Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Opini

Pernikahan Dini dan Stunting: Tantangan dan Strategi Kebijakan untuk Masa Depan yang Lebih Sehat

Faktor penyebab pernikahan dini yang berkontribusi terhadap Stunting yakni norma sosial dan budaya, kemiskinan dan keterbatasan ekonomi

Editor: Munawir Taoeda
Istimewa
OPINI: Rajman, Skm, M.Kes, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Ternate dan juga mahasiswa Program Doktor FKM Universitas Hasanuddin Makassar 

Rajman, Skm, M.Kes
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Ternate
Mahasiswa Program Doktor FKM Universitas Hasanuddin Makassar

PERNIKAHAN dini merupakan masalah sosial yang berdampak besar pada kesehatan masyarakat, terutama dalam meningkatkan risiko stunting pada anak.

Menurut UNICEF (2022), lebih dari 650 juta perempuan di seluruh dunia menikah sebelum usia 18 tahun.

Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa sekitar 11 persen perempuan menikah sebelum usia 18 tahun, dengan angka lebih tinggi di daerah pedesaan.

Berdasarkan Data hasil pemutahiran pendataan keluarga tahun 2022 di Kota Ternate angka usia kawin pertama dengan usia di bawah ideal masih cukup tinggi yaitu: 12,85 %, tertinggi di daerah kepualauan.

Stunting, yang didefinisikan sebagai kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis, sering terjadi pada anak yang lahir dari ibu yang menikah dini.

Data dari Kementerian Kesehatan RI (2023) menunjukkan bahwa anak-anak dari ibu yang menikah sebelum usia 18 tahun memiliki risiko 1,5 kali lebih tinggi mengalami stunting dibandingkan anak-anak dari ibu yang menikah pada usia lebih dewasa.

Hubungan Pernikahan Dini dan Stunting : Pernikahan dini menyebabkan kehamilan pada usia remaja, yang meningkatkan risiko komplikasi kesehatan seperti anemia, hipertensi kehamilan, dan persalinan prematur.

Kehamilan di usia dini juga menyebabkan Kurangnya kesiapan biologis ibu, sehingga bayi yang dilahirkan lebih rentan terhadap malnutrisi, Kurangnya akses terhadap layanan kesehatan, karena remaja yang menikah dini seringkali kurang berpendidikan dan memiliki keterbatasan dalam mengakses informasi tentang kesehatan ibu dan anak, Ketidakstabilan ekonomi, yang menyebabkan ibu tidak mampu menyediakan gizi yang cukup bagi anaknya.

Faktor penyebab pernikahan dini yang berkontribusi terhadap Stunting yakni norma sosial dan budaya, kemiskinan dan keterbatasan ekonomi, pendidikan yang rendah, kurangnya penegakan hukum.

Dari beberapa penelitian yang kami baca seperti penelitian yang dilakukan oleh oleh Martini et al. (2023) mengonfirmasi bahwa anak dari ibu yang menikah di bawah usia 18 tahun dua kali lebih berisiko mengalami stunting dibandingkan anak dari ibu yang menikah pada usia lebih matang.

Selain itu, studi oleh Kohan et al. (2021) di Iran menunjukkan bahwa remaja yang menikah dini cenderung mengalami keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan, yang berujung pada buruknya kondisi gizi selama kehamilan.

Sedangkan dalam pencegahan pernikahan dini Greene et al. (2023) dalam jurnal BMJ Open, ditemukan bahwa upaya pencegahan pernikahan dini di Afrika dan Asia menunjukkan hasil positif jika disertai dengan pendekatan multidisipliner, termasuk edukasi seksual, pemberdayaan ekonomi, serta kebijakan perlindungan anak yang kuat.

Adapun beberapa strategi kebiajakan untuk Mengurangi Pernikahan Dini dan Stunting seperti Meningkatkan Akses Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat, Penguatan Kebijakan dan Penegakan Hukum, Pemberdayaan Ekonomi Perempuan dan Peningkatan Akses terhadap Layanan Kesehatan. (*)

Sumber: Tribun Ternate
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved