Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Pulau Morotai

Cerita Aswad Puni, Tukang Besi Tertua di Morotai, Pernah Minta Bantuan Alat Tapi Tak Diakomodir

Aswad Puni, tukang besi tertua di Pulau Morotai, Maluku Utara. Pria 72 tahun ini melakoni pekerjaannya secara turun temurun

Penulis: Fizri Nurdin | Editor: Munawir Taoeda
Tribunternate.com/Fizri Nurdin
KISAH: Seorang tukang besi tertua di Pulau Morotai, Maluku Utara atas nama Aswad Puni, beralamat di Desa Totodoku, Kecamatan Morotai Selatan, Selasa (24/12/2024). Di mana sampai saat ini, ia melakoni pekerjaannya dengan alat seadanya 

TRIBUNTERNATE.COM, MOROTAI - Cerita seorang tukang besi tertua di Pulau Morotai, Maluku Utara yang melakoni pekerjaannya dengan alat seadanya.

Namanya Aswad Puni, lahir pada 6 Juni 1952. Aswad berdomisili di Desa Totodoku, Morotai Selatan.

Ia memiliki seorang istri bernama Sumlan Gilalo. Anaknya 8, 5 lak-laki dan 3 perempuan.

Pria 72 tahun itu melakoni pekerjaan sebagai tukang besi secara turun temurun. Dulu ayahnya juga seorang tukang besi.

Baca juga: Pedagang Petasan di Morotai Raup Omzet Jutaan per Hari Mendekati Nataru

Diwawancarai TribunTernate.com di tempat kerjanya, Aswad mengatakan pekerjaan ini sudah dijalaninya sejak tahun 70'an.

"Saya jadi tukang besi karena saya punya papa dahulu juga tukang besi."

"Sejak kecil, saya sudah belajar jadi tukang besi dari papa, sejak itu sampai saat ini, "katanya, Selasa (24/12/2024).

KISAH: Seorang tukang besi tertua di Pulau Morotai, Maluku Utara atas nama Aswad Puni, beralamat di Desa Totodoku, Kecamatan Morotai Selatan, Selasa (24/12/2024). Di mana sampai saat ini, ia melakoni pekerjaannya dengan alat seadanya
KISAH: Seorang tukang besi tertua di Pulau Morotai, Maluku Utara atas nama Aswad Puni, beralamat di Desa Totodoku, Kecamatan Morotai Selatan, Selasa (24/12/2024). Di mana sampai saat ini, ia melakoni pekerjaannya dengan alat seadanya (Tribunternate.com/Fizri Nurdin)

Kesehariannya, Aswad Puni menempa besi-besi untuk dijadikan perkakas sejenis parang dan lain sebagainya.

"Banyak yang datang pesan, mulai dari petani hingga anggota (TNI/Polri). Prinsipnya saya bikin sesuai pesanan, "tuturnya.

Dikatakan, bahan utama membuat perkakas bervariasi, semisal stenlis, bar mesin sensor, per mobil dan lain sebagainya.

Aswad pun mematok harga Rp 100 ribu hingga Rp 350 ribu, untuk sebuah perkakas.

"Rp 200 ribu, Rp 250 ribu, Rp 300 ribu hingga Rp 350 ribu. Tergantung model pesanan perkakas."

"Kalau kuda-kuda (alat parut kelapa) Rp 100 ribu, jadi saya buat pisau potong ikan sampai parang belah kelapa, "ucapnya.

Karena alat kerjanya masih tradisional, kakek paruh baya ini pernah mengusulkan proposal bantuan ke Pemerintah Daerah.

Namun sampai detik ini, proposal itu hanyalah sebuah proposal, tidak ada tindak lanjut.

Halaman
12
Sumber: Tribun Ternate
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved