TRIBUNNEWS.COM - Di antara orang-orang yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan, musafir adalah salah satunya.
Musafir atau seseorang yang berada dalam perjalanan jauh diperbolehkan oleh agama untuk tidak berpuasa.
Hal tersebut tertuang dalam Surat Al-Baqarah ayat 185 yang berbunyi:
"Barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu." (QS. Al-Baqarah: 185)
Dispensasi atau keringanan itu dalam ilmu fikih disebut rukhsah, yang berarti kemudahan atau keringanan yang diberikan Allah SWT. kepada seseorang karena suatu sebab yang membuatnya tidak bisa menjalankan ibadah seperti seharusnya.
Jika seseorang yang dalam perjalanan tidak kuat berpuasa, maka diperbolehkan untuknya membatalkan puasa.
Namun, ia wajib membayar utang puasanya itu di luar bulan Ramadhan.
Tetapi, jika seseorang itu mampu melanjutkan puasanya meskipun berada dalam perjalanan, maka ia pun diperbolehkan untuk berpuasa.
Baca juga: Apakah Puasa Tetap Sah Jika Mandi Junub setelah Imsak & Subuh? Simak Penjelasan hingga Tata Caranya
Baca juga: Maruf Amin Ajak Masyarakat Ibadah Ramadhan di Rumah Saja: Tarawih Itu Sunah, Menjaga Diri Itu Wajib
Lantas, perjalanan seperti apakah yang diperbolehkan bagi seseorang untuk membatalkan puasa?
Mubalig Pakar Fiqh Ustaz Tajul Muluk memberikan penjelasannya terkait pertanyaan tersebut.
Menurutnya, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang ketika akan mengambil rukhsah sebagai musafir.
Hal pertama yang harus dipenuhi, yaitu terkait jarak perjalanan yang jauh.
Perjalanan jauh dalam rumus fikih adalah perjalanan di mana seseorang boleh meng-qashar dan men-jamak salat.
Jika dikonversikan ke dalam kilometer, maka jarak itu harus lebih dari 80 kilometer.
Jarak tersebut termasuk dalam masyaqqah yang berarti bentuk kesulitan yang dialami manusia untuk melaksanakan sebuah kewajiban.