75 Pegawai KPK Dinonaktifkan, Kritikan Berdatangan dari Mardani Ali Sera, Fadli Zon, dan Haris Azhar
Keputusan KPK menonaktifkan 75 pegawainya ini pun mendapat banyak kritikan dari sejumlah tokoh politik hingga pengamat.
TRIBUNTERNATE.COM - Dinonaktifkannya 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN) masih menjadi sorotan.
Diketahui, Surat Keputusan (SK) penonaktifan terhadap 75 pegawai KPK tersebut telah beredar.
SK tertanggal 7 Mei 2021 itu ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri.
Sementara untuk salinan yang sah, ditandatangani oleh Plh Kabiro SDM Yonathan Demme Tangdilintin.
Dalam 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan, di antaranya merupakan beberapa penyidik senior seperti Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap, hingga kasatgas penyelidik dan penyidik dari unsur internal lainnya.
Keputusan KPK menonaktifkan 75 pegawainya ini pun mendapat banyak kritikan dari banyak kalangan.
Dari, politikus partai seperti Fadli Zon dan Mardani Ali Sera hingga pengamat hukum Hariz Azhar.
Padahal sebelumnya, KPK sudah diterpa isu pertanyaan TWK-nya yang dinilai janggal.
Berikut Tribunnews rangkum kritikan dari politikus hingga pengamat soal 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan, dikutip dari berbagai sumber:
1. Mardani Ali Sera Sebut Aneh: Seolah Ada Kejar Tayang
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menyebut penonaktifan 75 pegawai KPK itu aneh.
Sebab, keputusan penonaktifan tersebut keluar di tengah polemik soal-soal di TWK dipertanyakan.
Hal itu diungkapkannya melalui keterangan video di akun Twitternya, @MardaniAliSera, Rabu (12/5/2021).
"Ada apa dengan KPK sekarang?. Penonaktifan Novel Baswedan dan kawan-kawan yang 75 orang ini aneh, ketika kualitas Tes Wawasan Kebangsaan dipertanyakan."
"Baik landasan, prosesur sampai kepada konten. Ternyata dinontaktifkan," ucapnya.

Baca juga: Kisah Giri Suprapdiono Saat Ikuti Tes ASN: Mengapa yang Tidak Lulus Ini Sama-sama Lama di KPK?
Baca juga: Dinonaktifkan KPK, Harun Al Rasyid Siap Buktikan Dirinya atau Firli Bahuri yang Tak Berintegritas
Padahal menurutnya, KPK tak banyak memiliki penyidik dengan kualitas yang mumpuni.
Ia menyebut seolah ada kejar tayang dalam penonaktifan 75 pegawai KPK itu.
"Kita tahu jumlah penyidik KPK tidak banyak, yang berkualitas lebih tidak banyak lagi."
"Kenapa seolah ada kejar tayang agar kelompok ini segera tidak memiliki prestasti di KPK ?," jelas anggota Komisi II DPR RI itu.
Mardani mengajak masyarakat untuk tetap mengawal dan menjaga KPK sebagai lembaga independen dalam memberantas tindak pidana korupsi.
Termasuk juga, didukung pegawai KPK terbaik seperti Novel Baswedan.
"Kita jaga KPK untuk menjadi institusi yang berpestasi dicintai dengan semangat memberantas korupsi, dengan kinerja terbaik."
"Didukung pegawai-pegawai terbaik termasuk Novel baswedan dan kawan-kawan," pungkasnya.
Baca juga: Ketua WP KPK Yudi Purnomo Harahap: 75 Pegawai KPK yang Dinonaktifkan akan Lakukan Konsolidasi
Baca juga: Novel Baswedan dan 74 Pegawai KPK Dinonaktifkan, Demokrat: Terkesan Memang Mau Disingkirkan
Baca juga: SK Penonaktifan 75 Pegawai KPK yang Tak Lolos Tes ASN Beredar, Novel Baswedan akan Melawan
2. Fadli Zon: Sebaiknya Ditinjau Ulang agar Tak Timbulkan Kegaduhan Baru
Politikus Partai Gerindra Fadli Zon memberi komentarnya atas penonaktifan 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Fadli Zon, keputusan penonaktifan ini seharusnya ditinjau ulang.
Hal itu lantaran agar tak menimbulkan kegaduhan baru dan spekulasi yang timbul di tengah masyarakat.
"Sebaiknya surat penonaktifan ditinjau ulang agar tak menimbulkan kegaduhan baru n spekulasi bermacam-macam," tulisnya melalui akun Twitter, @FadliZon, Selasa (11/5/2021).

Anggota DPR itu mengatakan, pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN itu menyangkut hal administratif.
Sehingga tak ada kaitannya dengan kapasitas hingga integritas seorang pegawai KPK.
"Bagaimanapun transisi pegawai KPK ke ASN harusnya dilihat sebagai transformasi status administratif bukan menyoal kapasitas kapabilitas atau integritas," tambah Fadli.
3. Haris Azhar Menduga Firli Bahuri Punya Masalah Pribadi dengan Pegawai KPK yang Dinonaktifkan
Praktisi hukum Haris Azhar ikut meradang saat mengetahui 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) dinonaktifkan.
Menurut Haris, tes alih status pegawai KPK menjadi ASN ini tidak profesional dan tidak memenuhi tata kelola yang baik dalam sebuah pemerintahan.
Hal itu terbukti dengan berbagai pertanyaan yang muncul dalam tes menimbulkan polemik karena tidak ada kaitannya dengan pegawai KPK.
Aktivis HAM ini pun menduga, para pegawai KPK yang dinonaktifkan ini memiliki masalah pribadi dengan Ketua KPK Firli Bahuri.

Oleh karena itu, Haris menduga Firli Bahuri hendak menyingkirkan ke-75 pegawai KPK yang dikenal berintegritas itu dengan dalih tes wawasan kebangsaan (TWK).
"Orang-orang yang sudah dinonaktifkan ini adalah orang-orang yang dianggap punya problem pribadi dengan Firli Bahuri."
"Jadi dugaan saya Firli menyusup lewat tes wawasan kebangsaan ini untuk menyingkirkan atau memudahkan tahap pertama karpet merahnya," ujar Direktur Lokataru Foundation ini, dikutip Tribunnews dari tayangan Youtube tvOne, Rabu (12/5/2021).
Seperti penyidik yang tidak lolos dalam tes justru memimpin OTT untuk menangkap Bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidayat pada Minggu (9/5/2021) lalu.
Menurut Haris, menonaktifkan penyidik justru bisa menjadi celah keringanan bagi Bupati Nganjuk dalam proses praperadilan kasus korupsi yang tengah menjeratnya.
"Apakah nanti Bupati Nganjuk akan menggunakan alasan ini (penonaktifan penyidik) untuk praperadilan 'yang nangkap saya sudah tidak punya otoritas' Nah mukanya Firli ini mau ditaruh dimana?"
"Jadi ternyata produk pimpinan KPK Firli Bahuri dipakai sama orang yang ditangkap sama institusinya," terang Haris.
Untuk itu, Haris menyebut tindakan menonaktifkan 75 pegawai KPK justru menganggu kebangsaan Indonesia.
(Tribunnews.com/Shella/Maliana)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Nonaktifkan 75 Pegawainya, KPK Dapat Banyak Kritikan Keras, dari Politisi hingga Pengamat