Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Mengapa Taliban Semakin Merajalela di Afghanistan? Bagaimana dengan Pasukan Militer yang Dilatih AS?

Hingga saat ini, Kelompok Taliban telah merebut 15 dari total 34 ibu kota provinsi di Afghanistan, termasuk Herat, Kandahar, dan Pol-e-Khomri.

AFP/Sifatullah Zahidi
Pasukan keamanan Afghanistan berdiri di dekat kendaraan lapis baja selama pertempuran yang sedang berlangsung antara pasukan keamanan Afghanistan dan tentara Taliban di daerah Busharan di pinggiran Lashkar Gah, ibu kota Provinsi Helmand 5 Mei 2021. Pesawat-pesawat tempur Amerika mendukung pasukan Afghanistan melawan sebuah pasukan utama Taliban ofensif di selatan negara itu bahkan ketika militer AS terus menekan dengan penarikan pasukan, kata para pejabat pada 5 Mei. Pertempuran sengit telah meletus di provinsi Helmand sejak akhir pekan, ketika militer AS secara resmi mulai menarik pasukannya yang tersisa. 

TRIBUNTERNATE.COM - Kelompok militan Taliban semakin merajalela di Afghanistan, bahkan mereka telah menguasai sejumlah kota penting di wilayah negara itu.

Jatuhnya kota-kota penting ke tangan Taliban terjadi dalam waktu yang relatif cepat.

Hingga saat ini, Kelompok Taliban telah merebut 15 dari total 34 ibu kota provinsi di Afghanistan.

Adapun 15 ibu kota provinsi itu termasuk Kandahar, Herat dan Pol-e-Khomri yang direbut hanya dalam waktu satu minggu.

Serangan militan telah dimulai secara bersamaan di wilayah Utara dan Selatan negara itu.

Sementara, Taliban dan delegasi pemerintah sedang mempersiapkan putaran pembicaraan damai berikutnya di Doha, Qatar.

Dikutip dari laman Sputnik News, Jumat (13/8/2021), pertempuran sengit terjadi pada Kamis malam untuk menguasai Kandahar dan Herat, dua kota terbesar setelah Kabul yang terletak di Selatan negara itu.

Sedangkan di Utara, Taliban telah merebut Pol-e-Khomri yang terletak di dekat Kotal-e Salang Pass yang strategis menghubungkan bagian Utara Afghanistan dengan ibu kotanya, Kabul.

Awal pekan ini, para militan itu telah merebut kota Kunduz, yang disebut sebagai pintu gerbang ke Asia Tengah.

Pertempuran kemudian berlanjut di Utara untuk penaklukan Mazar-i-Sharif, kota terbesar ke-4 di Afghanistan sekaligus ibu kota provinsi Balkh.

Jika jatuh, pemerintah yang terpusat di kota Kabul akan terputus dari negara tetangga, Uzbekistan.

Baca juga: Taliban Makin Menggila, AS dan Inggris Kirim Tentara untuk Bantu Evakuasi Warga di Afghanistan

Laporan intelijen AS

Pekan ini, sebuah laporan intelijen AS yang bocor memperkirakan bahwa Kabul bisa diserang dalam beberapa pekan dan pemerintahan Afghanistan bisa runtuh dalam 90 hari.

Sejauh ini Taliban mengeklaim telah merebut kota terbesar kedua di Afghanistan, Kandahar, yang dapat disebut sebagai kemenangan besar bagi mereka.

Kota ini pernah menjadi benteng Taliban, dan secara strategis penting sebagai pusat perdagangan yang terkemuka.

Beberapa kota lainnya juga jatuh pada Kamis (12/08) dalam serangkaian kemenangan paling dramatis.

Jadi, bagaimana semua ini bisa berlangsung begitu cepat?

AS dan negara-negara sekutu NATO - termasuk Inggris - telah menghabiskan sebagian besar dalam 20 tahun terakhir untuk program pelatihan dan memperlengkapi pasukan keamanan Afghanistan.

Tak terhitung para jenderal Amerika dan Inggris mengeklaim telah membentuk tentara Afghanistan yang lebih kuat dan cakap.

Janji-janji itu terlihat seperti omong kosong pada hari-hari ini.

Baca juga: Taliban Kuasai Dua Kota Besar, Sejumlah Kedutaan Besar Asing Tarik Staf Mereka dari Afghanistan

Pasukan keamanan dan militia Afghanistan berjuang melawan Taliban, mereka berjaga-jaga di Distrik Enjil, Provinsi Herat.
Pasukan keamanan dan militia Afghanistan berjuang melawan Taliban, mereka berjaga-jaga di Distrik Enjil, Provinsi Herat. (AFP/Hoshang Hashimi via Al Jazeera)

Inggris cemas perang saudara di ambang mata

Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace mengatakan bahwa konflik internal di Afghanistan dapat menyebabkan perang saudara dan menciptakan tempat berkembang biak yang potensial bagi kelompok teroris seperti Al-Qaeda.

Peringatan itu disampaikannya saat serangan Taliban mendekati Kabul, ibu kota Afghanistan.

Dikutip dari laman Russia Today, Jumat (13/8/2021), Wallace mengatakan pada hari Jumat waktu setempat bahwa negara Barat perlu belajar dari sejarah bahwa 'kepentingan yang bersaing' selalu merusak gagasan persatuan di Afghanistan.

"Inggris menemukan bahwa pada tahun 1830-an, Afghanistan merupakan negara yang dipimpin oleh panglima perang serta dipimpin oleh berbagai provinsi dan suku. Dan jika anda tidak terlalu berhati-hati, anda akan berakhir dalam perang saudara dan saya pikir kita sedang menuju ke perang saudara, perang sipil," kata Wallace.

Sementara keuntungan teritorial Taliban yang luas menciptakan kesan bahwa satu entitas sedang mengkonsolidasikan kekuatan di Afghanistan.

Kenyataannya adalah, kata dia, kelompok militan terdiri dari orang-orang dengan loyalitas yang bersaing.

"Taliban bersifat memecah, menjadi segala macam kepentingan yang berbeda," tegas Wallace.

Secara terpisah, ia juga menyatakan kekhawatirannya bahwa organisasi teroris dapat menemukan perlindungan di Afghanistan karena situasi internal yang terjadi di 'negara gagal' itu terus memburuk.

Wallace pun memprediksi kelompok teroris Al-Qaeda akan 'hidup' kembali di Afghanistan.

Menurutnya, ketidakstabilan yang berkembang di Afghanistan dapat menimbulkan ancaman keamanan bagi Inggris.

"Al-Qaeda mungkin akan kembali," papar Wallace.

Ia tampaknya juga mengkritik bagaimana penanganan konflik yang berlangsung hampir 20 tahun itu.

Wallace menilai intervensi Barat di negara-negara seperti Afghanistan seharusnya ditujukan untuk 'mengelola' situasi, bukan untuk memberikan 'perbaikan secara instan'.

Mengkonfirmasi laporan sebelumnya, Wallace juga menyampaikan bahwa kota terbesar kedua di Afghanistan, Kandahar, saat ini 'sudah jatuh ke tangan Taliban'.

Baca juga: Joe Biden Tak Menyesal Tarik Pasukan, AS Prediksi Afghanistan Dikuasai Taliban dalam 90 Hari

Kekuatan Taliban

Pemerintah Afghanistan seharusnya, secara teori, masih berada di atas angin dengan kekuatan lebih besar yang dimilikinya.

Pasukan keamanan Afghanistan berjumlah lebih dari 300.000 orang, setidaknya di atas kertas. Jumlah itu termasuk angkatan darat, udara, serta kepolisian Afghanistan.

Namun kenyataannya negara ini selalu kepayahan dalam memenuhi target perekrutan anggota keamanan.

Tentara dan polisi Afghanistan punya riwayat buruk perihal kematian yang tinggi, desersi, serta korupsi - sejumlah komandan tak bermoral meminta anggaran yang diklaim untuk pasukannya, namun sebenarnya prajurit-prajurit itu tidak pernah ada - yang disebut "tentara hantu".

Dalam laporan terbarunya kepada Kongres AS, Inspektur Jenderal Khusus untuk Afghanistan (SIGAR) menyatakan "keprihatinan serius tentang efek korupsi yang merusak... dan pertanyaan keakuratan data mengenai kekuatan pasukan yang sebenarnya".

Jack Watling, dari Royal United Services Institute, mengatakan bahkan Angkatan Darat Afghanistan tidak pernah yakin berapa banyak pasukan yang sebenarnya mereka miliki.

Selain itu, dia mengatakan, ada persoalan dengan perawatan alat pertahanan dan moral.

Pasukan sering kali dikirim ke wilayah di mana mereka tidak memiliki hubungan suku atau keluarga. Inilah salah satu alasan mengapa beberapa orang kemungkinan begitu cepat meninggalkan posnya tanpa melakukan perlawanan.

Kekuatan Taliban bahkan lebih sulit untuk diukur.

Menurut Pusat Pemberantasan Terorisme AS di West Point, ada perkiraan yang memperlihatkan bahwa kekuatan inti kelompok Taliban berjumlah 60.000 jiwa.

Dengan tambahan kelompok milisi dan pendukung lainnya, jumlah mereka bisa melebihi 200.000 orang.

Tetapi Dr Mike Martin, mantan perwira tentara Inggris yang menguasai bahasa Pashto dan telah menelusuri sejarah konflik di Helmand dalam bukunya An Intimate War, memperingatkan terlalu berbahaya mendefinisikan Taliban sebagai satu kelompok monolitik.

Sebaliknya, dia mengatakan "Taliban lebih mendekati sebuah koalisi longgar dari para pemegang waralaba independen - dan kemungkinan besar bersifat sementara - berafiliasi satu sama lain".

Dia mencatat bahwa pemerintah Afghanistan juga terbelah oleh berbagai kepentingan faksi-faksi di tingkat lokal.

Sejarah perubahan di Afghanistan menggambarkan betapa keluarga, suku, dan bahkan pejabat pemerintah mengalihkan dukungannya - acapkali untuk memastikan kelangsungan hidup mereka sendiri.

Akses ke persenjataan

Sekali lagi, pemerintah Afghanistan sejatinya memiliki keuntungan baik dari segi pendanaan maupun persenjataan.

Mereka telah menerima miliaran dolar guna membayar gaji dan peralatan pertahanan - sebagian besar diberikan AS.

Dalam laporan Juli 2021, SIGAR mengatakan lebih dari US$88 miliar telah dihabiskan demi keamanan Afghanistan.

Tapi data itu menambahkan: "Pertanyaannya, apakah uang itu dihabiskan dengan baik, yang pada akhirnya, akan dijawab oleh apa yang dihasilkan dari pertempuran di lapangan."

Angkatan Udara Afghanistan harus membuktikan keunggulannya dalam situasi kritis di medan pertempuran.

Tetapi mereka harus berjuang demi mempertahankan dan mengawaki 211 pesawatnya (di mana persoalannya makin parah, karena Taliban sengaja menargetkan para pilot).

Mereka juga tidak mampu memenuhi tuntutan dari komandan di lapangan.

Karena itulah, ada keterlibatan Angkatan Udara AS baru-baru ini di kota-kota seperti Lashkar Gah, yang sudah dikuasai oleh Taliban.

Masih belum jelas berapa lama lagi AS bersedia memberikan dukungan seperti itu.

Taliban seringkali mengandalkan pasokan dananya dari perdagangan narkoba, tetapi mereka juga mendapat dukungan dari luar - terutama Pakistan.

Tidak lama berselang Taliban menyita senjata dan peralatan dari pasukan keamanan Afghanistan - beberapa di antaranya dipasok AS - termasuk kendaraan Humvee, piranti teropong malam, senapan mesin, mortir dan peralatan artileri.

Afghanistan dibanjiri pasokan senjata setelah invasi Soviet, dan Taliban sudah menunjukkan dapat mengalahkan kekuatan yang jauh lebih canggih.

Pikirkan efek mematikan dari Improvised Explosive Device (IED) - bom rakitan - dengan target pasukan AS dan Inggris.

Faktor ini serta pengetahuan lokal dan pemahaman tentang medan perang telah menjadi keuntungan Taliban.

Janji kosang pemerintah Afghanistan

Terlepas dari karakter kelompok Taliban yang berbeda, ada beberapa hal yang membuktikan bahwa mereka memiliki rencana terkoordinasi terkait kemajuan mereka belakangan ini.

Adapun tentang strategi pemerintah Afghanistan dalam menghadapi Taliban, terbukti lebih sulit untuk didefinisikan.

Janji mereka untuk merebut kembali semua wilayah yang direbut Taliban terdengar kosong belaka.

Barry mengatakan agaknya ada rencana untuk mempertahankan kota-kota besar. Pasukan komando Afghanistan telah dikerahkan untuk mencegah kota Lashkar Gah di Helmand jatuh ke Taliban.

Tetapi untuk berapa lama lagi?

Pasukan khusus Afghanistan jumlahnya relatif kecil, yaitu sekitar 10.000 personel, dan mereka tidak mampu melakukan perlawanan.

Taliban juga tampaknya memenangkan perang propaganda dan pertempuran narasi.

Barry mengatakan momentum mereka di medan perang telah meningkatkan moral dan menguatkan rasa persatuan.

Sebaliknya, pemerintah Afghanistan berada dalam kondisi tertekan, saling adu sikut, dan memecat para jenderalnya.

Seperti apa akhir perseteruan ini?

Situasi seperti itu tentu saja terlihat suram bagi pemerintah Afghanistan.

Tapi Jack Watling dari RUSI mengatakan, ketika untuk sementara militer Afghanistan terlihat semakin pesimistis, "situasinya masih bisa diselamatkan oleh politik".

Jika pemerintah bisa merangkul para pemimpin suku, katanya, masih ada kemungkinan di tengah kebuntuan.

Ini adalah pandangan yang digaungkan Mike Martin, dengan menunjuk kasus kembalinya mantan panglima perang Abdul Rashid Dostum ke kota Mazar-i-Sharif sebagai momen penting. Dia telah memotong kesepakatan.

Pertempuran di musim panas akan segera berakhir saat musim dingin mulai menggantikannya, yang membuat manuver lebih sulit bagi pasukan di lapangan.

Masih ada kemungkinan semuanya akan menemui jalan buntu pada akhir tahun, dan pemerintah Afghanistan akan berpegang teguh untuk mempertahankan Kabul dan beberapa kota besar lainnya. (BBC Indonesia/Sputnik)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kenapa Taliban Begitu Cepat Rebut Kota-kota Besar di Afghanistan? Ke Mana Tentara yang Dilatih AS?

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved