Kenali Beberapa Gejala Covid-19 yang Tak Biasa, Mulai dari Anosmia, Iritasi Kulit, hingga Delirium
Sepanjang masa pandemi ini kita terus menemukan gejala-gejala baru pada orang yang dinyatakan mengidap Covid-19
1. Kabut otak, halusinasi, dan delirium
Gejala-gejala ini cukup sering dialami. Sementara komunitas medis masih berusaha mencari tahu apa yang menyebabkan kabut otak (brain fog).
Mereka meyakini, kabut otak itu kemungkinan akibat dari respons kekebalan tubuh terhadap virus atau peradangan di seluruh sistem saraf dan pembuluh darah yang mengarah ke otak.
Sedangkan halusinasi dan gangguan kesadaran delirium juga berasal dari tubuh yang berusaha melawan virus.
Dia mengatakan, kabut otak adalah kondisi yang memengaruhi kinerja otak dan membuat kita menjadi linglung. Lalu, halusinasi dan delirium umumnya dialami jika ada penyakit lain yang parah.
Ketika penderita Covid-19 mengalami stres, maka gejala-gejala kebingungan ini akan timbul. Tapi gejala ini sangat banyak dialami orang yang lebih tua karena tubuh berusaha melawan infeksi.
"Pasien Covid-19 di ruang ICU terkadang mengalami delirium yang sangat buruk, lebih buruk daripada yang terlihat dengan pasien lain yang sakit kritis," terangnya.
Delirium ini dapat memburuk jika pasien tidak dapat tidur dengan normal atau sedang merasa kesakitan.
Beberapa obat yang digunakan untuk menjaga pasien tetap nyaman pada ventilator bahkan dapat membuat delirium semakin intens.
"Kombinasi aliran darah dan peradangan dalam tubuh berpotensi mengubah aliran darah pada tingkat mikrovaskular yang menyebabkan reaksi ini terhadap otak, bahkan bisa lebih buruk," ungkapnya.
• Direktur Jenderal WHO: Covid-19 Bukanlah Pandemi Terakhir yang Dihadapi Dunia
• Pandemi Covid-19 Belum Berakhir, Ini Penjelasan Prof. Zubairi Djoerban tentang Pentingnya Masker
• Fatwa Halal Vaksin Covid-19 Disebut Pesanan, MUI Membantah: Dosa Kalau Main-main dengan Fatwa
2. Detak jantung dan suhu yang tinggi
Beberapa pasien memiliki detak jantung yang tinggi tak lama setelah terinfeksi Covid-19. Hal ini terjadi bersamaan dengan peningkatan suhu yang merupakan hasil dari disfungsi otonom.
"Kami melihat ini semakin banyak. Ketika itu terjadi, sistem kekebalan tubuh menyerang saraf otonom," jelasnya.
"Sehingga, saraf yang mengatur hal-hal dalam tubuh seperti detak jantung dan suhu itu dapat dibuang. Ketika ini terjadi, detak jantung orang tidak sulit diatur," sambung dia.
Setelah kehilangan keseimbangan ini, kita dapat memiliki denyut jantung super tinggi atau suhu tubuh yang tinggi tanpa alasan.