"Kita menghargai apa yang telah dilakukan di internal KPK. Tentunya itu kan proses yang dilakukan oleh Dewas. Proses yang cermat di internal KPK untuk masalah itu," kata Rusdi di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (8/6/2021).
Rusdi menambahkan pihaknya juga memiliki pertimbangan tersendiri tak mengusut dugaan tindak pidana gratifikasi tersebut.
"Bareskrim punya pertimbangan terhadap aduan tersebut. Polri melihat bahwa hal tersebut pernah diselesaikan secara internal di KPK," ujar dia.
Baca juga: Tak Penuhi Panggilan Komnas HAM Terkait Polemik TWK, Pimpinan KPK Tak Mau Disebut Mangkir
Baca juga: Sudah 10 Surat Dilayangkan, Pimpinan KPK Firli Bahuri cs Masih Tak Penuhi Panggilan Komnas HAM
Baca juga: Tanggapi Korupsi dan Polemik TWK KPK, Mahfud MD: Jangan Salahkan Jokowi, Pelemahan KPK Ulah Koruptor
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan penerimaan gratifikasi dalam penyewaan helikopter saat perjalanan pribadi ke Ogan Komering Ulu, Baturaja pada 20 Juni 2021.
Laporan ini didaftarkan oleh Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah ke Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Kamis (3/6/2021).
"Kami menyampaikan informasi dan laporan terkait dengan dugaan kasus penerimaan gratifikasi yang diterima ketua KPK Firli Bahuri terkait dengan penyewaan helikopter," kata Wana.
Wana mengungkapkan kasus ini memang sempat telah ditangani oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Dalam sidang ituz Firli diduga tidak menyampaikan harga sewa penyewaan helikopter yang sesuai dengan harga aslinya.
Dalam sidang etik tersebut, Firli mengklaim menyewa helikopter tersebut seharga Rp 30,8 juta selama 4 jam menyewa helikopter itu ke PT Air Pasific Utama (APU). Namun informasi yang diterima ICW justru berbeda.
Menurutnya, harga sewa helikopter tersebut sejatinya Rp 39,1 juta perjam atau seharga Rp 172,3 juta selama 4 jam. Selisih pembayaran inilah yang diduga gratifikasi oleh Firli.
"Jadi, ketika kami selisihkan harga sewa barangnya ada sekitar Rp 141 juta sekian yang diduga itu merupakan dugaan penerimaan gratifikasi atau diskon diterima oleh Firli. Dan kami melakukan korespondensi juga dengan penyedia jasa heli tersebut," ungkapnya.
Lebih lanjut, Wana mengendus ada konflik kepentingan perihal kenapa harga yang diberikan PT APU kepada Firli terkesan berbeda dari harga aslinya.
"Kami lakukan investigasi, bahwa salah satu komisaris yang ada di dalam perusahaan PT Air Pasific Utama merupakan atau pernah dipanggil menjadi saksi dalam kasusnya Bupati Bekasi, Neneng terkait dengan dugaan suap pemberian izin di Meikarta. Dalam konteks tersebut, kami menganggap bahwa dan mengidentifikasi bahwa apa yang telah dilakukan Firli Bahuri, terkait dengan dugaan penerimaan gratifikasi," ujarnya.
Atas perbuatannya itu, Firli Bahuri diduga melanggar pasal 12 B undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul KPK Tetap Fokus pada Upaya Pemberantasan Korupsi Meski Firli Dilaporkan Terkait Dugaan Gratifikasi
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Laporan ICW Soal Dugaan Gratifikasi Firli Bahuri Dikembalikan Polri kepada Dewan Pengawas