Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Sempat Jadi Miliarder Dadakan dan Ramai-ramai Beli Mobil, Warga di Tuban Kini Tak Berpenghasilan

Setelah satu tahun berlalu, nasib warga miliarder dadakan di Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Tuban, Jawa Timur itu berubah 180 derajat.

Istimewa
Warga Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur beli mobil ramai-ramai usia mendapat ganti rugi miliaran rupiah dari Pertamina. 

TRIBUNTERNATE.COM - Warga Desa Sumurgeneng dan sekitarnya di Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, sempat menjadi sorotan karena menjadi miliarder dadakan.

Diketahui, pada 18 Februari 2021 lalu, warga Desa Sumurgeneng dan sejumlah desa di sekitarnya kaya mendadak setelah tanahnya dibeli oleh Pertamina untuk dijadikan kilang minyak Pertamina Rosneft. 

Dengan nilai ganti rugi yang diterima mencapai miliaran rupiah, para warga ramai-ramai membeli mobil.

Kampung mereka pun dijuluki sebagai kampung miliarder.

Sampai-sampai, aksi warga tersebut beredar viral di media sosial dan menjadi perbincangan.

Namun, setelah satu tahun berlalu, nasib para warga miliarder dadakan itu berubah 180 derajat.

Dikutip dari TribunJatim, sebagian warga yang awalnya kaya mendadak ternyata kondisinya kini sudah tak seperti dulu lagi.

Jangankan untuk membeli kendaraan baru, untuk kebutuhan sehari-hari, sebagian warga mengaku kesulitan.

Hal itu terungkap saat unjuk rasa warga enam desa di ring perusahaan patungan Pertamina dan Rosneft asal Rusia, Senin (24/1/2022).

Baca juga: Sosok Sribana, Adik Bupati Langkat yang Ikut Terseret soal Penjara Manusia, Jabat Ketua DPRD

Baca juga: Tolak Disebut Perbudakan, Ini Pengakuan Penghuni Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat

Aksi unjuk rasa di kilang pertamina GRR Tuban, Senin (24/1/2022).
Aksi unjuk rasa di kilang pertamina GRR Tuban, Senin (24/1/2022). (TribunJatim.com/M Sudarsono)

Musanam, warga Desa Wadung mengaku menyesal telah menjual tanah dan rumahnya ke PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PT PRPP) setahun lalu.

Kini lelaki yang berusia 60 tahun itu sudah tidak lagi memiliki penghasilan tetap, sebagaimana setiap masa panen.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, ia pun terpaksa harus menjual sapi ternaknya.

"Sudah tak jual tiga ekor (sapi) untuk makan dan kini tersisa tiga," ujarnya di sela-sela aksi demo.

Hal lain juga disampaikan Mugi (60), warga kampung miliarder lainnya.

Usai menjual tanah seluas 2,4 hektare ke perusahaan plat merah tersebut, kini ia kesulitan mendapatkan penghasilan setiap panen.

Baca juga: Dahulu Dijuluki Kampung Miliarder Seusai Jual Lahan, Kini Warga Tuban Jual Sapi untuk Bertahan Hidup

Jika biasanya bisa mendapat Rp 40 juta saat panen, sekarang sudah tak lagi mendapat hasil tersebut.

"Dulu lahan saya tanami jagung dan cabai, setiap kali panen bisa menghasilkan Rp 40 juta. Kini tak lagi memiliki penghasilan, setelah menjual lahan," ungkapnya.

Ia juga bercerita, lahan miliknya dijual sekitar Rp 2,5 miliar kemudian uangnya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, sisanya ia tabung.

Mugi mengingat, dulu sering didatangi pihak Pertamina saat berada di sawah agar mau menjual lahan.

Segala bujuk rayu pun ditawarkan, termasuk tawaran pekerjaan untuk anaknya.

Namun hingga kini, tawaran tersebut tak pernah terealisasi.

"Dulu saya didatangi pihak Pertamina agar mau jual lahan, janji diberi pekerjaan anak-anak saya, tapi tidak ada sampai sekarang," terangnya. 

Nasib Warga yang Tak Punya Lahan: Tak Bisa Bertani

Dijualnya lahan pertanian kepada Pertamina juga berdampak terhadap warga yang tidak memiliki lahan. 

Masih mengutip TribunJatim, satu di antaranya yakni Warsono (44), Dusun Tadahan, Desa Wadung.

Warga setempat ini justru harus menelan kenyataan pahit lantaran tak bisa bertani karena tidak memiliki lahan.

"Nganggur kini tidak punya lahan," katanya saat ditemui di lahan persawahan kosong, Selasa (25/1/2022).

Warsono (44), warga Dusun Tadahan, Desa Wadung, Kecamatan Jenu, menjual satu dari lima ekor sapi peliharaannya agar bisa bertahan hidup.
Warsono (44), warga Dusun Tadahan, Desa Wadung, Kecamatan Jenu, menjual satu dari lima ekor sapi peliharaannya agar bisa bertahan hidup. (Surya.co.id/M Sudarsono)

Sebelum ada pembebasan lahan, ia bekerja sebagai buruh tani, ikut orang yang mempunyai lahan sawah.

Namun, pemilik lahan telah menjual tanahnya untuk Pertamina.

Sehingga lahan yang telah dijual tersebut tidak lagi diperbolehkan untuk digarap.

"Sudah tidak pernah bertani lagi, sekarang lahannya sudah tidak boleh digarap," ungkapnya.

Pria dua anak ini menerangkan, setelah pembebasan lahan, ia pernah bekerja untuk pembersihan lahan atau land clearing milik Pertamina Rosneft.

Pekerjaan dengan sistem kontrak tersebut pernah dijalaninya dua kali.

Pertama sembilan bulan, lalu berhenti, kemudian dilanjutkan lagi kontrak delapan bulan.

Setelah kontrak berakhir, ia pun kembali menganggur.

Kondisi ini tentu membuatnya resah.

Karena hidup Warsono tidak lagi seperti dulu yang setiap hari bisa bertani.

Kini ia akan kembali masuk untuk kontrak land clearing sekitar enam bulan ke depan.

"Enak bertani yang setiap hari ada. Kalau land clearing ini habis kontrak bingung. Mulai besok mau kerja lagi di land clearing," pungkasnya.

Adapun aksi untuk rasa dilakukan oleh warga dari enam desa yaitu Wadung, Mentoso, Rawasan, Sumurgeneng, Beji dan Kaliuntu.

Para pengunjuk rasa membawa lima tuntutan saat aksi yang ditujukan pada perusahaan patungan Pertamina dan Rosneft asal Rusia.

Korlap aksi, Suwarno mengatakan, ada lima tuntutan dari masyarakat ring perusahaan.

Pertama, memprioritaskan warga terdampak terkait rekruitmen security (keamanan, red).

Kedua, semua vendor yang ada di pertamina di dalam rekruitmen tenaga kerja harus berkoordinasi dengan desa.

Ketiga, sesuai dengan janji dan tujuan pembangunan, pertamina harus memberi kesempatan dan edukasi terhadap warga terdampak.

Keempat, jika pertamina bisa mempekerjakan pensiunan yang notabennya usia lanjut, mengapa warga terdampak yang harusnya diberdayakan malah dipersulit untuk bekerja dengan dalih pembatasan usia.

Kelima, keluarkan vendor maupun oknum di lingkup project pertamina yang tidak pro terhadap warga terdampak.

"Aksi ini adalah buntut dari ketidak terbukaan pertamina terhadap desa di ring perusahaan, kita mendesak tuntutan direalisasikan," ujarnya kepada wartawan.

(Tribunnews.com/Daryono) (TribunJatim/Alga)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Nasib Warga Kampung Miliarder di Tuban, Dulu Berbondong-bondong Beli Mobil, Kini Tak Ada Penghasilan

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved