Konflik Rusia vs Ukraina
AS Sebut Pasukan Rusia telah Lakukan Kejahatan Perang di Ukraina
Amerika Serikat (AS) menilai bahwa anggota pasukan Rusia telah melakukan kejahatan perang di Ukraina.
TRIBUNTERNATE.COM - Amerika Serikat (AS) menilai bahwa anggota pasukan Rusia telah melakukan kejahatan perang di Ukraina.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Rabu (23/3/2022), dikutip dari Channel News Asia.
Blinken juga menambahkan bahwa kesimpulan Washington ini didasarkan pada "tinjauan cermat" dari informasi yang tersedia dari publik dan sumber intelijen.
Blinken mengatakan ada "banyak laporan kredibel tentang serangan tanpa pandang bulu dan serangan yang sengaja menargetkan warga sipil, serta kekejaman lainnya," oleh pasukan Rusia di Ukraina.
Ia pun merujuk serangan di Kota Mariupol.
Sementara itu, Rusia membantah pihaknya menargetkan warga sipil.
Baca juga: Belum Usai Perang Rusia vs Ukraina, Konflik Korea Utara-Korea Selatan Mulai Memanas
Baca juga: Pekan Ketiga Invasi Rusia, Lebih dari 3 Juta Orang Pergi Meninggalkan Ukraina
Baca juga: Kisah Warga Ukraina yang Bawa Hewan Peliharaan Saat Mengungsi: Kami Tak Bisa Tinggalkan Mereka

Dalam sebuah pernyataan, Blinken mengatakan Amerika Serikat akan terus melacak laporan kejahatan perang yang dilakukan Rusia dan akan berbagi informasi yang dikumpulkannya dengan sekutu dan lembaga internasional.
Pengadilan hukum pada akhirnya akan bertanggung jawab dalam menentukan dugaan kejahatan perang, kata Blinken.
"Kami berkomitmen untuk mengejar akuntabilitas, menggunakan setiap alat yang tersedia, termasuk penuntutan pidana," kata Blinken.
Pekan lalu, Presiden AS Joe Biden menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai "penjahat perang" karena menyerang Ukraina.
Pernyataan Joe Biden ini pun disebut oleh Kementerian Luar Negeri Rusia sebagai pernyataan yang "tidak layak bagi seorang negarawan berpangkat tinggi."
Diketahui, invasi Rusia yang digencarkan mulai Kamis, 24 Februari 2022 lalu ke Ukraina merupakan serangan terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II.
Namun, hingga kini Moskow belum merebut kota terbesar Ukraina.
Baca juga: Satu Lagi Jenderal Rusia Tewas di Wilayah Ukraina, Total 4 Jenderal Rusia Gugur, Pukulan bagi Putin?
Baca juga: Presiden Ukraina Sebut Kyiv Hanya Bisa Direbut dengan Cara Membunuh Semua Orang, Tantang Rusia?

Vladimir Putin menyebut serangan ini sebagai "operasi militer khusus" untuk demiliterisasi dan "denazifikasi" negara.
Korban sipil diperkirakan mencapai ribuan orang, sementara PBB memperkirakan lebih dari 3,5 juta orang telah keluar dari Ukraina untuk menyelamatkan diri.
Awal Maret 2022, Penyelidik dari Pengadilan Kriminal Internasional berangkat untuk mulai menyelidiki kemungkinan kejahatan perang di Ukraina.
Washington mengatakan pihaknya menyambut baik keputusan itu, meskipun tidak memiliki tugas kerja sama karena bukan anggota pengadilan.
Beth Van Schaack, Duta Besar Besar untuk Peradilan Pidana Global di Departemen Luar Negeri, mengatakan Washington sedang melihat berbagai kegiatan yang dilakukan pasukan Rusia di Ukraina.
Penghancuran sebuah teater di Mariupol minggu lalu "tampaknya merupakan serangan langsung terhadap (target) warga sipil," katanya.
"Ini sangat jelas ditandai dengan kata 'anak-anak' ... Ini bukan tujuan militer," katanya pada briefing di Departemen Luar Negeri.
Sementara, Rusia telah membantah mengebom teater itu.
Van Schaack mengatakan, bukti seperti sinyal intelijen dan laporan dari orang dalam Rusia dapat digunakan oleh pengadilan untuk menunjukkan bahwa warga sipil sengaja dijadikan sebagai sasaran.
Bukti tersebut disimpan untuk tujuan itu, katanya.
Pakar hukum itu pun mengatakan penuntutan terhadap Vladimir Putin atau pemimpin Rusia lainnya akan menghadapi rintangan tinggi dan bisa memakan waktu bertahun-tahun.
Sumber: Channel News Asia
(TribunTernate.com/Rizki A.)