Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

56 Pegawai KPK Dinonaktifkan Akhir Bulan Ini, Jokowi Dinilai Lari dari Tanggung Jawab

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, Jokowi harus bertanggungjawab terkait pemecatan 56 pegawai KPK.

Youtube/Sekretariat Presiden
Presiden Joko Widodo 

TRIBUNTERNATE.COM - Polemik tes wawasan kebangsaan yang berujung pada pemberhentian dengan hormat terhadap 56 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mendapat tanggapan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menurut Jokowi, persoalan tersebut tidak selayaknya dilimpahkan semuanya kepada presiden.

Sebab, kata Jokowi, setiap instansi memiliki mekanisme masing-masing dalam melakukan pembinaan kepada pegawainya.

"Jangan semuanya diserahkan ke presiden, Itu kewenangan pejabat pembina," kata Jokowi dalam pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi di Istana Kepresidenan, Rabu (15/9/2021).

Tanggapan Jokowi atas pemecatan 56 pegawai KPK tersebut pun mendapat sorotan dari sejumlah pihak, termasuk pakar  politik dan pemerintahan.

Baca juga: Mengapa Pegawai KPK Dipecat pada 30 September 2021, Padahal Janjinya 1 November 2021?

Baca juga: 57 Pegawai KPK akan Dipecat, Novel Baswedan: Apa Iya Pimpinan KPK akan Melawan Perintah Presiden?

Baca juga: 57 Pegawai akan Diberhentikan Akhir September, KPK Beri Apresiasi, Ini Respon Firli Bahuri

Baca juga: Novel Baswedan Benarkan Pegawai KPK Tak Lolos TWK Ditawari Kerja di BUMN, Nurul Ghufron Membantah

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, Presiden Joko Widodo harus bertanggungjawab terkait pemecatan 56 pegawai KPK.

Hal itu disampaikan Feri menanggapi respons Presiden Jokowi terkait pemecatan 56 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).

Jokowi sebelumnya menyatakan, tidak semua urusan negara harus dibawa kepada dirinya.

“Loh bukannya secara ketatanegaraan memang kewenangan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan,” ujar Feri dalam keterangannya, Kamis (16/9/2021).

Menurut Feri, Jokowi seharusnya turun tangan menyikapi polemik alih status pegawai KPK.

Sebab, Ombudsman RI dan Komnas HAM telah memberikan rekomendasi kepada Jokowi untuk menyikapi polemik TWK sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Direktur Pusako Universitas Andalas, Feri Amsari
Direktur Pusako Universitas Andalas, Feri Amsari (Youtube KompasTV)

“Apalagi PP Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS, presiden berwenang melantik dan memberhentikan PNS,” ujar Feri.

Feri menyesalkan sikap Jokowi yang justru lari dari tanggung jawab terkait pemecatan terhadap Novel Baswedan dkk.

"Pembiaran presiden harus dipahami bahwa ini yang memberhentikan pegawai KPK adalah Jokowi. Sebab yang buat UU 19/2019 tentang KPK, PP alih status pegawai KPK, dan PP manajemen pegawai kan Jokowi,” ujar Feri.

Baca juga: Bertambah Satu Orang, Jumlah Korban Tewas Kebakaran Lapas Klas I Tangerang Jadi 49 Jiwa

Baca juga: Mahasiswa UNS yang Bawa Poster Saat Kunjungan Jokowi Ditangkap, Gibran Rakabuming Angkat Bicara

Baca juga: Tanggapan Jubir Presiden, Moeldoko hingga Indeks 98 soal Pejabat Publik yang Dinilai Antikritik

Diminta Temui Ombudsman dan Komnas HAM

Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta mengagendakan pertemuan dengan Ombudsman RI dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebelum mengambil sikap terkait tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Sebab, jika tidak, ICW khawatir ada kelompok lain yang menyelinap dan memberikan informasi keliru kepada Presiden terkait isu KPK," ujar peneliti Indonesia Corruption Wacht (ICW) Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Kamis (16/9/2021).

Kurnia mengingatkan, jika Jokowi tetap menganggap TWK hanya sekadar urusan administrasi kepegawaian dan mengembalikan sepenuhnya kewenangan kepada KPK, maka ada sejumlah konsekuensi serius.

"Pertama, Presiden tidak konsisten dengan pernyataannya sendiri. Sebab, pada pertengahan Mei lalu, Presiden secara khusus mengatakan bahwa TWK tidak serta merta dijadikan dasar memberhentikan pegawai," kata dia.

Kedua, lanjut Kurnia, Jokowi tidak memahami permasalahan utama di balik TWK.

Ia menegaskan penting untuk dicermati oleh Presiden Jokowi, puluhan pegawai KPK diberhentikan secara paksa dengan dalih tidak lolos TWK.

"Padahal, di balik Tes Wawasan Kebangsaan ada siasat yang dilakukan oleh sejumlah pihak untuk menyingkirkan pegawai-pegawai berintegritas di KPK," ujarnya.

Konsekuensi ketiga, Jokowi akan dianggap tidak berkontribusi dalam agenda penguatan KPK.

Sebagaimana diketahui, pada tahun 2019 lalu Presiden Jokowi menyetujui Revisi UU KPK dan memilih komisioner KPK bermasalah.

Padahal, Jokowi punya kewenangan untuk tidak melakukan hal-hal tersebut.

"Sama seperti saat ini, berdasarkan regulasi, Presiden bisa menyelematkan KPK dengan mengambil alih kewenangan birokrasi di lembaga antirasuah itu," tegas dia.

Konsekuensi lainnya, Jokowi dinilai abai dalam isu pemberantasan korupsi.

Penting untuk dicermati, penegakan hukum, terlebih KPK, menjadi indikator utama masyarakat dalam menilai komitmen negara untuk memberantas korupsi.

Kurnia mengingatkan, ketika Jokowi memilih untuk tidak bersikap terkait KPK, maka masyarakat akan kembali memberikan rapor merah kepada Presiden Jokowi karena selalu mengesampingkan isu pemberantasan korupsi.

"Jangan lupa, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia sudah anjlok tahun 2020. Ini membuktikkan kekeliruan Presiden dalam menentukan arah pemberantasan korupsi," ujar dia.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Jokowi Diminta Temui Ombudsman dan Komnas HAM Bahas Polemik TWK Pegawai KPK

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pengamat: Jokowi Lari dari Tanggung Jawab Soal Nasib 56 Pegawai Nonaktif KPK

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved