Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Pengajar Hukum Tata Negara FH UNS Kritik Revisi PP Rangkap Jabatan Rektor UI

Agus menjelaskan, dalam PP terbaru, rektor dan wakil rektor hanya dilarang menjabat sebagai direksi saja.

ui.ac.id
Rektor UI, Ari Kuncoro. 

TRIBUNTERNATE.COM - Beberapa waktu terakhir, nama Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro menjadi sorotan.

Sebab, Ari Kuncoro menjabat dua posisi, yakni Rektor UI dan Wakil Komisaris Bank BUMN, BRI.

Rangkap jabatan Rektor UI Ari Kuncoro ini pun semakin diperbincangkan ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) merevisi Peraturan Pemerintah (PP) tentang Statuta Universitas Indonesia (UI) yang tertuang dalam PP Nomor 75 Tahun 2021.

PP Nomor 75 Tahun 2021 disahkan pada 2 Juli 2021.

Revisi PP tersebut pun mendapat tanggapan dari Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum dan Direktur LKBH FH Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Dr. Agus Riwanto.

Agus menjelaskan, dalam PP terbaru, rektor dan wakil rektor hanya dilarang menjabat sebagai direksi saja.

Sementara, posisi lain seperti contohnya komisaris utama ataupun wakil komisaris, tidak dipermasalahkan.

"PP (yang baru) dilarang menjabat sebagai direksinya, jadi tidak dilarang kalau komisaris utama," kata Agus saat dikonfirmasi Tribunnews, Kamis (22/7/2021).

Baca juga: Pejabat Ramai-ramai Minta Maaf, Ada Luhut hingga Erick Thohir, Bagaimana dengan Presiden Jokowi?

Baca juga: 5 Jenis WNA Ini Diperbolehkan Masuk ke Indonesia Selama Masa PPKM Level 4, Siapa Saja?

Baca juga: Penelitian: Dua Dosis Vaksin Covid-19 Pfizer atau AstraZeneca Terbukti Efektif Lawan Varian Delta

Sebagai Informasi, sebelumnya pada Pasal 35 (c) PP Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta Universitas Indonesia, tertulis bahwa rektor dan wakil rektor dilarang merangkap jabatan di BUMN ataupun badan usaha.

"Rektor dan wakil rektor dilarang merangkap sebagai pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta," bunyi pasal tersebut.

Menanggapi dirubahnya PP pada pasal ini, Agus mengatakan bahwa peraturan terbaru ini sebenarnya menyimpang dari ketentuan perundang-undangan.

Mengingat perbaharuan dari PP ini berlaku surut atau sering disebut dengan asas retroaktif.

Seharusnya, kata Agus, kebaruan PP harus bersifat proaktif, yakni bergerak maju ke depan.

"Peraturan tidak boleh berlaku surut (asas retroaktif), harusnya bersifat proaktif, yaitu bergerak maju ke depan," kata Agus.

Dalam kesempatan uang sama, Agus mengatakan peraturan itu dibentuk, tidak boleh diberlakukan pada pejabat sebelumnya.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved