Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Terkini Internasional

Australia Bikin Kesepakatan Kapal Selam, Korea Utara: Tindakan yang Sangat Tidak Diinginkan

Keputusan Amerika Serikat untuk menyediakan kapal selam bertenaga nuklir ke Australia, dinilai Korea Utara, "sangat tidak diinginkan dan berbahaya".

ndtv.com
ILUSTRASI kapal selam. Keputusan Amerika Serikat untuk menyediakan kapal selam bertenaga nuklir ke Australia, dinilai Korea Utara, "sangat tidak diinginkan dan berbahaya". 

TRIBUNTERNATE.COM - Australia, Amerika Serikat, dan Inggris membuat perjanjian untuk penyediaan kapal selam bertenaga nuklir AUUKUS kepada Australia.

Kesepakatan ini pun mendapat kritikan keras dari Korea Utara.

Keputusan Amerika Serikat untuk menyediakan kapal selam bertenaga nuklir ke Australia, dinilai Korea Utara, "sangat tidak diinginkan dan berbahaya."

Negara yang dipimpin Kim Jong-un tersebut memperingatkan akan tindakan balasan yang tidak ditentukan jika kesepakan itu merusak keamanan wilayahnya.

Pada Senin (20/9/2021), media resmi setempat menerbitkan komentar yang dikaitkan dengan seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri Korea Utara yang tidak disebutkan namanya, dikutip dari Al Jazeera.

Pejabat itu menyebut perjanjian antara Amerika Serikat, Inggris dan Australia sebagai "tindakan yang sangat tidak diinginkan dan berbahaya yang akan mengganggu keseimbangan strategis di kawasan Asia-Pasifik."

Ia juga menambahkan bahwa ada risiko langkah tersebut dapat memicu “reaksi berantai dari perlombaan senjata.”

ILUSTRASI kapal selam.
ILUSTRASI kapal selam. (ndtv.com)

Baca juga: Jokowi Lepas Tangan Soal TWK KPK, tapi Diminta Jadi Saksi Nikah Influencer Langsung Bergegas

Baca juga: Guru Besar FH UNPAD: TWK Didesain sebagai Alibi untuk Singkirkan Pegawai KPK

Baca juga: WHO: Kekurangan Vaksin Covid-19 di Afrika akan Membawa Seluruh Dunia ke Titik Awal Virus Corona

Korea Utara menyatakan, akan mengambil “tindakan balasan yang sesuai jika [kesepakatan] itu menimbulkan dampak buruk pada keamanan negara, meski hanya sedikit”, kata Kepala Seksi Berita Asing Kementerian Luar Negeri Korea Utara kepada kantor berita resmi Korea Central News Agency.

AS, Australia, dan Inggris mengumumkan kemitraan keamanan trilateral mereka untuk Indo-Pasifik pada pekan lalu.

Dalam pengumuman itu, mereka mengatakan akan berbagi teknologi untuk melengkapi Australia dengan setidaknya delapan kapal selam bertenaga nuklir tetapi “memiliki senjata konvensional”.

Perjanjian tersebut telah memicu reaksi kemarahan Prancis, sekutu lama Australia.

Diketahui, Prancis telah memiliki kontrak dengan Australia untuk memasoknya dengan 12 kapal selam konvensional.

Kesepakatan trilateral AS, Inggris, dan Australia membuat Paris menarik duta besarnya dari Canberra dan Washington, DC.

Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan, peralihan kesepakatan itu mencerminkan lingkungan strategis yang memburuk di kawasan Asia Pasifik.

Pernyataan ini menjadi referensi yang jelas pada ekspansi militer China yang berkelanjutan.

Sementara, pejabat Korea Utara membuat referensi yang jelas untuk keluhan Prancis itu.

Korea Utara juga menuduh AS dengan "sikap berkesepakatan ganda", dan mencatat bahwa bahkan Prancis sudah diikam dari belakang oleh sekutunya sendiri.

Kesepakatan itu akan menghancurkan "perdamaian dan keamanan regional dan sistem non-proliferasi internasional dan mengintensifkan perlombaan senjata," kata pejabat itu, menggemakan pandangan yang juga diungkapkan oleh China dan beberapa negara lainnya.

“Situasi saat ini menunjukkan sekali lagi bahwa upaya (kami) untuk meningkatkan kemampuan pertahanan nasional berdasarkan perspektif jangka panjang tidak boleh berkurang sedikit pun,” lapor Agensi Berita Sentral Korea (Korean Central News Agency/KCNA).

Baca juga: Mengenal Canggihnya Kapal MV Swift Rescue Singapura yang Temukan Kontak Visual KRI Nanggala-402

Baca juga: Pegawai KPK Diberhentikan, Presiden Tak Bisa Abaikan Rekomendasi Ombudsman, YLBHI Tunggu Kewenangan

Pada awal bulan September 2021, Pyongyang menggelar parade paramiliter massal untuk menandai berdirinya Korea Utara.

Pekan lalu, Korea Utara mengujicobakan rudal balistik,  bertentangan dengan sanksi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), hanya beberapa hari setelah mengumumkan telah menguji rudal jelajah jarak jauh "strategis".

Citra satelit terbaru juga menunjukkan Korea Utara sedang memperluas pabrik pengayaan uranium di kompleks nuklir utamanya, Yongbyon.

Korea Selatan juga telah meningkatkan kemampuan militernya.

Negara itu mengumumkan telah menguji Rudal Balistik yang Diluncurkan Kapal Selam (ubmarine-Launched Ballistic Missile/SLBM) tak lama setelah muncul berita tentang uji coba rudal Pyongyang.

Diketahui, Seoul dan Washington telah berusaha untuk menghidupkan kembali pembicaraan denuklirisasi yang terhenti sejak 2019.

Presiden AS Joe Biden telah menekankan perlunya diplomasi untuk melanjutkan perbincangan ini.

Akan tetapi, dirinya mengatakan AS tidak akan membuat "tawar-menawar besar" dengan Pyongyang, yang telah menghubungkan denuklirisasi dengan keringanan sanksi yang signifikan.

Sumber: Al Jazeera

(TribunTernate.com/Rizki A.)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved