaya bahwa masih ada harapan.
Bahwa Taliabu masih bisa bangkit jika ada kemauan dari atas, dan ruang dari bawah.
Kami bersuara bukan untuk menyalahkan, tapi untuk mengajak semua pihak terutama pemimpin kami untuk berani membaca kenyataan, bukan sekadar laporan.
Tulisan ini dibuat untuk menguatkan pemimpin daerah kami yang baru dilantik. Kami ingin memberi pesan bahwa tak ada yang salah dengan membangun rumah sakit.
Tapi jauh lebih penting adalah membangun sistem di baliknya. Sistem yang berpihak pada rakyat kecil.
Sistem yang adil bagi tenaga kesehatan. Sistem yang memberi ruang bagi putra-putri Taliabu sendiri untuk tampil dan menjadi bagian dari solusi.
Kami ingin pemimpin berani mengambil keputusan strategis, termasuk dalam memilih orang-orang yang membantu tugasnya di bidang kesehatan. Jangan pilih hanya karena loyalitas tapi pilihlah karena kapasitas dan komitmen.
Karena terlalu banyak masyarakat yang telah kehilangan kepercayaan terhadap tata kelola sebelumnya.
Mereka tidak lagi berharap pada sistem yang lama, karena yang mereka alami hanya antrean panjang, rujukan ke luar daerah, dan tidak adanya pelayanan saat dibutuhkan.
Kami tidak ingin lagi pasien selalu dirujuk ke Luwuk hanya karena Taliabu tidak memiliki layanan dasar yang seharusnya bisa disediakan sendiri.
Kami ingin orang Taliabu sendiri yang bersuara, bukan dibungkam. Kami ingin mereka diberi ruang untuk tampil dan memajukan negerinya seperti para pejuang, seperti Rohana Kudus.
Karena kelak, sejarah tidak akan mencatat siapa yang membangun gedung, tetapi siapa yang membangun sistem dan menyelamatkan masa depan rakyatnya. (*)
Belajar dari Singapura, Ternate Perlu Strategi Baru Tangani Sampah |
![]() |
---|
Refleksi HUT ke-79 Polri - Catatan Seorang Korps Bhayangkara |
![]() |
---|
Krisis Manajerial di Rumah Sakit Daerah: Masalah dan Strategi Pemecahan Masalah |
![]() |
---|
Maluku Utara 'Bastel' |
![]() |
---|
Tinjauan Kriminologis Terhadap Fenomena Tewas tak Wajar di Maluku Utara |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.