Tolak Disebut Perbudakan, Ini Pengakuan Penghuni Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat
Seorang warga yang merupakan penghuni penjara itu menceritakan bagaimana kehidupannya selama di dalam kerangkeng tersebut.
Toga menuturkan, pihaknya akan terus melakukan pendalaman terkait dengan kasus tersebut.
"Sementara ini belum ada temuan lain. Kita coba lagi mendatangi rumah 30 orang lagi, kita datangi keluarganya supaya mau di assesment," jelasnya.
Baca juga: Tak Hanya Kerangkeng Manusia, Ditemukan Hewan Dilindungi di Rumah Bupati Langkat
Baca juga: Profil Bupati Langkat Nonaktif, Tersangka Kasus Suap dan Diduga Lakukan Praktik Perbudakan Modern

Evakuasi sempat Diadang Warga
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, saat petugas melakukan evakuasi pada Senin, mereka mendapat penolakan dari warga.
Warga menolak 27 pekerja yang diduga diperbudak itu dipindahkan.
Akhirnya, para pekerja itu diserahkan kepada keluarganya masing-masing.
Hal itu disampaikan oleh Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi, Selasa.
"Itu rencana awal akan dipindahkan, tetapi tim yang ada di sana sempat mendapat penolakan dari orangtua dan beberapa warga," katanya.
Dikatakan Hadi, warga dan keluarga bersikeras agar 27 tahanan itu tetap berada di lokasi.
Mereka menyebut, fasilitas yang anak mereka terima gratis tanpa pungutan biaya.
"Mereka mengatakan, ini tempat sudah layak. Mereka mengatakan anak-anak saya anak kambing yang ada di situ tidak dipungut biaya, kami juga tidak membayarnya," terang dia.
Namun, kata Hadi, sejauh ini tempat yang disebut panti rehabilitasi oleh pemilik, jauh dari kata layak.
Sebab, mereka tidak memiliki tim medis untuk memeriksa seberapa layak mereka bisa dikatakan sembuh.
"Jadi semuanya betul-betul hanya melihat kondisi di lapangan. Jadi pengurus-pengurus itu tidak memiliki keahlian apapun juga dan tempat itu tidak memiliki izin," ucap dia.
Polisi dan BBN pun akan melakukan screening terhadap 27 orang yang sempat ditahan.