Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Sofifi

Mahasiswa Aksi di Kantor DPRD Maluku Utara, Sebut Pertambangan Dalang Banjir Lukulamo

Aliansi Lingkungan melakukan aksi protes di kantor DPRD Maluku Utara terkait banjir Desa Lukolamo Halmahera Tengah

Penulis: Sansul Sardi | Editor: Sitti Muthmainnah
TribunTernate.com/Sansul Sardi
Aksi di depan kantor DPRD Maluku Utara, Selasa (6/8/2024) 

TRIBUNTERNATE.COM,SOFIFI – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Lingkungan menggelar aksi protes di depan kantor DPRD Maluku Utara, Selasa (6/7/2024).

Mereka mengklaim aktivitas pertambangan di Halmahera Tengah menjadi penyebab utama banjir yang melanda Desa Lukulamo, Kecamatan Weda Tengah pada 21 Juli 2024.

Koordinator Aksi, Fahri Haya menegaskan banjir di Desa Lukolama bukan sekadar bencana alam biasa, melainkan akibat dari eksploitasi lingkungan yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan tambang tersebut.

Menurutnya, banjir di Desa Lukulamo pernah terjadi jauh sebelum masuknya perusahaan pertambangan,namun kondisinya berbeda dengan banjir di 2024 ini.

Baca juga: Aliansi Kecamatan Oba Selatan Tuntut Pemprov Maluku Utara Tuntaskan Pembangunan Jalan

"Warna dan kondisi air sungai telah berubah drastis akibat pencemaran dari aktivitas penggusuran di hutan atas nama pertambangan," tegas Fahri.

Ia menambahkan, banjir juga disebabkan oleh jebolnya tanggul di Kilometer (KM) 15 yang dimiliki perusahaan tambang.

"Akibatnya, seluruh rumah di Desa Lukulamo terendam banjir, tiga di antaranya rusak parah, dan semua barang warga hancur. Bahkan, seorang ibu hamil dilaporkan meninggal dunia karena bencana ini," ucapnya.

Fahri mengungkapkan, masalah lingkungan, kesehatan, pendidikan, dan kelaparan yang muncul pada hari pertama banjir semakin memperparah situasi di Desa Lukulamo.

Ia menuturkan, menurut kesaksian warga, pekerja, dan Pemerintah Desa banjir ini jelas diakibatkan oleh aktivitas pertambangan.

"Kami mendesak pemerintah segera menghentikan kegiatan tambang di Halmahera Tengah dan Maluku Utara untuk mencegah bencana yang lebih besar," tandasnya.

Fahri merinci, total pengungsi mencapai 1.828 jiwa,yang teridir dari pekerja dan warga lokal.

"Pemerintah harus bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang terjadi," pungkasnya.

Berikut sepuluh tuntutan aksi Aliansi Lingkungan :

  1. Pemerintah dan PT. IWIP segera membangun drainase di desa-desa sekitar tambang.
  2. Pemerintah Provinsi, Kabupaten Halmahera Tengah, dan pihak perusahaan segera membangun talud dan menormalisasi Sungai Kobe.
  3. Pemerintah Halmahera Tengah dan pihak perusahaan bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh buruh dan masyarakat sekitar tambang.
  4. Pihak perusahaan harus meningkatkan keselamatan kerja (K3) dan mewujudkan sistem kerja yang manusiawi.
  5. Hentikan produksi perusahaan tambang hingga kondisi lingkungan Halmahera Tengah kembali stabil.
  6. Naikkan upah buruh dan hentikan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak.
  7. Copot Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Maluku Utara.
  8. Segera adili dan tangkap mafia tambang di Maluku Utara.
  9. Mendesak Kapolda Maluku Utara untuk menyelidiki PSN yang melakukan kejahatan lingkungan tanpa mengikuti kaidah-kaidah pertambangan.
  10. Tangkap Penjabat (Pj) Gubernur Maluku Utara yang dianggap sebagai dalang kerusakan lingkungan di Halmahera Tengah.(*)
Sumber: Tribun Ternate
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved