Pemilu 2024
Usulan Pemilu 2024 Diundur karena Covid-19 Dianggap Tak Relevan dan Picu Benturan Konstitusi
Usulan Pemilu 2024 ditunda ini menuai pro dan kontra, serta mendapat tanggapan dari beberapa pihak, seperti Perludem dan pakar hukum tata negara.
Apalagi, waktu persiapan juga masih ada dua tahun.
Dia pun ikut menyayangkan muncul narasi faktor pandemi yang berdampak pada perekonomian masih dibawa-bawa sebagai alasan menunda Pemilu 2024.
"Kita punya banyak waktu sebetulnya untuk menyiapkannya, menyiapkan 2024 nanti mitigasinya kita sudah bisa siapkan dari sekarang manajemen risikonya sudah bisa kita siapkan dari sekarang. Kalau alasannya pakai alasan pandemi ya tidak masuk akal," ujar Ninis.
"Apa ya ini semacam ada ketidakkonsistenan gitu ya dari yang tadinya di 2020. Segala argumentasi dikeluarkan begitu supaya tetap pilkada, termasuk juga pilkada, sebagai stimulus ekonomi. Tapi kemudian di tahun ini muncul wacana penundaan pilkada karena alasan pandemi ataupun alasan ekonomi," imbuhnya.
Baca juga: Tepis Isu Melarikan Diri di Tengah Invasi Rusia, Presiden Ukraina Unggah Video: Saya Tetap di Sini
Baca juga: Oknum Polisi di Kupang Digerebek Saat Berduaan dengan Istri Teman Seprofesinya di Hotel
2. Pakar Hukum Tata Negara: Bakal Ada Benturan Konstitusi
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra merespons usulan penundaan Pemilu 2024 yang sebelumnya diusulkan beberapa tokoh dan ketua umum partai politik.
Yusril mengatakan, usulan agar Pemilu 2024 diundur bakal menghadapi benturan konstitusi dan undang-undang.
Lantas, Yusril mempertanyakan kepada para pengusul, produk hukum apa yang harus dibuat untuk memundurkan jadwal pemilu.
Baca juga: Facebook Larang Media Pemerintah Rusia Pasang Iklan dan Dapat Uang dari Platformnya
Baca juga: Dugaan Desainer Indonesia Beli Organ Manusia, Polri Kirim Surat ke Interpol Brasil dan Singapura
Pasalnya, dalam konstitusi sudah jelas pemilihan umum dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
"Kalau Pemilu ditunda, maka lembaga apa yang berwenang menundanya. Konsekuensi dari penundaan itu adalah masa jabatan Presiden, Wapres, kabinet, DPR, DPD dan MPR akan habis dengan sendirinya," kata Yusril dalam keterangannya, Jumat (25/2/2022).
"Lembaga apa yang berwenang memperpanjang masa jabatan para pejabat negara tersebut? Apa produk hukum yang harus dibuat untuk menunda Pemilu dan memperpanjang masa jabatan tersebut? Pertanyaan-pertanyaan ini belum dijawab dan dijelaskan oleh Cak Imin maupun Pak Bahlil," lanjutnya.
Yusril menilai, jika asal melakukan penundaan Pemilu dan memperpanjang masa jabatan presiden hanya akan timbul krisis legitimasi dan krisis kepercayaan.
Keadaan seperti ini, kata Yusril, harus dicermati karena berpotensi menimbulkan konflik politik yang bisa meluas ke mana-mana.
"Dalam negara demokrasi orang boleh usul apa saja tentunya. Tetapi usulan penundaan Pemilu ini menghadapi benturan konstitusi dan undang-undang," ujarnya.
Lebih lanjut, Yusril mengatakan amandemem UUD 45 menyisakan persoalan besar bagi bangsa, yakni kevakuman pengaturan jika negara menghadapi krisis seperti tidak dapatnya diselenggarakan Pemilu.