Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Masjid Kesultanan Ternate

Sejarah Berdirinya 3 Masjid Tua Peninggalan Kerajaan Kesultanan Ternate Maluku Utara

Masjid Sultan Ternate diperkirakan mulai dibangun pada masa kepemimpinan Sultan Zainal Abidin, yang mulai dibangun pada tahun 1606

Editor: Munawir Taoeda
Tribunternate.com
SEJARAH: Masjid Kesultanan Ternate 

TRIBUNTERNATE.COM, TERNATE - Disebut Masjid Sultan, merupakan Masjid peninggalan dari Kesultanan Ternate.

Masjid ini berada di Jalan Sultan Khairun, Kelurahan Soa Sio Kecamatan Ternate Utara, Kota Ternate, Maluku Utara.

Adanya Masjid ini menjadi salah satu bukti keberadaan Kesultanan Islam pertama yang ada di Nusantara bagian timur.

Kesultanan Ternate mulai memeluk Islam ketika dipimpin sultan ke-18, yang bernama Kolano Marhum.

Baca juga: 3 Berita Populer Maluku Utara Jumat 22 Maret: 15 Bacabup Morotai Hingga Bupati Halsel Lantik Pejabat

Sultan Kolano Marhum memerintah mulai tahun 1465 hingga 1486 Masehi.

Ketika Sultan Kolano Marhum meninggal, dia digantikan anaknya bernama Zainal Abidin.

Yang menjadi raja mulai tahun 1486 hingga 1500 Masehi, di bawah kepimpinannya, Islam menjadi semakin kuat.

Bahkan, pada masa itu Zainal Abidin menetapkan agama Islam sebagai agama resmi kerajaan.

Masjid Sultan atau Sigi Lamo

SEJARAH: Masjid Kesultanan Ternate
Masjid Sultan Ternate

 

Masjid Sultan Ternate ini diperkirakan mulai dibangun pada masa kepemimpinan Sultan Zainal Abidin.

Ada juga yang mengatakan bahwa Masjid ini mulai dibangun pada 1606, pada masa kepemimpinan Sultan Saidi Barakati.

Di masa itu, Kesultanan Ternate menjadi kerajaan Islam kuat, bahkan bisa mengusir pasukan Portugis mulai datang ke Nusantara.

Arsitektur

Masjid Sultan Ternate dibangun dari susunan batu dengan bahan perekat dari campuran kulit kayu pohon kalumpang.

Masjid itu menggunakan bentuk segi empat dengan atapnya yang berbentuk tumpang limas.

Pada tiap-tiap tumpang limasnya penuh dengan terali-terali berukir.

Aturan

1. Masjid Sultan Ternate hanya digunakan untuk salat jemaah pria.

2. Jemaah pria yang salat di sini harus memakai celana panjang, tidak diperbolehkan memakai sarung atau yang lainnya.

3. Aturan yang ketiga adalah jemaah pria juga harus mengenakan penutup kepala baik itu peci atau kopiah.

Masjid An'nur atau Sigi Cim

Masjid An'nur atau Sigi Cim
Masjid An'nur atau Sigi Cim (Tribunternate.com)

 

Suara panggilan Salat ini berasal dari bedug tua, yang usianya ratusan tahun.

Masih nyaring terdengar, meski bedug ini dibuat pada tahun 1675 Masehi.

Sesuai dengan keterangan yang tertulis dengan pahatan huruf, di atas kayu bedug tersebut.

Bedug ini berada di Masjid An'nur atau Sigi Cim, satu dari tiga Masjid yang dimiliki Kesultanan Ternate.

Selain Sigi Cim, Kesultanan Ternate memiliki dua Masjid lagi, Sigi Lamo dan Sigi Heku.

Sigi Lamo adalah Masjid utama Kesultanan Ternate, di Sigi Lamo, Sultan Ternate turun temurun Salat disitu.

Hingga saat ini, Sultan Ternate rutin Salat Jumat di Sigi Lamo, dengan prosesi Salat Jumat sesuai ajaran Syariat Islam.

Yang bercampur dengan prosesi adat Kesultanan Ternate, yang mentradisi sejak ratusan tahun.

Tak jauh dari Sigi Lamo, sekitar 200 meter di jalan Sultan Babullah, Ternate, Sigi Cim berdiri.

Yang membedakan Sigi Lamo dan Sigi Cim adalah, bentuk kubah Masjid.

Masjid Sigi Lamo memiliki lima tingkatan kubah, sementara Masjid Sigi Cim hanya tiga.

Menurut kisah tokoh setempat, Sigi Cim dibangun di atas tanah yang dulunya milik warga Cina Muslim Ternate bernama, Nyakem dan Nyakema.

Keduanya bersaudara kakak beradik yang tidak memiliki keturunan.

Nyakem dan Nyakema dituturkan tokoh setempat adalah seorang saudagar kaya.

Punya tanah yang luas di Ternate. Dia lalu mewakafkan sebidang tanah untuk dibangun Masjid.

Di sebuah lokasi yang banyak ditinggali warga Ternate ketururan suku Bugis-Makassar.

Hubungan Nyakem dan Nyakema dengan Sultan Ternate sangat dekat.

Menurut kisahnya, Sultan Ternate sering dibantu oleh keduanya dalam urusan apapun.

Diketahui juga, dua bersaudara Muslim Cina Ternate ini tak hanya mewakafkan tanah buat Masjid Sigi Cim.

Tanah yang diwakafkannya juga ada beberapa yang diperuntukkan untuk kepentingan umat, misal masjid dan pekuburan.

Sigi Cim memang tergolong Masjid tua di Indonesia Timur, Ada tiga penanda di Masjid ini untuk mengetahui seberapa tua.

Pertama, Plakat yang menjelaskan tahun berdirinya masjid, disitu ditulis Masjid dibangun pada tahun ......

Kedua, bedug yang ada pahatan keterangan tahun dibuat dan ketiga mimbar tempat khutbah.

Tiga, penanda ini sekarang masih utuh ada di dalam Masjid Sigi Cim dan dianggap keramat.

Salah satu yang dianggap keramat adalah mimbar, keyakinan jemaah masjid soal mimbar Masjid.

Menurut mereka, siapapun khatib yang pandai ceramah akan mengalami kesulitan berkhutbah di atas mimbar, jika sang khatib memiliki niat Riya’ atau pamer diri.

Aktivitas keseharian Masjid Sigi Cim seperti Masjid-masjid lain, Salat jamaah lima waktu dan Salat jumat.

Jemaah Masjid Sigi Cim rutin membaca amalan Ratibul Haddad dan doa Tholak Bala’ setiap jumat subuh dan sore hari.

Pembacaan Ratibul Haddad dan doa Tholak Bala’ meningkat saat Bulan Ramadan dengan dibaca setiap hari.

Tentunya aktivitas di Bulan Ramadan semakin meningkat dengan membaca Al-Qur’an, pembagian takjil dan sedekah.

Saat Idul Fitri tiba, Salat I’d di Masjid Sigi Cim belum bisa dimulai sebelum Sultan Ternate memberikan satu tongkat yang diambil dari Kedaton Kesultanan Ternate.

Itulah Masjid Sigi Cim yang saat ini mendapat nama tambahan Masjid An Nur.

Masjid ini menjadi bukti kesalehan leluhur orang-orang Ternate, yang sangat menjunjung tinggi ajaran Syariat Islam tanpa membeda-bedakan perbedaan ras dan suku.

Semua suku, baik warga asli maupun pendatang menyatu dalam satu rumah ibadah.

Para leluhur sejatinya meyakini tidak ada yang paling istimewa di hadapan Allah SWT kecuali mereka yang bertaqwa.

Masjid Sigi Heku Kesultanan Ternate

Masjid Sigi Heku Kesultanan Ternate
Masjid Sigi Heku Kesultanan Ternate (Dok google.com)

Heku dalam bahasa Ternate disebut Haka, hak Kolano atau Sultan. Heku artinya pemberian hak oleh Kolano atau Sultan.

Kesultanan Ternate memberikan tanggung jawab kepada masyarakatnya.

Untuk melaksanakan perintah atau ketentuan yang ada pada kesultanan Ternate yakni di Sigi Heku.

Sigi Heku terbentuk pada tahun 1304 oleh Sultan ke lima Kumala Ngara Malamo.

Atau dikenal dengan Doriasnya atau nama asli Sirajul Mulki Amirul Muminin Maulana Iskandar Kaicil Muhammad Abdullah bin Khadir Syah.

Bertempat di kadaton Fowaro Madiahi atau di kenal saat ini dengan nama Foramadiahi.

Artiket ini terbit di: https://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/tamaddun/index

Lokasi Heku pertama di Siko 'Al Awwabin' Awal mula di bangunnya masjid Heku.

Pada tahun 1962, terjadi pengambil alih kekuasaan dari atas nama pemuda rakyat pada saat itu.

Mereka ambil alih Salat Jumat, sehingga Bobato akhirat keluar meninggalkan Masjid.

Dengan membawa tongkat dan menuju ke Dufa-dufa, dan masuk ke Masjid Al Muqarrabun pada 1962.

Pada tahun 1990 di Musollah (Al-Israh), tepatnya depan Kampus Akademi Ilmu Komputer Ternate.

Tahun 1993 di Akehuda di masa Sultan Ternate Mudaffar Sjah, di sanalah pelaksanaan ibadah di Sigi Heku mulai dilaksanakan hingga sekarang.

Sigi Heku selain digunakan sebagai tempat ibadah, Sigi Heku juga dilengkapi dengan pasukan dan prajuritnya yang di kenal dengan nama 'Baru-baru'.

'Baru-baru' membawahi Bala Kusu se Kano-kano atau bala rakyat, para pasukan itu bermukim di masing-masing Soa (marga) dari 12 Soa tersebut baik yang tinggal di darat maupun di laut.

Masyarakat di kota Ternate Utara, yang tinggal di daerah pesisir pantai merupakan bagian penting dari Kesultanan Ternate.

Sebab mereka menjadi penjaga keamanan di wilayah laut, dan juga di darat yakni di Kedaton Kesultanan Ternate maupun di rumah tempat tinggal keturunan kesultanan.

Hal yang unik adalah, para penjaga itu tidak diberi upah, dan masyarakat melakukan dengan suka relah serta penuh ketaatan kepada kesultanan.

Masyarakat sangat menghargai dan menghormati Sultan. Prinsip inilah yang selama ini dipraktekkan.

Oleh masyarakat Kota Ternate, khususnya yang berada di wilayah Kesultanan Ternate.

Bentuk Sigi Heku

Ketika memasuki halaman Sigi Heku, pertama kali di temui 'gerbang pintu pertama disebut 'Fala Jawa'.

Yang berbentuk bangunan gedung, atapnya bersusun tiga termasuk gubah berbentuk kerucut yang di topang empat tiang beton.

Di bawahnya terdapat tempat duduk (kursi beton), dengan gerbang pintu bentuk elips lengkung.

Kedua tempat itu saling berhadapan dengan ukuran yang sama, menjadi tempat menunggu dan selesai dari melaksanakan ibadah Salat maupun kegiatan keagamaan.

Sigi Heku setelah dilakukan renovasi maka bahan yang digunakan seperti pavin.

Sehingga terlihat indah mulai dari depan pintu gerbang sampai di dalam pelataran masjid.

Atap bersusun tiga melambangkan tiga kekuatan, yakni Nur Allah, Nur Muhammad dan Nur Adam.

Yang tersimpan dalam satu makam yang suci, adalah 'Insan Manusia', yang disimbolkan dengan bentuk 'gubah kerucut'.

Manusia adalah tempatnya 'Rahasia Allah', sedangkan kursi beton mencerminkan kehidupan manusia harus dinamis.

Tidak boleh statis, namun perlu harus punya waktu beristirahat untuk bertafakur kepada Allah SWT.

Baca juga: Dinas Kesehatan Pulau Taliabu Catat Penyakit Diare Akut Capai 221 Kasus Tahun 2024

Selanjutnya Sigi Heku berbentuk empat persegi, dibelakang samping kiri dan kanan melambangkan Salat lima waktu.

Di depan terdapat satu Mihrab, satu mimbar dan tiga gubah melambangkan Allah, Rasul dan kedua orang tua.

Gebah berbentuk kerucut ditopang dengan empat tiang besar (Ka’bah),  bermakna empat sahabat Nabi Muhammad SAW. (*)

Sumber: Tribun Ternate
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved