Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Lipsus TPPO

Kesaksian Fantila Arista, Keluarga Korban TPPO Asal Halmahera Selatan di Myanmar

Empat warga Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, diduga menjadi korban tindak pidana perdangan orang atau TPPO di Myanmar

Tribunternate.com/Nurhidayat Hi Gani
TPPO - Kakak korban TPPO di Myanmar asal Halmahera Selatan, Fantila Arista. Empat warga Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, diduga menjadi korban tindak pidana perdangan orang atau TPPO di Myanmar, Sabtu (8/11/2025). 

Fantila Arista: Dia kasih tahu. Awalnya dia di telepon temannya bernama Dindong ajak kerja di Thailand. Dindong ini anak kampung kami (Desa Panamboang), jadi torang (kami) berfikir akan aman-aman saja. Dia (Feni Astari) kasih tahu kalau dia akan kerja sebagai marketing, jual-jual skincare dengan gaji Rp12 juta. Dia bilang lagi, kalau gaji dia akan tahan Rp2 juta, Rp 10 juta kirim ke keluarga.

Nurhidayat Hi. Gani: Feni Astari ini bercerita detail tidak, terkait nama perusahaan yang akan dia bekerja? Posisinya di tempat kerja? Dan siapa yang akan menanggung biaya keberangkatannya sampai ke Thailand?

Fantila Arista: Saya sudah tanya soal biaya keberangkatan, dia bilang itu ditanggung langsung oleh perusahaan. Jadi tanggal 31 Agustus itu dia langsung dikirim bokingan tiket (pesawat) lewat WA. Jadi dari Bacan ke Ternate, Ternate ke Jakarta, dan Jakarta ke Bangkok itu tiket ditanggung.

Nurhidayat Hi. Gani: Keberangkatan Feni Astari ke luar negeri ini sepengetahuan keluarga itu melalui agen resmi atau ilegal?

Fantila Arista: Torang (kami) tidak tahu apa itu resmi atau ilegal. Tapi torang pikir yang ajak Feni ini kan orang kampung, jadi akan aman saja.

Nurhidayat Hi. Gani: Kapan keluarga menerima kabar bahwa Feni Astri ini bagian dari salah satu korban dugaan TPPO di Myanmar?

Fantila Arista: Tanggal 5 September itu dia kasih kabar mereka dari Jakarta ke Bangkok (Thailand). Di Bangkok itu, dua hari kemudian dia kasih kabar kalau dia belum kerja. Nanti tanggal 13 dia telepon kasih tahu kalau dia di Myanmar, jadi torang kaget dan panik. Dia juga kasih tahu kalau pekerjaannya bukan jual scincer, tapi sebagai scammer.

Dia langsung suruh saya cari tahu apa itu scammer, saya cek di google, ternyata scammer itu penipu daring. Dari situ kami berkesimpulan pekerjaan itu tidak betul, dan sampai sekarang torang masih panik.

Nurhidayat Hi. Gani: Setelah tahu Feni Astari di Myanmar, apa yang pertama kali keluarga lakukan?

Fantila Arista: Torang samua langsung menangis. Torang cari tahu lokasi Feni, dan lokasi yang dia kirim, itu di tempat perdagangan orang. Torang ke Pak Camat (Bacan Selatan) minta solusi, tapi mereka juga tidak tahu karena ini baru kali pertama terjadi. Torang kemudian bikin laporan ke polisi.

Nurhidayat Hi. Gani: Bisa diceritakan, proses pembuatan laporan ke polisi?

Fantila Arista: Awalnya kami bingung mau buat laporan di mana. Tapi karena di Dindong ini orang yang ajak Feni, kami bikin laporan kehingalang ke Polres. Satu minggu kemudian, Polres limpahkan ke Polda.

Nurhidayat Hi. Gani: Apakah keluarga masih berkomunikasi dengan Feni Astari setelah tahu dia diduga jadi korban TPPO di Myanmar?

Fantila Arista: Masih berkomunikasi. Dia juga ceritakan konidisinya, dia bilang ada temannya dipukul dan disetrum. Dengar cerita itu, torang tamba panik. Setelah itu, dua hari dia tidak ada kabar lagi, torang semua menangis. Abis itu dia chat kasih tahu saya kalau dia dan teman-temannya baru keluar dari dipenjara, dorang dipenjara dua hari. Dua hari itu, dia cuma dapat kasih makan satu kali. Bahkan dia bilang ada satu rekannya dipukul sampai berdarah.

Nurhidayat Hi. Gani: Apa harapan besar keluarga terhadap pihak kepolisian, pemerintah daerah, pemerintah provinsi, dan Kementerian Luar Negeri?

Sumber: Tribun Ternate
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved