TRIBUNTERNATE.COM – Berdasarkan data SAFEnet, hingga tahun 2020 tercatat telah ada 324 kasus UU ITE yang menjerat warga.
Mengetahui hal ini, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo menyatakan bahwa UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Infromasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) harus direvisi.
Menurut Bamsoet, UU tersebut perlu dilakukan revisi karena menimbulkan multitafsir.
Diketahui, hingga 30 Oktober 2020 tercatat ada 324 kasus dengan rincian 209 orang dijerat pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik, 76 orang dijerat pasal 28 ayat 3 tentang ujaran kebencian, serta 172 kasus dilaporkan berasal dari unggahan di media sosial.
"Presiden Joko Widodo dalam rapat pimpinan TNI-Polri pada 15 Februari 2021 tegas menyampaikan, semangat awal UU ITE adalah menjaga ruang digital Indonesia bersih, sehat, beretika dan produktif," ujar Bamsoet dalam Focus Group Discussion (FGD) BS Center tentang Masa Depan Demokrasi Pancasila, Urgensi Revisi UU ITE', di Komplek Majelis, Jakarta, Kamis (6/5/2021).
"Presiden menekankan, jika implementasinya menimbulkan ketidakadilan, tidak menutup kemungkinan UU ITE perlu direvisi, termasuk menghapus pasal karet yang multitafsir," imbuhnya.
Baca juga: Beredar Video Hoax Suap Jaksa pada Sidang Rizieq, Mahfud: Untuk Kasus Seperti Ini UU ITE Dulu Dibuat
Baca juga: Terima Keluhan Korban UU ITE, Mahfud MD Sebut UU ITE Sudah Jadi Perhatian Jokowi: Banyak Korbannya
Bamsoet juga menjelaskan, desakan revisi UU ITE terekam dalam survei litbang Kompas pada Februari 2021.
Dari 1.007 responden berusia minimal 17 tahun yang tersebar di 34 Provinsi, menyatakan UU ITE perlu revisi sebagian (47,4 persen), perlu revisi menyeluruh (28,4 persen), tidak perlu revisi, tetap seperti itu saja (10,3 persen) dan tidak tahu (13,9 persen).
"Revisi UU ITE dilakukan untuk menjamin kebebasan berpendapat di ruang digital dengan tetap menjaga hak dan kewajiban sesama warga di mata hukum.”
“Sehingga mewujudkan keadaban publik melalui keadaban daring (online civility), menangkal penyebaran berita bohong, konten pornografi, serta meredam masifnya ujaran kebencian melalui media sosial.”
“Sehingga, semakin menguatkan demokrasi Pancasila di Indonesia," jelas Bamsoet.
Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Siber Polri Brigjen Pol. Slamet Uliandi menerangkan, agar UU ITE tidak disalahgunakan.
Slamet juga menyebut bahwa pada 19 Februari 2021, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menerbitkan Surat Edaran (SE) No.2/II/2021 tentang Kesadaran Budaya beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat dan Produktif.
Selain itu, Polri juga membentuk virtual police, dengan tujuan menciptakan media sosial yang bersih, sehat, dan produktif, terbebas dari hoaks dan ujaran kebencian.
Baca juga: UU ITE Akan Direvisi, Pemerintah Bentuk Tim Pengkaji UU ITE, Terdiri dari 3 Kementerian
Baca juga: Mardani Ali Sera: UU ITE Digunakan untuk Bungkam Suara yang Kritik Pemerintah
"Jika ditemukan komunikasi/konten yang berpotensi melanggar UU ITE di ruang publik, penegakan hukum dilakukan dalam bentuk preventif, preemtif, dan kuratif.”