Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Kagum Lihat Rusia Bertahan dari Sanksi Ekonomi Negara Barat, China Buka Kemungkinan Invasi ke Taiwan

Sejumlah pejabat China mengungkapkan, Presiden Xi Jinping sedang mencari cara untuk bertahan dari serangan sanksi Barat karena terinspirasi Rusia.

Alexei Druzhinin/Sputnik/AFP
Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) dan Presiden China Xi Jinping berfoto selama pertemuan di Beijing, 4 Februari 2022. 

TRIBUNTERNATE.COM - Sejumlah pejabat China mengungkapkan bahwa Presiden Xi Jinping sedang mencari cara untuk bertahan dari serangan sanksi Barat.

Diduga, hal ini dilakukan oleh Presiden Xi Jinping untuk bersiap apabila nanti negara mereka melakukan invasi ke Taiwan.

Diketahui, pemikiran itu datang saat Xi Jinping melihat bahwa Rusia mampu bertahan dari sanksi ekonomi yang diberikan Barat saat negara pimpinan Vladimir Putin itu menyerang Ukraina.

Apa yang dilakukan China tersebut lantas menimbulkan kekhawatiran bahwa negara itu kini sedang mempersiapkan invasi ke Taiwan.

Pada 22 April, regulator China telah mengadakan pertemuan darurat antara pejabat dari Bank Sentral China, Kementerian Keuangan, bank domestik yang beroperasi di China, dan pemberi pinjaman internasional seperti HSBC.

Sanksi ekonomi Barat yang keras terhadap Rusia mendorong pertemuan darurat, di mana Kemenkeu China menyatakan bahwa pemerintahan Presiden Xi Jinping telah disiagakan oleh pembekuan dolar yang mengejutkan.

Berita itu muncul saat Inggris dan AS mengadakan pembicaraan tingkat atas soal bagaimana mengelola krisis di Asia, jika China menyerang Taiwan.

Sebagai informasi, China mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya meskipun negara kepulauan itu berada di bawah pemerintahan terpisah sejak 1949.

Baca juga: Rusia Peringatkan Dunia soal Risiko Perang Nuklir dalam Konflik Rusia vs Ukraina: Bahayanya Serius

Baca juga: Korea Utara Menentang Perang, tetapi Bakal Hantam Korea Selatan dengan Senjata Nuklir Jika Diserang

"Tak seorang pun di lokasi dapat memikirkan solusi yang baik untuk masalah ini," kata seorang sumber seperti dikutip WartakotaLive.com dari Financial Times.

"Sistem perbankan China tidak siap untuk pembekuan aset dolar atau pengecualian dari sistem pesan Swift seperti yang telah dilakukan AS ke Rusia," katanya.

China sedang mencari langkah untuk memperluas jumlah mata uang Renminbi yang beredar relatif terhadap kepemilikan dolar AS.

Salah satu idenya adalah memaksa perusahaan pengekspor China untuk membuang kepemilikan dolar mereka dengan imbalan Renminbi.

Saran lainnya adalah untuk memotong kuota $50.000 yang boleh dibeli oleh warga negara China setiap tahun, untuk perjalanan ke luar negeri, pendidikan, dan pembelian luar negeri lainnya.

Solusi potensial lainnya seperti membanjiri beberapa kepemilikan dolar AS untuk Euro dianggap tidak dianggap praktis.

Tetapi, sejumlah pihak meragukan AS akan memiliki kapasitas untuk memberikan sanksi kepada China yang merupakan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia, dengan cara yang sama seperti yang dilakukan Rusia.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved