Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Polemik TWK, Ketua Umum PP Muhammadiyah: Semestinya TWK untuk KPK Maupun ASN Bersifat Objektif

Haedar Nashir menyebutkan bahwa sifat TWK untuk KPK maupun ASN harusnya objektif dan sejiwa dengan Pancasila dan Konstitusi.

Website resmi Muhammadiyah
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir. 

Di akhir utas cuitannya, Haedar Nashir mengajukan pertanyaan retoris, apakah kita ingin bangsa Indonesia terpecah belah karena ada salah kaprah dan salah langkah.

Ia mengimbau untuk mengedepankan dialog dan solusi dengan jiwa kenegaraan tinggi dalam menyelesaikan masalah, khususnya polemik TWK pegawai KPK yang semakin memanas ini.

Haedar Nashir mengimbau semua pihak yang terkait untuk saling introspeksi diri dan jangan ingin menangnya sendiri.

Baca juga: Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2021, Simak Sejarah Singkat, Logo, dan Tema Peringatannya

Baca juga: Nadiem Makarim Libatkan Perguruan Tinggi untuk Akselerasi Vaksinasi Tenaga Pendidik Jelang PTM

Baca juga: IPW: Salah Kaprah Jika Ombudsman, Komnas HAM, dan PGI Mau Diperalat Novel Baswedan cs

Baca juga: Waketum MUI Minta Erick Thohir Lebih Rasional saat Tunjuk Seseorang Jabat Posisi di BUMN

Sederet Pertanyaan TWK Pegawai KPK: Kesediaan Lepas Kerudung, Status Pernikahan hingga Pilih Alquran atau Pancasila

Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tri Artining Putri menyebut sejumlah pertanyaan janggal dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). 

Pertanyaan-pertanyaan itu dinilai tidak punya korelasi dengan wawasan kebangsaan.

Puput, demikian sapaan akrabnya, termasuk dalam 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK.

Pewawancara atau asesor melayangkan pertanyaan pilihan kepada pegawai KPK untuk memilih Al-Quran atau Pancasila.

“Ada juga yang ditanya terkait dengan pilih mana Al-quran atau Pancasila. Seolah-olah Al-quran dan Pancasila tidak bisa berjalan beriringan,” ujar Putri dalam diskusi daring bertajuk: “Mengurai Kontroversi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), Minggu (30/5/2021).

“Seolah-olah di Pancasila, tidak ada Ketuhanan Yang Maha Esa, maka seolah-olah Al-quran tidak bisa sejalan dengan Pancasila,” jelasnya, diwartakan Tribunnews.com.  

Saat itu, temannya itu didesak harus memilih salah satu antara Al-quran atau Pancasila.

“Teman saya sudah menjawab, ‘saya sebagai umat Islam saya berpegang teguh kepada Al-quran, tapi kalau sebagai warga negara, saya ikut ideologi negara yaitu Pancasila.’ Enggak bisa harus pilih salah satu, akhirnya teman saya bilang ya sudah saya pilih Alquran,” ucapnya.

“Mungkin  itu yang disebut menjadi radikal dan tidak lulus, saya juga nggak tahu,” katanya.

Kemudian ada pula pertanyaan lain, lanjut dia, apakah bersedia atau tidak membuka hijab demi bagsa dan negara. Temannya menjawab tidak bersedia untuk itu.

“Ada yang diminta lepas kerudung demi bangsa dan negara, bersedia atau tidak. Teman saya bilang, tidak bersedia. Lalu  dibilang, ‘egois kali kamu ya nggak mau melepas jilbab demi bangsa dan negara,’” ujarnya.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved