Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Risma Dikritik karena Paksa Tunarungu Bicara, Putra Dewi Yull: Harusnya Pertanyaannya Diganti

Salah satu aktivis tuli Indonesia sekaligus juru bahasa isyarat, Surya Sahetapy, pun menyoroti aksi yang dilakukan oleh Mensos RI Tri Rismaharini.

Instagram/suryasahetapy
Aktivis tuli sekaligus putra ketiga aktor Ray Sahetapy dan penyanyi Dewi Yull, Surya Sahetapy. 

"Kalau mau nonton video full bisa cek di channel youtube Kemensos. Risiko emosional dan trauma ditanggung sendiri ya."

"Tidak semua anak bisa berbicara. Faktor bicara itu berdasarkan tingkat pendengaran mereka, investasi alat bantu dengar yang nilai puluhan-ratusan juta, terapi wicara yang berkesinambungan yang biayanya tidak murah serta waktu orangtua untuk anaknya sendiri juga terutama sedang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Belum lagi pendidikan luar biasa saat ini belum humanis. Ya ampun."

Baca juga: China Klaim Natuna Utara dan Minta Indonesia Stop Pengeboran Migas, Ini Tanggapan Kemenlu

Baca juga: Kebakaran Gedung Cyber Diduga karena Korsleting Listrik, Indo Premier Pastikan Dana Nasabah Aman

Baca juga: Ahmad Basarah Sebut Tak Ada Kesepakatan di Antara Pimpinan MPR soal Permintaan Sri Mulyani Dipecat

Pemuda yang baru saja meraih gelar cumlaude dari Rochester Institute of Technology, New York, Amerika Serikat itu pun menyebut pertanyaan yang lebih baik disampaikan oleh Risma saat menghadapi penyandang disabilitas tunarungu.

Dalam pertanyaan itu tersirat pesan bahwa Risma, sebagai sosok non-disabilitas, seharusnya belajar untuk lebih memahami bahasa isyarat.

Di bagian akhir caption unggahannya, Surya Sahetapy pun mengimbau masyarakat untuk menghindari sikap linguisisme (linguicism).

Linguicism adalah cara pandang yang menganggap seseorang berbahasa lisan lebih pintar daripada orang-orang yang memakai bahasa isyarat untuk berkomunikasi.

Surya Sahetapy pun menegaskan, meski bahasa ibunya adalah bahasa isyarat dan bahasa Indonesia menjadi bahasa sekundernya, bukan berarti dirinya tidak berkompeten sebagai warga negara.

Ia pun mendesak adanya perombakan terhadap sistem pendidikan dan sosial di Indonesia yang masih mendiskriminasi kaum difabel.

"Seharusnya digantikan pertanyaan:
Nak, mau sampaikan pakai apa? Boleh tulis boleh bahasa isyarat boleh berbicara dll. Biar ibu yang belajar memahamimu."

"(Tanyakan komunikasi mereka bukan kita menentukan komunikasi mereka demi kepuasan kita tanpa memahami kenyamanan mereka)"

"Hindari sikap linguicism ya kawan-kawan! Linguicism merupakan pandangan menganggap orang pakai bahasa Indonesia secara lisan lebih pintar daripada orang menggunakan bahasa isyarat."

"Bahasa isyarat merupakan bahasa ibuku, bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua bukan berarti saya tidak berkompeten sebagai warga negara Indonesia."

"Mari ROMBAK sistem sosial dan pendidikan yang kejam di Indonesia! Sebelum 2045, ya Tuhan!"

Baca juga: Tanggapi Desakan MPR RI agar Sri Mulyani Dicopot, Ketum PKB: Biasanya Malah Dipertahankan Pak Jokowi

Tri Rismaharini Dikritik Difabel Setelah Paksa Tunarungu Berbicara

Dalam rangkaian acara peringatan Hari Disabilitas pada Rabu (1/12/2021) lalu, Tri Rismaharini terlihat mengajak penyandang disabilitas tunarungu berbicara di atas panggung.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved