Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Emmanuel Macron dan Kontroversi Kartun Nabi Muhammad, Negara-negara Arab Boikot Produk Perancis

Seruan memboikot produk-produk asal Perancis mulai bermunculan di sejumlah negara mayoritas Muslim.

sputniknews.com
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan (kiri) dan Presiden Prancis, Emmanuel Macron. 

Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Perancis mengakui langkah tersebut.

Ia menulis: "Seruan untuk boikot ini tidak berdasar dan harus segera dihentikan, beserta semua serangan terhadap negara kami, yang didorong oleh kelompok minoritas radikal."

Di dunia maya, seruan untuk boikot serupa di negara-negara Arab lainnya, seperti Arab Saudi, telah beredar.

Tagar yang menyerukan boikot jaringan supermarket Perancis, Carrefour, adalah topik paling tren kedua di Arab Saudi, ekonomi terbesar di dunia Arab.

Sementara itu, unjuk rasa anti-Perancis berskala kecil digelar di Libya, Gaza, dan Suriah utara, tempat yang dikuasai milisi yang didukung Turki.

Mengutip data statistik Turki, kantor berita Reuters melaporkan Perancis tercatat sebagai eksportir terbesar ke-10 ke Turki. Mobil Renault buatan perusahaan negara itu dilaporkan sebagai salah satu kendaraan yang laris di Turki.

Mengapa Perancis terlibat dalam perselisihan ini?

Pembelaan keras Macron terhadap sekularisme negara dan kritik terhadap Islam radikal menyusul pembunuhan Paty telah membuat marah beberapa sosok di dunia Muslim.

Presiden Erdogan bertanya dalam pidatonya: "Apa masalah individu bernama Macron dengan Islam dan Muslim?"

Sementara pemimpin Pakistan, Imran Khan menuduh sang pemimpin Perancis "menyerang Islam, jelas tanpa memahami apapun tentangnya".

x
Samuel Paty, guru Sejarah dan Geografi di Perancis yang dipenggal oleh remaja 18 tahun bernama Abdoullakh Anzorov pada Jumat (16/10/2020).(The Sun)

"Presiden Macron telah menyerang dan melukai sentimen jutaan Muslim di Eropa dan di seluruh dunia," katanya dalam sebuah twit.

Awal bulan ini, sebelum pembunuhan sang guru, Macron mengumumkan rencana undang-undang yang lebih ketat untuk mengatasi hal yang ia sebut "separatisme Islam" di Perancis.

Ia mengatakan, kelompok minoritas Muslim di Perancis - terdiri dari kira-kira enam juta orang - berpotensi membentuk "masyarakat tandingan". Ia menggambarkan Islam sebagai agama "dalam krisis".

Di tengah serangan dari sejumlah negara, Perancis mendapat dukungan dari Jerman.

"Serangan pribadi Presiden Erdogan kepada Presiden Macron menurut saya adalah momen buruk dan tidak dapat diterima. Yang penting kami menunjukkan solidaritas kepada Prancis dalam memerangi ekstremis Islam, khususnya sesudah aksi terorisme mengerikan yang terjadi minggu lalu," kata Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas pada Senin.

Sumber: Kompas.com
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved