TRIBUNTERNATE.COM - Koalisi Masyarakat Sipil mengkritik penunjukan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa sebagai calon Panglima TNI pilihan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Diketahui, Surat Presiden (supres) terkait calon panglima TNI pun telah diberikan langsung oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno kepada pimpinan DPR RI, Puan Maharani, di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (3/11/2021).
Menurut koalisi tersebut, penunjukan Andika Perkasa mengandung tiga permasalahan serius.
Pertama, terkait pola rotasi matra yang berlaku di era Reformasi dalam regenerasi Panglima TNI.
Perwakilan koalisi dari Imparsial, Hussein Ahmad menilai pola rotasi jabatan Panglima TNI yang telah dimulai sejak awal Reformasi ini tentu perlu untuk dipertahankan.
"Singkatnya, kami memandang bahwa seharusnya Presiden RI Joko Widodo tidak mengabaikan pola pergantian Panglima TNI berbasis rotasi matra."
"Mengabaikan pendekatan ini dapat memunculkan tanda tanya besar apakah Presiden RI lebih mengutamakan faktor politik kedekatan hubungan yang subyektif daripada memakai pendekatan profesional dan substantif," kata Hussein, dikutip Tribunnews.com dari siaran pers Kontras.org, Jumat (5/11/2021).
Baca juga: Luhut & Erick Thohir Dilaporkan ke KPK soal Dugaan Bisnis PCR, Firli Bahuri: KPK Tidak Pandang Bulu
Baca juga: Hasil Autopsi Mahasiswa UNS yang Tewas Saat Diklat Menwa Sudah Keluar, Mengapa Belum Ada Tersangka?
Baca juga: Polisi: Sopir Vanessa Angel dan Bibi Ardiansyah Berpotensi Ditetapkan Jadi Tersangka
Kedua, Hussein menyebut seharusnya calon Panglima TNI bersih dari catatan buruk di masa lalu, terlebih terkait dengan pelanggaran HAM.
Namun, sosok Andika Perkasa diduga terlibat dalam kasus pembunuhan tokoh Papua Theys Hiyo Eluay.
"Sudah seharusnya Presiden RI melakukan penggalian informasi secara komprehensif terhadap seluruh kandidat dengan melibatkan lembaga-lembaga kredibel guna memperkuat pertimbangan Presiden RI dalam mengambil keputusan yang tepat."
"Dengan diajukannya Jenderal Andika Perkasa sebagai calon tunggal Panglima TNI, menunjukkan bahwa Presiden RI tidak memiliki komitmen terhadap Penegakan HAM secara serius sebagaimana komitmen politiknya," tulis Hussein.
Ketiga, koalisi yang terdiri dari Imparsial, LBH Jakarta, Kontras, HRWG dan PVRI ini menyoroti soal harta kekayaan Andika Perkasa yang bernilai fantastis.
Menurut mereka, kepemilikan harta senilai Rp 179,9 miliar harus dijelaskan secara terang benderang.
"Sebagai prajurit yang tunduk pada Sapta Marga yang menjunjung tinggi nilai kejujuran, adanya laporan kepemilikan kekayaan hingga berjumlah Rp 179,9 Miliar harus dijelaskan secara transparan dan akuntabel sehingga terang benderang."
"Sehingga kami menilai penting untuk dilakukan audit harta kekayaan Andika Perkasa oleh KPK."