Terkini Internasional
Sepekan Invasi Rusia, PBB Sebut Puluhan Juta Nyawa di Ukraina Terancam dan dalam Risiko Tinggi
Komisioner Tinggi HAM PBB mengatakan, puluhan juta nyawa di Ukraina terancam seiring dengan meningkatnya konflik, Kamis (3/3/2022).
TRIBUNTERNATE.COM - Invasi berupa 'operasi militer khusus' yang dilakukan Rusia ke wilayah bagian timur Ukraina telah memasuki hari kedelapan.
Diketahui, 'operasi militer khusus' itu diluncurkan pada Kamis (24/2/2022) pagi lalu.
Lebih dari sepekan berlalu, agresi Rusia membuat nyawa warga Ukraina berada dalam risiko tinggi.
Pada Kamis (3/3/2022), Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Michelle Bachelet mengatakan, puluhan juta nyawa di Ukraina terancam seiring dengan meningkatnya konflik.
Ia menyerukan agar konflik segera dihentikan, saat membuka diskusi di Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa, Swiss tentang pembentukan komisi penyelidikan internasional atas dugaan pelanggaran oleh Rusia.
"Puluhan juta orang masih berada di Ukraina, dalam bahaya yang berpotensi mematikan."
"Saya sangat prihatin bahwa eskalasi operasi militer saat ini akan semakin meningkatkan kerusakan yang harus mereka hadapi," kata Bachelet, dikutip dari Channel News Asia.
Baca juga: Lebih dari 677.000 Orang Ukraina Mengungsi dari Serangan Rusia, Sebagian Besar ke Polandia
Baca juga: Sejumlah Perusahaan Multinasional Kompak Mundur dari Rusia, Ada Disney, Apple, hingga Boeing
Baca juga: Rusia Tak Lagi Kerahkan Pesawat Tempur ke Ukraina, Pakar AS Bingung dengan Strategi Vladimir Putin

Duta Besar Rusia untuk dewan tersebut, Gennady Gatilov, menolak seruan untuk penyelidikan dugaan pelanggaran yang dilakukan negaranya.
Gennady justru mengecam apa yang disebutnya "rezim kriminal di Kyiv" dan menuduh Amerika Serikat dan Uni Eropa memasok senjata mematikan.
"Kami tidak melihat ada nilai tambah dalam debat hari ini," katanya, dalam perbincangan yang dilakukan melalui sambungan video tersebut.
Sementara itu, wakil menteri luar negeri pertama Ukraina Emine Dzhaparova mengatakan, pasukan Rusia melakukan tindakan yang sama dengan kejahatan perang dan meminta para pelaku untuk bertanggung jawab.
"Peristiwa baru-baru ini dengan jelas menunjukkan fakta bahwa pasukan Rusia yang bertempur di Ukraina melakukan pelanggaran dan pelanggaran hak asasi manusia yang paling terang-terangan, secara sistematis terlibat dalam tindakan yang jelas-jelas merupakan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan," kata Emine.
Emine Dzhaparova pun mendesak dewan untuk mengadopsi resolusi yang dibawa oleh Ukraina dan sekutunya, termasuk Amerika Serikat dan Uni Eropa, yang akan meluncurkan penyelidikan internasional.
Resolusi itu diharapkan akan diambil dalam pemungutan suara pada hari Jumat, kata para diplomat negara-negara Barat.
Baca juga: Beda Sikap atas Konflik Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina, FIFA dan UEFA Dianggap Standar Ganda
Pro Kontra Mengenai Desakan untuk Pembentukan Komisi Penyelidikan atas Dugaan Pelanggaran oleh Rusia
Ratusan tentara Rusia dan warga sipil Ukraina telah tewas sejak Presiden Vladimir Putin mengirim pasukannya melewati perbatasan pada 24 Februari 2022 lalu.
Rusia menyebut tindakannya di Ukraina sebagai "operasi militer khusus."
Pihaknya juga menyangkal menargetkan warga sipil dan mengatakan tujuannya adalah untuk "melucuti senjata" Ukraina dan menangkap para pemimpin negara itu yang disebutnya sebagai neo-Nazi.

Agresi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina ini pun menuai pro dan kontra dunia internasional.
Beberapa negara mendesak pembentukan komisi penyelidikan atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Rusia.
Duta Besar Prancis Jerome Bonnafont, saat berbicara untuk Uni Eropa, mengatakan: "Gravitasi situasi saat ini sepenuhnya membenarkan pembentukan komisi penyelidikan. Rusia harus bertanggung jawab atas tindakannya."
Kemudian, Duta Besar AS Sheba Crocker mengatakan kepada forum tersebut, "Kami sangat khawatir dengan laporan harian tentang korban sipil dan persebaran senjata Rusia seperti munisi tandan dan termobarik terhadap kota-kota tempat warga yang tidak bersalah berlindung."
Namun, pihak China justru menolak pengadaan penyelidikan atas dugaan pelanggaran dan kejahatan oleh Rusia.
Duta Besar China Chen Xu, dalam pidato yang tidak merujuk ke Rusia, mengatakan bahwa Beijing selalu menentang politisasi masalah hak asasi manusia dan "menentang penggunaan masalah hak asasi manusia sebagai dalih untuk memberikan tekanan pada negara lain."
"Oleh karena itu, kami menentang pembentukan komisi penyelidikan internasional independen di Ukraina," kata Chen.
Sebuah tim dari Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal Court/ICC) di Den Haag berangkat ke "wilayah Ukraina" pada Kamis kemarin, untuk melihat apakah ada bukti kekejaman oleh semua pihak, kata jaksa tinggi kepada Reuters.
Sumber: Reuters via Channel News Asia.
(TribunTernate.com/Rizki A.)