Virus Corona
Ilmuwan Temukan Varian Covid-19 Baru Deltacron, Terdeteksi Sejak Awal Tahun 2022, Seberapa Parah?
Deltacron adalah varian Covid-19 yang mengandung unsur Delta dan Omicron atau dengan kata lain mengandung gen dari kedua varian tersebut.
TRIBUNTERNATE.COM - Varian baru dari virus corona atau Covid-19 yang dinamai Deltacron telah ditemukan di Prancis, Amerika Serikat (AS), dan Inggris.
Deltacron adalah varian Covid-19 yang mengandung unsur Delta dan Omicron atau dengan kata lain mengandung gen dari kedua varian tersebut, sehingga dikenal sebagai virus rekombinan.
"Rekombinan ini muncul ketika lebih dari satu varian menginfeksi dan bereplikasi pada orang yang sama, dalam sel yang sama," kata Lawrence Young, Ahli Virologi Universitas Warwick.
"Deltacron adalah produk dari varian Delta dan Omicron yang beredar di populasi yang sama," lanjutnya.
Komunitas ilmuwan global, GISAID mengatakan, telah ditemukan bukti kuat bahwa varian ini pertama kali dibagikan oleh Institut Pasteur di Prancis.
Di mana varian ini ditemukan?
GISAID mengatakan bahwa varian Deltacron telah diidentifikasi di beberapa wilayah Prancis dan tampaknya sudah beredar sejak awal tahun 2022.
"Genom dengan profil serupa juga telah diidentifikasi di Denmark dan Belanda," kata GISAID.
Selain itu, ada pula laporan tentang Deltacron yang terdeteksi di Amerika Serikat (AS) dan menurut Badan Keamanan Kesehatan Inggris, sekitar 30 kasus telah terdeteksi di Inggris.
Dilansir The Guardian dari surat kabar The i, kasus pertama penularan Deltacron dari orang ke orang di Inggris diperkirakan akan segera dikonfirmasi pada minggu ini.
Baca juga: Masuki Masa Transisi Menuju Endemi, Kasus Covid-19 di Inggris Kembali Naik
Baca juga: Arab Saudi Cabut Aturan Pembatasan Terkait Covid-19, Tak Lagi Ada Jarak Sosial di Masjidil Haram
Dr Etienne Simon-Loriere dari Institut Pasteur memperingatkan bahwa mungkin ada beberapa virus rekombinan berbeda yang terbentuk dari Delta dan Omicron.
"Yang kita lihat di Prancis dan di Denmark/Belanda terlihat sangat mirip dan mungkin rekombinan yang sama (dengan virus induk yang sama) yang telah bepergian," katanya.
Namun, kata Simon-Loriere, kemungkinan rekombinan Delta dan Omicron yang dilaporkan di negara-negara termasuk Inggris dan AS tampaknya menggabungkan bagian berbeda dari virus induknya.
Dengan begitu, varian yang terdeteksi di AS dan Inggris berbeda dengan Deltacron yang ditemukan di Prancis.
"Kami mungkin perlu mencari nama lain untuk menunjukkan rekombinan ini, atau mulai menambahkan nomor (untuk membedakannya)," katanya.
Apakah masyarakat perlu khawatir dengan Deltacron?
Para ahli menegaskan bahwa varian rekombinan ini tidak umum, dan Deltacron bukan varian pertama dan tidak akan menjadi yang terakhir juga untuk Covid-19.
"Ini terjadi setiap kali kita berada dalam periode peralihan dari satu varian dominan ke varian lain, dan biasanya merupakan keingintahuan ilmiah, tetapi tidak lebih dari itu," kata Dr Jeffrey Barrett, eks ketua inisiatif genomik Covid-19 di Wellcome Trust Sanger Institute.
Namun, dengan adanya sejumlah kecil kasus Deltacron yang teridentifikasi hingga kini, belum ada data yang terkait tingkat keparahan varian atau seberapa baik vaksin bisa melindungi manusia dari varian ini.
Sementara itu, Kepala Ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Soumya Swaminathan bercuit di akun Twitternya pada Selasa (8/3/2022) terkait kemungkinan adanya varian rekombinan Covid-19.
Baca juga: Tak Bisa Disamakan, Covid-19 Omicron Masih Lebih Mematikan Dibandingkan Flu Musiman
Baca juga: Hati-Hati, Orang yang Terpapar Omicron Bisa Alami Long Covid, Gejala Tak Hilang Sampai Sebulan Lebih
"Kami telah mengetahui bahwa peristiwa rekombinan dapat terjadi, pada manusia atau hewan, dengan berbagai varian #SarsCoV2 yang beredar."
"Perlu menunggu eksperimen untuk bisa mengetahui sifat-sifat virus ini. Pengurutan, analitik, dan berbagi data secara cepat menjadi penting saat kita menghadapi pandemi ini," tulis Swaminathan.
Lawrence Young pun setuju dengan pernyataan Swaminathan soal Deltacron tersebut.
"Kita perlu mengawasi perilaku rekombinan ini dalam hal penularannya dan kemampuannya untuk lolos dari perlindungan kekebalan yang dihasilkan dari vaksin," katanya.
"Ini juga berfungsi untuk memperkuat kebutuhan untuk mempertahankan pengawasan genetik. Ketika virus terus bersirkulasi, terutama pada populasi yang kurang divaksinasi dan pada orang yang kekebalannya akibat vaksin menurun, kami kemungkinan besar akan melihat lebih banyak varian termasuk yang dihasilkan melalui rekombinasi."
Namun, bukan berarti varian tersebut menjadi alasan bagi masyarakat untuk panik. Menurut UKHSA, varian tersebut tidak menunjukkan tingkat pertumbuhan yang mengkhawatirkan.
"Ini telah terlihat di Inggris beberapa kali, dan sejauh ini tampaknya sangat langka di mana saja di dunia, dengan hanya beberapa lusin urutan di antara jutaan Omicron," kata Barrett.
"Jadi saya rasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan saat ini, meski saya yakin akan terus dipantau," tandasnya.
(TribunTernate.com/Ron)(The Guardian)