Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Maluku Utara

DPR RI dan Akademisi Beda Pandangan Soal DOB Sofifi Maluku Utara

Namun, ia menyinggung bahwa Kesultanan Tidore memiliki pandangan yang mempengaruhi keputusan politik terkait hal tersebut.

Penulis: Sansul Sardi | Editor: Isvara Savitri
TribunTernate.com/Istimewa
Papan nama Kota Sofifi di bundaran Jalan 40, Sofifi, Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara. 

TRIBUNTERNATE.COM, SOFIFI – Polemik terkait pemekaran Sofifi sebagai daerah otonomi baru (DOB) semakin memanas setelah pernyataan kontroversial dari anggota DPR RI Dapil Maluku Utara, Alien Mus.

Dalam kunjungannya baru-baru ini, Alien Mus mengungkapkan bahwa pemerintah pusat sebenarnya telah menyetujui pemekaran Sofifi.

Namun, ia menyinggung bahwa Kesultanan Tidore memiliki pandangan yang mempengaruhi keputusan politik terkait hal tersebut.

"Pemerintah pusat telah menyetujui pemekaran Sofifi, tapi pernyataan dari Kesultanan Tidore mempengaruhi dinamika politik yang terjadi di Indonesia terkait pemekaran ini," ujar Alien Mus saat ditemui di Sofifi beberapa hari lalu dalam pelantikan anggota DPRD Maluku Utara periode 2024-2029.

Pernyataan ini mendapat tanggapan serius dari berbagai kalangan, termasuk akademisi Universitas Khairun Ternate, Muammil Sunana.

Muammil menilai bahwa pernyataan Alien Mus kurang tepat dan tidak rasional karena mencampuradukkan urusan pemerintahan dengan peran kesultanan.

"Walaupun Sofifi berada dalam wilayah administratif Tidore Kepulauan, urusan ini sepenuhnya terkait dengan Pemerintah Kota Tidore Kepulauan (Pemkot Tikep), bukan Kesultanan. Sebagai anggota DPR RI, Alien Mus seharusnya bisa memisahkan antara urusan pemerintahan dengan kesultanan," tegas Muammil.

Sebagai wakil rakyat, Alien Mus seharusnya lebih fokus memperjuangkan pemekaran Sofifi sebagai ibu kota provinsi yang mandiri, mengingat potensi besar yang akan berdampak positif bagi masyarakat luas. 

"Pemekaran Sofifi sebagai DOB bukanlah urusan kesultanan, melainkan upaya untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, urusan politik dan pemerintahan tidak boleh dicampuradukkan dengan urusan tradisi atau budaya kesultanan," jelas Muammil.

Pemekaran Sofifi telah menjadi isu penting di Maluku Utara.

Perlu diketahui, meski Sofifi merupakan ibu kota Malut, secara administrastif Sofifi adalah sebuah kelurahan di Kecamatan Oba Utara, Kota Tidore Kepulauan.

Baca juga: Mahasiswa Teknik Unkhair Ternate Sabet Best Presenter di Konferensi Internasional IJCST 2024

Baca juga: 30 Pelaku UMKM Ikut Program Pengembangan SDM UMKM Kemenkop RI di Ternate Maluku Utara

Banyak pihak mendukung langkah ini sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan, mengingat posisi strategisnya sebagai pusat pemerintahan provinsi.

Namun, adanya tarik menarik kepentingan politik dan budaya terus menjadi hambatan dalam proses ini.

Keterlibatan Kesultanan Tidore dalam isu pemekaran ini memang menimbulkan berbagai pendapat.

Namun, akademisi dan beberapa tokoh publik menekankan bahwa urusan otonomi daerah harus dipandang secara rasional dan berbasis pada kepentingan masyarakat, bukan faktor-faktor eksternal yang tidak relevan.

Pernyataan Alien Mus dinilai memicu perdebatan lebih luas mengenai batasan peran tradisi dalam politik pemerintahan modern, sekaligus membuka ruang diskusi tentang perlunya pendekatan yang lebih komprehensif dalam membahas pemekaran Sofifi.

Apakah Sofifi akan segera dimekarkan sebagai DOB, atau hambatan politik dan budaya akan terus menjadi penghalang?

Hanya waktu yang bisa menjawab.

Namun satu hal yang pasti: isu ini tetap menjadi topik yang hangat di kalangan masyarakat dan pengambil kebijakan di Maluku Utara.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved