Ia juga menilai aturan ini tidak berkorelasi dengan sejumlah layanan publik yang disebutkan dalam Inpres itu.
"Dalam situasi covid seperti ini sekarang aturan Inpres ini menurut saya sangat memberatkan masyarakat,"
"Dan tidak ada korelasi antara jual beli tanah, SIM, Umrah dengan BPJS, menjadi aneh kebijakan yang mewajibkannya,"ujarnya.
Tak hanya itu, Sholeh mengatkan pemerintah seharusnya tidak mewajibkan kepada masyarakat untuk ikut BPJS.
Menurutnya jika kualitas layanan BPJS baik, tanpa diwajibkan masyarakat akan ikut dengan sendirinya.
"BPJS itu asuransi, dan seharusnya tidak boleh mewajibkan kepada masyarakat untuk ikut wajib BPJS," kata Sholeh.
"Apalagi sampai sekarang kualitas BPJS masih kurang baik, banyak kelas menengah yang ikut asuransi swasta, anehnya meski ikut asuransi swasta tetap wajib ikut BPJS, itu namanya double asuransi, " lanjutnya.
"Kalau memang BPJS kualitasnya bagus, tanpa diwajibkan warga akan ikut dengan sendirinya," tandasnya.
Baca juga: Dirut BPJS Beri Penjelasan Soal Kepesertaan BPJS Jadi Syarat Jual-Beli Tanah
Jika dilihat dari sisi birokrasi, Sholeh juga mengatakan kebijakaan yang dibuat tidak konsisten dengan janji pemerintah terkait reformasi birokrasi.
"Tidak konsisten dengan janji pemerintah yang mempermudah birokrasi," kata Sholeh.
Sholeh menyesalkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang justru mendukung pemerintah terkait kebijakan ini.
"DPR sebagai wakil rakyat justru mendukung pemerintah anehnya rakyat disuruh ikut BPJS, sementara DPR pakai asuransi bukan BPJS, ini patut kita sesalkan," kata Sholeh.
"Dan kesannya kita tidak pernah lihat ada pejabat antri BPJS di rumah sakit, karena kebijakan ini hanya untuk rakyat, bukan pejabat,"pungkasnya.
Dinilai memuat celah dalam kebijakan ini, Sholeh akan melakukan gugatan uji materi terkait Inpres 1/2022.
Gugatan akan dilayangkan ke Mahkamah Agung (MA) minggu depan.